Fawaid

Kedudukan Al-‘Allamah Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi hafizhahullah

Kedudukan Al-‘Allamah Al-Walid Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi Al-‘Abdali

di hadapan Al-Imam Muqbil dan Para ‘Ulama Kibar Dakwah Salafiyyah di Yaman

Al-‘Allamah Al-Walid Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi Al-‘Abdali adalah Imam dan Syaikhnya para Ahlus Sunnah di negeri Yaman setelah Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah. Kita semua mengetahui bahwa beliau (Al-Imam Al-Wadi’i) tidaklah menghormati dan memuliakan seorang pun dari kalangan ‘ulama sunnah di negeri Yaman seperti penghormatan dan pemuliaan beliau terhadap saudaranya Al-‘Allamah Al-Wushabi hafizhahullah. Sungguh pada kedua ‘ulama tersebut terdapat sikap saling menghormati dan memuliakan yang sangat besar, tidak mampu digambarkan oleh tulisan di sini.

Bahkan dulu apabila Al-‘Allamah Al-Wushabi datang ke Ma’had Dammaj, maka karena beliau Al-Imam Al-Wadi’i meninggalkan semua pelajaran umum, baik pelajaran ba’da zhuhur, ba’da ‘ashr, maupun antara maghrib dan ‘isya. Hal ini terkadang berlangsung selama dua tiga hari, Asy-Syaikh Muqbil senantiasa duduk bersama Asy-Syaikh Al-Wushabi sebagai bentuk pemuliaan dan penghormatan terhadap beliau.

Asy-Syaikh Muqbil dalam banyak safari dakwah beliau, apabila beliau mengetahui keberadaan Al-‘Allamah Al-Wushabi di hadapan beliau, maka sering sekali beliau mengarahkan jawaban atas berbagai pertanyaan kepada Asy-Syaikh Al-Wushabi, sementara beliau sendiri sebagai pendengar (atas jawaban Asy-Syaikh Al-Wushabi). Bahkan suatu kali beliau berkata dalam pelajaran umum : “Kalau seandainya pemerintah Yaman mau objektif niscaya mereka akan menjadikannya (yakni Asy-Syaikh Al-Wushabi) sebagai mufti negeri Yaman.”

Pujian Al-Imam Al-Wadi’i terhadap salah seorang tokoh besar dari para tokoh Ahlus Sunnah ini sudah sangat terkenal.

Bagaimana tidak, sementara Asy-Syaikh Al-Wushabi adalah teman seangkatan beliau (Al-Imam Al-Wadi’i) dalam masa-masa belajar beliau?!

Bagaimana tidak demikian, sementara Al-‘Allamah Al-Wushabi adalah orang pertama yang menolong dan membantu beliau dalam menyebarkan Dakwah Salafiyyah di negeri Yaman, ketika belum didapati seorang ‘ulama ahlus sunnah pun di negeri Yaman selain beliau berdua?!

Bahkan para masyaikh sunnah lainnya di negeri Yaman ketika itu tidaklah mereka rihlah menuntut ilmu kepada Al-Imam Al-Wadi’i, sementara Al-‘Allamah Al-Wushabi ketika itu sudah menjadi teman beliau, pembela beliau, dan tangan kanan beliau pada saat Al-Imam Al-Wadi’i berada dalam kondisi paling membutuhkan bantuan untuk menyebarkan Dakwah Salafiyyah di Yaman yang ketika itu dipenuhi dengan paham syi’ah dan tashawwuf.

Bahkan sesungguhnya Al-‘Allamah Al-Wushabi adalah orang pertama yang membantu Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah mendirikan ma’had Darul Hadits di Dammaj. Tidak ada yang membantu Asy-Syaikh Muqbil untuk mengajari para thullab dan menggantikan beliau mengajar tatkala beliau keluar berdakwah atau tatkala beliau sakit, kecuali Al-‘Allamah Al-Wushabi. Jadi beliau adalah orang pertama yang menggantikan dan membantu Asy-Syaikh Muqbil dalam mengajar para thullab, yang sekarang sebagian dari mereka sudah menjadi termasuk jajaran para masyaikh sunnah di negeri Yaman. Maka bagaimana Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah akan melupakan jasa yang sangat besar ini?!!

Al-Imam Al-Wadi’i, karena sangat besarnya pemuliaannya terhadap saudaranya Al-‘Allamah Al-Wushabi hafizhahullah, beliau (Al-Imam Al-Wadi’i) pernah murka dan marah besar ketika ada orang yang berani menyentuh pribadi mulia Al-‘Allamah Al-Wushabi hafizhahullah.

