Silsilah Tauhid Ibadah

1. Tauhid Ibadah adalah

“Mengesakan Allah dalam semua jenis ibadah, dan meninggalkan peribadatan kepada selain-Nya.”

Allah berfirman : (artinya)

Artinya: ” Beribadahlah (hanya) kepada Allah dan janganlah kalian menyekutukannya dengan sesuatu apapun.” (QS. an-Nisa : 36)

(Ayat di atas) adalah makna kalimat Laa ilaha illallah, dan itulah inti dakwah para rasul.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

2. Tauhid, dengannyalah Allah leburkan (hapuskan) berbagai dosa. Di dalam Hadits Qudsi (Allah berfirman):

Artinya: ” Wahai anak Adam (umat manusia), seandainya kalian bertemu dengan-Ku dengan membawa dosa sepenuh bumi, namun engkau tidak berbuat syirik terhadap-Ku dengan sesuatu apapun, niscaya Aku pun akan mendatangimu dengan ampunan sepenuh bumi pula.” ( HR. at-Tirmidzi)

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

3. Diantara Keutamaan Tauhid

Masuk ke dalam Jannah tanpa Hisab dan tanpa Adzab bagi siapa saja yang merealisasikan Tauhid serta tidak menyekutukan-Nya dengan apapun,

sebagaimana pada hadits dari sahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah Sallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] ومعهم سبعون ألفا يدخلون الجنة بغير حساب ولا عذاب (إلى قوله) هم الذين لا يسترقون ولا يكتوون و لا يتطيرون و على ربهم يتوكلون[/sc_typo_arabic]

Artinya: “Dan bersama mereka (umatmu wahai Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam) 70. 000 orang masuk ke dalam Jannah tanpa Hisab dan tanpa Adzab … (sampai pada sabda Beliau) …Mereka (70. 000 orang yang masuk Jannah tanpa Hisab dan tanpa Adzab) adalah

▪ orang -orang yang tidak meminta diruqyah,

▪ tidak berobat dengan kay (besi panas), dan

▪ tidak pula bertathayyur (beranggapan sial), serta

▪mereka berTAWAKKAL HANYA KEPADA ALLAH Jalla wa ‘Ala.

( Muttafaqun ‘alaihi.)

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

4. Wajib bagi setiap Muslim dan Muslimah untuk merasa takut dan khawatir dari terjatuh kepada KESYIRIKAN. Tidak ada sesuatu apapun yang lebih berbahaya dari SYIRIK, karena (berlandaskan hadits):

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] من مات يشرك بالله شيئا دخل النار[/sc_typo_arabic]

Artinya: “Barangsiapa yang mati dalam keadaan membawa dosa SYIRIK, maka dia masuk ke dalam AN-NAAR (Neraka).” Muttafaqun alaihi.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

5. Nabi Ibrahim sang Khalilulurrahman (Kekasih Allah) ‘alaihissalam benar-benar TAKUT dari KESYIRIKAN, padahal kedudukan beliau sangat tinggi di sisi-Nya.

Beliau pun berdoa

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] و اجنبني و بني أن نعبد الأصنام[/sc_typo_arabic]

Artinya: “Jauhkanlah aku (sejauh-jauhnya, pen) dan keturunanku dari beribadah kepada berhala.”

Lalu bagaimana kita tidak lebih merasa takut terhadap kesyirikan daripada beliau?!

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

6. Dakwah Para Rasul seluruhnya adalah mengesakan (mentauhidkan) Allah dalam segala macam bentuk ibadah dan meninggalkan peribadatan kepada selain-Nya. Semua Rasul berkata kepada kaumnya:

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] اعبدوا الله ما لكم من إله غيره[/sc_typo_arabic]

Artinya: “Beribadahlah kalian kepada Allah. Tidaklah kalian memiliki sesembahan (yang berhak diibadahi) selain-Nya.”

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

7. Dakwah para pengikut Rasul yang ditegakkan di atas Bashirah (Ilmu dan Yakin) adalah dakwah yang MENGAJAK kepada TAUHID dan MENINGGALKAN SYIRIK, sebagaimana dalam firman Allah:

(Artinya) “Katakanlah wahai Muhammad, ini adalah jalanku. Aku berdakwah menyeru ke jalan Allah di atas Bashirah (Ilmu dan Yakin), (ini adalah) jalanku dan para pengikutku.” (QS Yusuf:108).

