Nasehat

Fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah

FATWA

AL-LAJNAH AD-DA`IMAH LIL BUHUTSIL ‘ILMIYYAH WAL IFTA`

_________________________________________________________________________

Peringatan

Atas Perbuatan Mencela ‘Ulama tanpa Alasan yang Benar

Fatwa No. 16.873 tanggal 12-2-1415 H

الحمد لله وحده و الصلاة و السلام على من لا نبي بعده .. و بعد :

Al-Lajnah Ad-Da`imah Lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Tetap untuk Riset Ilmiyyah dan Fatwa) telah menelaah surat yang sampai kepada Mufti Umum dari seorang penanya bernama Muhammad bin Hasan Alu Dzibyan.

Penanya tersebut telah bertanya dengan teks sebagai berikut :

“Kami mendengar dan mendapati orang-orang menyatakan diri termasuk salafiyyah, mereka sibuk dengan mencela para ‘ulama dan menuduh mereka dengan kebid’ahan seakan-akan lisan mereka tidaklah diciptakan kecuali untuk itu. Namun mereka menyatakan, kami adalah salafiyyah.

Pertanyaan kami yahfazhukumullah, apa pengertian yang benar tentang makna As-Salafiyyah? Dan bagaimana sikap As-Salafiyyah terhadap kelompok-kelompok Islam masa kini? Jazakumullah Khairal Jaza` dari kami dan dari kaum muslimin, sesungguhnya Dia Maha Mendengar do’a.”

Setelah mempelajari dengan seksama, maka Al-Lajnah menjawab sebagai berikut :

Jika kondisinya sebagaimana disebutkan, maka sesungguhnya celaan dan tuduhan terhadap ‘ulama serta vonis terhadap mereka dengan kebid’ahan adalah perbuatan tercela, bukan termasuk manhaj para salaf dan generasi terbaik umat ini. Sesungguhnya jalan para as-salafush shalih adalah dakwah/mengajak kepada Al-Kitab dan As-Sunnah, serta kepada manhaj yang para salaf umat ini berada di atasnya, yaitu dari kalangan para shahabat Radhiyallah ‘anhum, dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. (Dakwah tersebut) dilakukan dengan hikmah, mau’izhah hasanah (nasehat yang baik), dan jidal dengan cara yang lebih baik, diiringi dengan jihadun nafs (kesungguhan jiwa) untuk mengamalkan apa yang ia dakwahkan kepada umat tersebut, serta konsisten terhadap segala yang telah diketahui secara pasti dari agama Islam, yaitu ajakan kepada persatuan, ta’awun dalam kebaikan, menyatukan kalimat kaum muslimin di atas al-haq, serta menghindar dari perpecahan dan sebab-sebabnya berupa sikap saling membenci, saling memusuhi, dan saling dengki, menahan diri dari menyentuh kehormatan kaum muslimin dan menuduh mereka berdasarkan prasangka-prasangka dusta, serta sebab-sebab lainnya yang bisa mengantarkan kepada perpecahan kaum muslimin, menjadikan mereka berkotak-kotak dan berkelompok-kelompok satu sama lain saling mencela, yang satu memukul/membunuh yang lain. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللهِ جَمِيعًا وَلاَ تَفَرَّقُوا وَاذْكُرُوا نِعْمَةَ اللهِ عَلَيْكُمْ إِذْ كُنْتُمْ أَعْدَاءً فَأَلَّفَ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ فَأَصْبَحْتُمْ بِنِعْمَتِهِ إِخْوَانًا وَكُنْتُمْ عَلَى شَفَا حُفْرَةٍ مِنَ النَّارِ فَأَنْقَذَكُمْ مِنْهَا، كَذَلِكَ يُبَيِّنُ اللهُ لَكُمْ آَيَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ (103) وَلْتَكُنْ مِنْكُمْ أُمَّةٌ يَدْعُونَ إِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَأُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (104) وَلا تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ عَذَابٌ عَظِيمٌ (105) [آل عمران/103-105]

Dan berpegangteguhlah kalian semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai berai. Ingatlah akan nikmat Allah kepada kalian ketika kalian dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, kemudian Allah mempersatukan hati kalian, maka jadilah kalian karena nikmat Allah, sebagai orang-orang yang bersaudara; ketika itu kalian telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kalian darinya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kalian, agar kalian mendapat petunjuk. Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung. Dan janganlah kalian seperti orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat. [Ali ‘Imran : 103-105]

Telah pasti dari Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda :

لا ترجعوا بعدي كفارا يضرب بعضكم رقاب بعض

“Janganlah kalian kembali menjadi kafir sepeninggalku, yaitu satu sama lain saling membunuh.”