Tatkala seorang hizbi sesat bernama ‘Aqil Al-Maqthari hendak menuntut Al-‘Allamah Al-Wushabi karena beberapa perkara, maka Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah marah besar. Beliau langsung mengeluarkan kaset khusus, direkam pada pelajaran antara maghrib dan ‘isya, di dalamnya beliau rahimahullah merendahkan Al-Maqthari dengan serendah-rendahnya. Beliau berseru tiga kali dengan suara beliau yang tinggi, sampai suara beliau sangat keras dan sampai tampak urat leher beliau,  ” ‘Aqil Al-Maqthari semoga Allah menumpahkan darahnya, ‘Aqil Al-Maqthari semoga Allah menumpahkan darahnya, ‘Aqil Al-Maqthari semoga Allah menumpahkan darahnya, dia telah berani lancang menuntut Abu Ibrahim (yakni Al-‘Allamah Al-Wushabi).”

Padahal ketika itu Al-Imam Al-Wadi’i menyalahkan Al-‘Allamah Al-Wushabi dalam perkara yang tengah terjadi itu, yang kemudian setelah itu Al-‘Allamah Al-Wushabi pun rujuk dari kesalahan tersebut.

Maka bagaimana kalau Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah melihat apa yang dilakukan oleh segelintir orang, yaitu kelancangan orang-orang dungu dan anak-anak ingusan, dari kalangan para penya’ir dan para penulis malzamah, yang mereka telah berani menyentuh kehormatan kekasih dan teman dekat beliau, sekaligus orang pertama yang membantu beliau dalam menyebarkan Dakwah dan pendirian ma’had Darul Hadits Dammaj, Al-‘Allamah Al-Wushabi?!!

Bagaimana sikap beliau jika mengetahui hal itu?!! [1]

Adapun pujian Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah dalam berbagai kaset dan tulisan beliau terhadap teman dekat dan kekasihnya serta ‘ulama Ahlus Sunnah paling mulia setelah beliau, yakni Al-‘Allamah Al-Wushabi, maka sangat banyak.

Tidaklah Asy-Syaikh Muqbil menyebutkan nama ‘ulama Ahlus Sunnah dalam kaset-kaset dan kitab-kitab beliau, kecuali beliau juga menyebutkan Al-‘Allamah Al-Wushabi termasuk dalam deretan para ‘ulama tersebut. Dalam Tuhfatul Mujib (pertanyaan no. 210) Al-Imam Al-Wadi’i menyebutkan beliau termasuk jajaran para ‘ulama kibar. Beliau rahimahullah berkata : “Sebagaimana telah kami katakan sebelumnya, tulisan-tulisan para ‘ulama kibar, seperti Asy-Syaikh Al-Albani, Asy-Syaikh Bin Baz, dan para ‘ulama yang semisal mereka berdua, seperti Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab.”

Kami di sini tidak hendaknya menyebutkan semua pujian Al-Imam Al-Wadi’i terhadap beliau. Yang telah disebutkan di atas sudah cukup, bahkan lebih. Namun dalam rangka memberikan faidah, saya sebutkan sedikit yang bisa menjadi dalil atas segala yang berikutnya. Di antaranya :

Pujian Al-Imam Al-Wadi’i terhadap beliau : “Muhammad bin ‘Abdil Wahhab, Syaikh dalam bidang tauhid, hadits, fiqh, akhlaq utama, zuhd, dan sifat wara’. Beliau seorang murabbi (pendidik) yang penyayang, seorang da’i kepada persatuan kalimat kaum muslimin, pemberi peringatan dari bahaya hizbiyyah yang berbahaya. Beliau seorang yang penyabar dalam kondisi faqir dan genting, seorang yang bijak dalam dakwah, mencintai salaful ummah, membenci ahlul bid’ah yang masing-masing sesuai dengan tingkat bid’ahnya.”

Pujian Al-Imam Al-Wadi’i dalam muqaddimah beliau terhadap kitab Al-Qaulul Mufid:

“Adapun Abu Ibrahim, beliau adalah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab tampil menegakkan ta’lim, dakwah ilallah, dan menulis. Sungguh Allah telah mengaruniakan kepadanya kesabaran dalam segenap bidang dan menguasainya. Dan yang telah membantu saudara kita Abu Ibrahim untuk senantiasa kontinyu dalam menuntut ilmu dan menyebarkannya, adalah sifat zuhdnya –hafizhahullah- dalam kehidupan dunia dan konsentrasi penuhnya dalam ilmu dan taklim. Sehingga jadilah beliau hafizhahullah sebagai marja’ (rujukan) yang dijadikan pegangan dalam berbagai fatwa dan pendapatnya. Itu termasuk karunia Allah atas beliau, dan keutamaan/karunia itu hanya milik Allah semata. Kelebihan-kelebihan beliau antara lain :

  1. Kecintaannya yang sangat besar terhadap sunnah.
  2. Sangat mementingkan bidang aqidah.
  3. Pemahaman yang tepat dalam istinbath faidah-faidah.
  4. Kebencian yang sangat besar terhadap hizbiyyah tulen yang memecah belah barisan kaum muslimin.
  5. apabila telah jelas padanya kebenara, maka beliau memegangnya kuat-kuat, dan tidak peduli dengan yang menyelisihinya siapapun orangnya. Demikianlah semestinya sifat seorang thalibul ‘ilmi.
  6. Kecintaan yang sangat besar terhadap sunnah, dan kebenciaan terhadap para pengusung bid’ah.
  7. Sifat tawadhu’, lembut, bijak, dan tenang. Sungguh beliau telah diberi taufiq oleh Allah untuk bisa bersifat demikian, sehingga beliau dicintai oleh para thalabatul ‘ilmi dan orang-orang awam.