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

8. Barangsiapa yang beribadah kepada Allah dan JUGA BERIBADAH KEPADA SELAIN ALLAH seperti beristighatsah kepada Allah dan juga beristighatsah kepada orang yang telah mati, maka ibadah yang ia persembahkan untuk Allah TIDAK BERMANFAAT sedikitpun baginya.

Allah telah mengkafirkan Musyrikin Quraisy padahal mereka beribadah kepada Allah. Tetapi mereka juga beribadah kepada sesembahan-sembahan mereka di samping beribadah kepada Allah

✒asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

9. Jimat-jimat, mantra-mantra, ataupun rajah-rajah tidak bisa menangkal gangguan jin darimu, tidak bisa pula penyakit ‘ain dan hasad. Sebaliknya, tidak bisa memberikan kebaikan untukmu.

Sebagaimana dalam hadits:

“Barangsiapa yang menggantungkan sesuatu, maka dia diserahkan kepada apa yang ia gantungkan itu.”

Yaitu dia ditelantarkan dan tidak mendapat apapun darinya (benda-benda yang ia gantungkan tersebut ).

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

10. Di dalam ash-Shahihain (Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim), Nabi Salallahi alaihi wa sallam MEMERINTAHKAN untuk MEMOTONG/MEMUTUSKAN senar/tali-tali busur dan kalung-kalung (yang digunakan untuk tolak balak) yang biasa diikatkan di leher hewan-hewan tunggangan.

Hadits-hadits lain menunjukkan bahwa SEBAB larangan tersebut adalah karena hal itu (meyakini senar dan kalung tersebut sebagai tolak balak, pen) termasuk keSYIRIKan.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

11. Menggantungkan Tamaim (jimat-jimat dalam rangka menolak balak) adalah perbuatan SYIRIK, berdasarkan hadits:

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] من تعلق تميمة فقد أشرك[/sc_typo_arabic]

Artinya: “Barangsiapa yang menggantungkan Tamimah (jimat) maka dia telah berbuat SYIRIK”

Jika seseorang meyakini bahwasannya jimat tersebut bisa memberikan manfaat dengan seizin Allah, maka itu adalah SYIRIK KECIL.

Jika dia meyakininya bisa memberikan manfaat dengan sendirinya maka itu adalah SYIRIK BESAR.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

12. Diharamkan untuk NGALAP BAROKAH dari pepohonan dan bebatuan secara mutlak.

Adapun menyentuh al-Hajar al-Aswad dan Rukun Yamani (yang ada di Ka’bah), maka itu dilakukan dalam rangka beribadah kepada Allah dan meneladani Rasulullah ‘alaihi ash-Shalatu wa as-Salam, BUKAN dalam rangka ngalap barokah.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

13. Fitnah (godaan) Syaithan terhadap sebagian manusia adalah dengan pohon-pohon (yang diyakini keramat, pen). Sehingga mereka menyembahnya di samping beribadah kepada Allah.

Sebagaimana Syaithan memfitnah musyrikin Quraisy dengan pohon ‘Uzza, mereka pun menyembahnya.

Syaithan juga memfitnah mereka dengan pohon Dzatu Anwath, sehingga mereka pun ngalap barokah kepadanya.

Sebagaimana firman Allah:

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] أفرأيتم اللات و العزى[/sc_typo_arabic]

Artinya: “Bagaimanakah menurut kalian tentang Latta dan ‘Uzza.”

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

14. Menyembelih untuk selain Allah (yang dijadikan sesajen untuk kuburan/tempat keramat; atau larung untuk kawah atau segoro kidul, dll, pen) adalah SYIRIK.

▪ Allah Ta’ala berfirman:

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] قل إن صلاتي و نسكي و محياي و مماتي لله رب العالمين[/sc_typo_arabic]

Artinya: “Katakanlah (wahai Muhammad), sesungguhnya shalatku, sesembelihanku, hidup, dan matiku hanya untuk Allah Rabb semesta alam.”