Ayat-ayat dan hadits-hadits yang mencela perpecahan dan sebab-sebabnya sangatlah banyak.

Oleh karena itu penjagaan dan pembelaan kehormatan kaum muslimin termasuk perkara pasti yang telah diketahui dalam agama Islam. Maka haram untuk melanggarnya, serta terjatuh kepadanya. Keharamannya semakin kuat apabila yang dicela adalah para ‘ulama dan yang memiliki peran yang sangat besar terhadap kaum muslimin dari kalangan mereka (‘ulama). Berdasarkan dalil-dalil yang datang dari wahyain (dua wahyu) mulia yang menjelaskan keagungan kedudukan mereka (para ‘ulama). Di antaranya, bahwa Allah menyebutkan mereka sebagai para saksi atas keesaan-Nya. Allah Ta’ala berfirman :

“Allah bersaksi bahwasanya tidak ada ilah (dzat yang diibadahi) kecuali Dia, yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu juga bersaksi yang demikian itu). Tidak ada ilah (dzat yang diibadahi) kecuali Dia, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

Perbuatan mencela para ‘ulama tanpa alasan yang benar, baik membid’ahkan, memfasiqkan, atau pun melecehkannya serta menjauhkan umat dari mereka, itu semua termasuk kezhaliman dan dosa yang terbesar. Itu termasuk sebab-sebab (timbulnya) berbagai fitnah, dan menghalangi kaum muslimin dari mengambil ilmu mereka yang bermanfaat serta kebaikan dan petunjuk yang mereka bawa.

Dan itu kembalinya kepada kerugian yang besar atas tersebarnya syari’at yang suci ini. Sebab, jika pengembannya dicela maka akan berpengaruh kepada apa yang mereka emban. Ini mirip dengan manhaj yang ditempuh oleh orang-orang para pengekor hawa nafsu yang mencela para shahabat Nabi. Padahal para shahabat Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam adalah para saksi bagi Nabi umat Islam atas syari’at Allah yang beliau sampaikan. Apabila sang saksi dicela, maka berarti tercela pula sesuatu yang mereka persaksikan.

Maka wajib atas setiap muslim untuk berpegang dengan adab-adab, petunjuk, dan syari’at Islam. Menjaga lisan mereka dari kekasaran dan mencela kehormatan para ‘ulama, dan bertaubat kepada Allah dari perbuatan tersebut, serta membersihkan dirinya dari kezhaliman terhadap hamba-hamba Allah. Namun jika terjadi kesalahan dari seorang ‘ulama, tidak berarti menggugurkan ilmu yang ada pada mereka. Dalam menilai suatu kesalahan wajib untuk mengambalikannya kepada orang yang pantas dijadikan rujukan, yaitu para ‘ulama yang dikenal mumpuni dalam ilmu, agama, dan kebersihan aqidah. Jangalah seseorang menyerahkan dirinya kepada semua pihak yang berbicara (yakni menerima dari semua pihak) yang bisa mengantarkannya kepada kehancuran dari jalan yang tidak ia sadari.

وبالله التوفيق و صلى الله على نبينا محمد و آله وصحبه و سلم.

Al-Lajnah Ad-Da`imah Lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta’

Ketua : ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz

Anggota : ‘Abdullah bin ‘Abdirrahman Al-Ghudayyan

Shalih bin Fauzan Al-Fauzan

‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Muhammad Alusy Syaikh

Bakr bin ‘Abdillah Abu Zaid

Sumber http://alifta.org/Fatawa/FatawaChapters.aspx?View=Page&PageID=11005&PageNo=1&BookID=3

Terbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button