Juga firmanNya:

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] فصل لربك و انحر[/sc_typo_arabic]

Artinya: “Shalatlah dan menyembelihlah untuk Allah”

Sebagaimana Anda shalat hanya kepada Allah saja, demikian pula menyembelih juga hanya untuk-Nya semata.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

15. Sebuah Hadits Shahih :

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] لعن الله من ذبح لغير الله[/sc_typo_arabic]

Artinya: ” Allah melaknat siapa saja yang menyembelih untuk selain Allah.” (HR. Muslim)

Laknat adalah dijauhkan dari rahmat Allah.

Lalu, bagaimana dengan orang yang menyembelih untuk (yakni disajikan dan dipersembahkan kepada, pen) Jin, para tukang sihir, kuburan-kuburan, dan pemakaman-pemakaman wal ‘iyadzu billah.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

16. Di antara upaya penjagaan Nabi Salallahu alaihi wa sallam terhadap Tauhid :

Beliau melarang menyembelih untuk Allah — yang itu merupakan ibadah — di tempat yang di situ pernah dilakukan penyembelihan untuk selain Allah, atau tempat yang di situ pernah dilaksanakan perayaan-perayaan adat Jahiliyah.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

17. Nadzar termasuk ibadah. Allah memuji siapa saja yang menunaikannya (untuk Allah).

Allah Ta’ala berfirman (artinya) :

“Mereka (orang-orang mukmin) menunaikan NADZAR mereka.” (QS. al-Insan : 7)

Barangsiapa yang bernadzar untuk selain Allah, contohnya orang yang bernadzar untuk kuburan-kuburan atau wali-wali, maka sungguh dia telah memalingkan ibadah kepada selain Allah Ta’ala.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

18. Isti’adzah (meminta perlindungan) termasuk Ibadah kepada Allah, sebagaimana firman Allah:

Artinya: “Beristi’adzahlah kepada Allah.” (QS. an-Nahl : 98)

Maka barangsiapa yang

  • beristi’adzah kepada selain Allah dalam hal yang tidak mungkin mengabulkannya kecuali hanya Allah, atau
  • beristi’adzah kepada mayit (orang yang telah wafat), atau
  • beristi’adzah kepada orang hidup, namun jauh posisinya (tidak di hadapan kita), tanpa ada penghubung

Sungguh dia telah berbuat SYIRIK.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

19. Istighatsah (mohon pertolongan dalam kondisi darurat) merupakan Ibadah, sebagaimana dalam firman Allah Ta’ala (artinya) :

Artinya: “Ketika kamu beristighatsah kepada Rabbmu (dalam perang Badr, pen), maka Dia mengabulkannya untukmu” (QS. al-Anfal : 9)

Barangsiapa yang Beristighatsah kepada selain Allah dalam perkara yang tidak dimampui kecuali hanya Allah semata atau beristighatsah kepada mayit (orang yang telah wafat) atau beristighatsah kepada orang hidup namun jauh posisinya (tidak hadir di hadapan kita), tanpa ada penghubung. Maka sungguh dia telah berbuat SYIRIK.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

20. Semua selain Allah tidak memiliki Manfaat (Kebaikan) ataupun Madharat (Kejelekan) sedikit pun. Sampai-sampai Nabi Shalallahu ‘alaihi wa Sallam pun berkata kepada Putri beliau sendiri, Fatimah:

Artinya: “Aku tidak mampu berbuat apa-apa terhadapmu di hadapan Allah”.

Lalu, bagaimana mungkin akan dibenarkan peribadahan kepada selain Allah??!

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah         

21. Para Malaikat dengan kondisi ciptaan mereka yang begitu besarnya, dan mereka senantiasa taat kepada Allah serta jauh dari kemaksiatan sama sekali, namun demikian mereka TAKUT kepada Allah bahkan jatuh pingsan ketika Allah berbicara dengan pembicaraan yang Dia kehendaki.

Maka, bagaimana mungkin mereka (para Malaikat) diibadahi bersamaan dengan peribadahan kepada Allah??

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

22. Seseorang tidak akan bisa memberi syafa’at kepada orang lain kecuali bila terpenuhi 2 syarat:

-> Izin Allah bagi orang yang memberi Syafa’at

-> Ridha Allah terhadap orang yang akan diberi Syafa’at

Tidak ada seorang pun yang mendapat bagian Syafa’at untuk keluar dari an-Naar (Neraka) jika dia mati dalam keadaan MUSYRIK.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

23. Siapapun selain Allah tidak memiliki apapun -walau sekecil dzarrah (atom) – baik di bumi maupun di langit. Tidak memiliki sepenuhnya ataupun berserikat dengan Allah. Tidak pula membantu Allah dalam (mengatur) KerajaanNya, dan tidak pula memiliki hak untuk memberi Syafa’at tanpa seizin-Nya.

Lalu, atas kebutuhan apa dia diibadahi??!

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

24. Nabi Sallahu ‘alaihi wa sallam sangat bersemangat dalam berusaha mengantarkan  paman beliau Abu Thalib kepada Hidayah, namun ternyata beliau TIDAK MAMPU untuk itu. Maka Allah pun turunkan firman-Nya:

Artinya: “Sesungguhnya kamu (wahai Muhammad) tidak bisa memberi petunjuk/hidayah kepada orang yang kamu cintai … “ (QS. al-Qashash : 56)

Jika demikian, siapakah yang berhak untuk diibadahi?

Yang berhak adalah Allah, yang hati para hamba ada di tangan-Nya

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

25. Perbuatan SYIRIK kepada Allah yang pertama kali terjadi di muka bumi adalah sikap Ghuluw/ekstrim (berlebihan) dalam mengagungkan 5 nama orang shalih, yaitu:

1. Wadd

2. Suwa’

3. Yaghuts

4. Ya’uq

5. Nasr

(Yang mereka berlima ini) hidup pada masa kaum Nabi Nuh ‘alaihissalam, 10 abad setelah berlalunya masa Nabi Adam ‘alaihissalam.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

26. Setelah mereka berlima wafat, dibuatlah gambar mereka dalam bentuk patung/monumen. Tujuannya adalah memompa semangat dalam beramal ketaatan tatkala mengingat mereka.

Setelah berlalunya masa yang panjang dan dilupakannya ilmu, akhirnya mereka diibadahi bersamaan diibadahinya Allah ‘Azza wa Jalla.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

27. Ghuluw (sikap ekstrim/kultus) terhadap orang-orang shalih,

serta NGALAP BAROKAH kepada mereka ketika masih hidup,

mengagungkan kuburan mereka,

menguburkannya di masjid,

atau membangun masjid di atas kuburan mereka

(Semua ini) merupakan sebab terbesar maraknya keSYIRIKan terhadap Allah Jalla wa ‘Ala.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

28. Di antara wasiat-wasiat terakhir Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam kepada umat beliau adalah

PERINGATAN KERAS beliau dari perbuatan MENJADIKAN KUBURAN SEBAGAI MASJID.

Maka (atas dasar inilah, pen) dilarang :

membangun masjid di atas kuburan, dan

tidak boleh pula menguburkan jenazah di dalam masjid.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

29. Termasuk yang membuat harus takut dari terjerumus pada SYIRIK adalah,

kabar dari Nabi Shalallahu ‘alaihi wa sallam bahwasannya sebagian dari umat ini akan kembali beribadah kepada berhala-berhala, dan sebagian yang lain akan bergabung bersama barisan kaum MUSYRIKIN.

Ya Allah, kokohkanlah kami di atas Tauhid sampai kami bertemu dengan-Mu.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

30. Mempelajari dan Mengajarkan Ilmu Sihir hukumnya adalah KUFUR sebagaimana firman Allah:

Artinya: “Mereka mengikuti apa yang dibaca oleh para Syaithan pada masa kerajaan Sulaiman. Sulaiman tidaklah kafir, akan tetapi para Syaithan lah yang kafir. Mereka MENGAJARKAN ILMU SIHIR kepada manusia.” (QS. al-Baqarah : 102)

 ✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

31. Sihir memiliki sekian mara bahaya yang begitu besar, seperti

bertaqarrub kepada para Syaithan

mengotori Mushaf Al-Quran

mengganggu umat manusia pada hati-hati mereka berupa perasaan cinta, benci, juga dalam menyatukan dan memisahkan mereka

gangguan terhadap akal-akal manusia

juga gangguan terhadap badan-badan mereka baik berupa sakit ataupun kematian.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

32. Hukuman bagi Tukang Sihir  adalah dibunuh, yang dilaksanakan oleh Pemerintah.

Dalam rangka menyelamatkan umat manusia dari kejelekan dan kejahatan mereka.

Sebagaimana dalam hadits (mauquf, pen)

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] حدالساحرضربةباالسيف[/sc_typo_arabic]

Artinya: “Hukuman seorang tukang sihir adalah ditebas/dipenggal dengan pedang”. (HR. at-Tirmidzi 1460)

Mengobati sihir adalah dengan Ruqyah Syar’iyyah, dan dengan melepaskan ikatan pada buhul-buhul (yang menjadi sumber sihirnya, pen) jika ditemukan.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

33. Tidak ada satu pun  yang mengetahui perkara ghaib kecuali Allah. Barangsiapa yang mengaku mengetahui ilmu ghaib, maka sungguh dia telah KAFIR.

Barangsiapa yang membenarkan orang yang mengaku tahu perkara ghaib, sungguh dia telah menjadikan orang tersebut sebagai sekutu/tandingan bagi Allah dalam Sifat-Nya.

Maha Tinggi dan Maha Suci Allah (dari apa yang mereka persekutukan, pen).

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

34. Banyak manusia terfitnah/tertipu dengan nujum (astrologi) dan gugus-gugus bintang. Mereka berkeyakinan bahwasannya bintang-bintang tersebut bisa memberikan pengaruh dalam kebahagiaan seseorang dan kesengsaraannya, hidup dan matinya.

Padahal sebenarnya itu semua di Tangan Allah semata. Gugus-gugus bintang tersebut tidak memberikan pengaruh apapun.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

35. Di antara gambaran Perdukunan Syirik :

klaim (para dukun, pen) mengetahui ilmu ghaib,

membaca (nasib seseorang) pada telapak tangannya atau bejana,

membuat garis-garis dalam meramal, serta

meyakini perbintangan (zodiak, pen).

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

36. Sebagian mereka berkata: “Kebaikan, wahai burung”.

Tathayyur (beranggapan sial) dengan burung dan lainnya termasuk SYIRIK, berdasarkan hadits :

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] الطيرة شرك[/sc_typo_arabic]

Artinya: “Tathayyur adalah SYIRIK“.

Jika engkau berniat untuk melakukan suatu yang tidak diharamkan, maka lakukanlah. Jangan sampai engkau membatalkannya hanya karena anggapan sial ataukah Tathayyur.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

37. Allah Jalla wa ‘Ala berfirman di dalam sebuah Hadits Qudsi:
Artinya: “Barangsiapa yang berkata (ketika turun hujan, pen):
[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] مطرنا بفضل الله ورحمته[/sc_typo_arabic]
“Kami diberi nikmat hujan karena keutamaan dari Allah dan rahmat-Nya”,
maka orang tersebut beriman kepada-Ku dan kufur terhadap bintang-bintang.

Adapun orang yang mengatakan: “Kami diberi hujan karena/oleh bintang ini dan bintang itu”,
maka orang tersebut kufur terhadap-Ku dan beriman kepada bintang-bintang.”
[ HR. al-Bukhari ]

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

38. Allah Ta’ala menyebutkan di dalam Al-Quran Al-Karim 3 tujuan diciptakannya bintang-bintang, (yaitu, pen):

Sebagai Perhiasan Langit Dunia

Sebagai (bola api) yang digunakan untuk melempar para Syaithan

Sebagai Penunjuk Arah di daerah yang gelap baik di darat maupun di lautan.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

39. Keyakinan bahwasannya bintang-bintanglah yang menurunkan hujan merupakan KESYIRIKAN dalam hal Rububiyah Allah Ta’ala. »» (Ini adalah SYIRIK AKBAR, pen)

Karena hanya Allah satu-satunya yang menurunkan hujan.

Keyakinan bahwa bintang-bintang tersebut sebagai sebab turun hujan, maka ini adalah SYIRIK ASGHAR (KECIL), – berdasarkan dalil-dalil syar’i- .

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

40. Barangsiapa mencintai sesuatu lain – bersamaan dengan cintanya kepada Allah Ta’ala – dengan bentuk kecintaan ibadah dan pengagungan, maka dia telah mengangkat sesuatu tersebut sebagai tandingan bagi Allah, dan telah menyetarakannya dengan Allah.

 (Allah berfirman):

Artinya: ” Di antara manusia, ada yang menjadikan makhluk sebagai tandingan bagi Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah.” (QS. al-Baqarah : 165)

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

41. Tanda cinta seorang hamba kepada Allah dan Rasul-Nya adalah : KETAATAN HAMBA tersebut kepada Allah dan Rasul-Nya.

Allah berfirman :

Artinya: “Katakanlah (wahai Muhammad) : ‘Jika memang kalian mencintai Allah, maka IKUTILAH aku (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam). Niscaya Allah akan mencintai dan mengampuni dosa-dosa kalian”. (QS. Ali ‘Imran : 31)

Cinta tanpa ketaatan adalah pengakuan tanpa bukti.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

42. Tali Iman yang paling kuat ialah Cinta di jalan Allah dan Benci di jalan Allah.

Para pengekor kelompok-kelompok dakwah (sempalan) hari-hari ini, mereka mencintai dan bersikap loyal karena kelompok mereka, bukan karena mengikuti Syariat.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

43. Takut kepada selain Allah dengan kadar sama seperti takut kepada Allah adalah SYIRIK AKBAR.

Misalnya seseorang yang takut terhadap seorang Wali penghuni kubur (yakni telah mati, pen). Dia takut bersumpah atas nama wali itu untuk berdusta, karena khawatir kemarahan dan hukumannya.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

44. Wajib bagi seorang hamba untuk mengumpulkan antara

▪”Khauf” (Takut) terhadap Adzab Rabbnya, supaya ia menjauh dari bermaksiat terhadap-Nya, dan
▪”Raja’ ” (Berharap) terhadap pahala dari-Nya, agar dia bersemangat dalam mengamalkan ketaatan kepada-Nya.

(Allah berfirman):
Artinya: “Sesungguhnya mereka (Para Nabi) bersegera dalam (mengamalkan, pen) berbagai kebaikan dan berdoa/beribadah kepada Kami dengan penuh HARAP DAN CEMAS (Khawatir/Takut)“. (QS. al-Anbiya : 90)

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

45. Tawakkal kepada Allah Ta’ala adalah : Sikap menyandarkan diri kepada-Nya dan menyerahkan segala urusan kepada-Nya.

Tawakkal tidak menghalangi dari menempuh sebab-sebab yang dibolehkan, seperti : mencari rizki halal, dan membela diri dari musuh dengan senjata.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

46. Termasuk cabang-cabang Iman yang paling agung adalah:

> Bersabar di atas Ketaatan kepada Allah

> Bersabar dalam menjauhi Kemaksiatan kepada Allah

> Bersabar dalam menjauhi Hawa Nafsu dan Kebid’ahan

> Bersabar atas Ketetapan Takdir yang pahit.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

47. Banyak dari kalangan Ahli Ibadah dan Orang-orang Zuhud bisa bersabar terhadap berbagai fitnah Syahwat. Namun, mereka lemah ketika (menghadapi, pen) fitnah Syubhat, sehingga mereka pun dibinasakan oleh beragam BID’AH, baik bid’ah dalam KEYAKINAN (Aqidah) maupun bid’ah dalam AMALIAH.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

48. Di antara perkara yang bertentangan dengan kesabaran ketika dilanda musibah:

> Menampar pipi atau anggota badan lainnya
> Mencabut rambut
> Merobek baju
> Memprotes (tidak terima terhadap) Takdir
> Mengungkit-ungkit kebaikan si mayit dengan suara tinggi sebagaimana perbuatannya orang-orang Jahiliyah

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

49. Kesedihan hati dan linangan air mata terhadap orang yang meninggal dunia, termasuk bentuk dari perasaan rahmat (kasih sayang) yang Allah Ta’ala letakkan pada hati-hati para hambaNya. Tidak ada kesalahan/dosa padanya, walhamdulillah.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

50. Allah Ta’ala berfirman dalam sebuah Hadits Qudsi:
[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] أنا أغنى الشركاء عن الشرك من عمل عملا أشرك معي فيه غيري تركته و شركه[/sc_typo_arabic]

Artinya: “Aku adalah yang paling tidak butuh kepada KESYIRIKAN. Barangsiapa mengerjakan suatu amalan yang pada amalan tersebut dia menyekutukanKu dengan selain-Ku, maka Aku tinggalkan dia dan sekutunya.” (HR. Muslim)
KEIKHLASAN adalah pondasi Islam, sedangkan RIYA’ MENGHILANGKAN KEIKHLASAN.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

51. RIYA’ adalah seorang MELAKUKAN amal shalih, atau MEMPERBAGUS amalannya, supaya dilihat oleh orang lain, sehingga merekapun memujinya.

Adapun memperdengarkan (SUM’AH) adalah mengeraskan ucapan baik, agar orang lain mendengarnya, atau dengan itu dia memberitakan maksud hatinya tersebut
✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

52. Riya’ ada 2 keadaan:
Jika Riya muncul sejak awal dikerjakannya amalan, maka riya tersebut membatalkan dan merusak amalan. Apabila asal amalan (dilandasi niat ikhlash) karena Allah, kemudian di tengah amalan muncul riya, maka wajib bagi seorang muslim untuk berjihad melawan diri (hawa nafsu)nya dan berjihad memerangi syaithannya.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

53. Di antara bentuk Syirik Kecil, seseorang berkata:
> “Masya Allah wa Syi’ta (atas kehendak Allah dan kehendakmu)”,
> “Aku meminta perlindungan kepada Allah dan kepadamu”,
> “Kalau bukan karena Allah dan si fulan”.

Yang benar perkataan-perkataan di atas adalah :
> “dengan kehendak Allah kemudian kehendakmu”,
> “Aku berlindung kepada Allah kemudian berlindung kepadamu”,
> “Kalau bukan karena Allah kemudian karena fulan”
Menggunakan kata : “kemudian” (bhs arab = tsumma) sebagai ganti dari kata : “dan” (bhs arab = wa)

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

54. PENTINGNYA IKHLASH
Nabi salallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] ‏من تعلم علما مما يبتغى به وجه الله لا يتعلمه الا ليصيب به عرضا من الدنيا لم يجد عَرف الجنة يوم القيامة[/sc_typo_arabic]
Artinya: “Barangsiapa mempelajari ilmu yang semestinya dicari demi mengharapkan wajah Allah, namun dia tidak mencari ilmu tersebut kecuali berharap mendapatkan secuil dari dunia, maka dia TIDAK AKAN MENDAPATKAN AROMA WANGI Jannah (surga) pada hari kiamat

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

55. Barangsiapa yang berkeyakinan terhadap seorang ‘alim, seorang ‘abid (ahli ibadah, pen), seorang pimpinan, atau yang lainnya, bahwa : perkara halal adalah apa yang mereka halalkan, dan perkara haram adalah apa yang mereka haramkan, maka sungguh ia telah menjadikan mereka sebagai tandingan bagi Allah. Karena penetapan hukum (segala sesuatu, pen) hanyalah hak Allah semata.
Allah berfirman :

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] إن الحكم إلا لله[/sc_typo_arabic]
Artinya: “Tidak ada satu hukum pun kecuali hanya milik Allah semata“.

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

56. Penetapan Hukum Syari’at adalah hak Allah satu-satu-Nya. Barangsiapa yang berhukum dengan selain hukum yang Allah turunkan, dalam keadaan ia menganggap halal mengamalkan hukum tersebut, maka sungguh ia telah KAFIR. Namun, jika ia tidak menganggap halal perbuatannya tersebut, maka ia terjatuh pada KUFUR ASHGHAR (KECIL) berdasarkan atsar Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu (bahwasannya hal tersebut hukumnya, pen): KUFRUN DUNA KUFRIN (Kekufuran yang tingkatnya di bawah kekufuran yang mengeluarkan pelakunya dari Islam).

✒ asy-Syaikh ‘Ali bin Yahya al-Haddadi hafizhahullah

WhatsApp Manhajul Anbiya

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button