Saya memohon kepada Allah Yang Maha Agung agar memberikan manfaat kepada Islam dan kaum muslimin, sesungguhnya Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah pernah ditanya tentang apa yang beliau nasehatkan kepada para pemuda di negeri Tuhamah?

Beliau menjawab : “Saya nasehatkan kepada mereka untuk berkumpul bersama saudara-saudara mereka para ahlus sunnah. Di tengah-tengah mereka ada Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab, seorang yang sangat paham dan mengerti tentang hizbiyyah.” (Tuhfatul Mujib pertanyaan no. 189).

Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah juga berkata dalam Gharatul Asyrithah (I/228): “Tulisan-tulisan Al-Akh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab hafizhahullah menunjukkan akan pemahamannya yang sangat sangat dalam, jazahullah khairan.”

Sungguh telah benar Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah, sungguh dalam fitnah ini telah tampak nyata bagaimana pemahaman Al-‘Allamah Al-Wushabi yang sangat mendalam, membuat akal-akal ini terkagum-kagum, yang menunjukkan akan kekokohan dan kemapanan ilmu beliau hafizhahullah.

Al-‘Allamah Al-Wushabi adalah marja’iyyah (tempat rujukan) para ‘ulama Yaman sepeninggal syaikh (guru) mereka yang pertama (yakni Asy-Syaikh Muqbil).

Setelah wafatnya Al-Imam Muqbil Al-Wadi’i rahimahullah, para ‘ulama Ahlus Sunah di negeri Yaman sepakat, bahwa marja’iyyah sekaligus orang yang berposisi sebagai al-walid (bapak/orang tua) bagi mereka adalah Al-‘Allamah Al-Wushabi hafizhahullah. Dengan tegas Asy-Syaikh Muhammad Al-Imam hafizhahullah mengatakan lebih dari sekali : “Marja’iyyah kami sepeninggal syaikh kami (yakni Asy-Syaikh Muqbil) adalah Asy-Syaikh Al-Wushabi.”

Hal yang sama juga ditegaskan oleh Asy-Syaikh Al-Bura’i dan Asy-Syaikh Adz-Dzamari hafizahumullah.

Asy-Syaikh Al-Wushabi adalah senior mereka dalam umur dan ilmu, sekaligus orang yang paling kuat kejernihan akalnya. Bahkan beliau adalah syaikh (guru) mereka yang kedua setelah Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah.

Di antara sebab diboikotnya Abul Hasan Al-Ma`ribi sang mubtadi’ sesat, yang telah ditandatangani oleh para masyaikh sunnah Yaman ketika itu adalah, sebagaimana mereka ucapkan dalam pernyataan mereka :

“Di antara sebab pemboikotan adalah celaan Abul Hasan terhadap para ‘ulama Ahlus Sunnah, bahwa mereka adalah musuh atau muqallid (orang-orang yang bertaqlid). Di antara contohnya adalah ketika Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab Al-Wushabi berjumpa para masyaikh lainnya di kota Ma`rib, maka Abul Hasan berkata kepada Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab : ‘Engkau senior kami dan orang tua kami. dulu aku mengatakan sebelum wafatnya Asy-Syaikh Muqbil, kalau Allah telah menaqdirkan atas Asy-Syaikh Muqbil kematian, maka niscaya kami semua akan datang kepada engkau di Al-Hudaidah dan meletakkan tangan-tangan kami di atas tanganmu.’

Namun tatkala terbit tujuh kaset Abul Hasan, yang kemudian ternyata Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab memandang bahwa langkah positif adalah menghentikan kaset-kaset tersebut, maka serta merta Abul Hasan menjadikan beliau sebagai musuhnya.”

Maka perhatikan, betapa miripnya kejadian dalam fitnah sekarang dengan fitnah sebelumnya.

Demikianlah sekilas tentang kedudukan Al-‘Allamah Al-Wushabi di mata Al-Imam Al-Wadi’i dan para ‘ulama Ahlus Sunnah negeri Yaman.

* * *

Adapun kedudukan Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab hafizhahullah di hadapan Al-Hajuri dan para pengikut setianya adalah sangat hina dan tidak berharga sama sekali. Allahul Musta’an. Bagi mereka Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab sudah menyimpang dalam ilmu dan dakwahnya, yang pantas ucapannya untuk dikencingi!!

Ya, inilah pendidikan yang ditanamkan oleh Al-Hajuri terhadap para muridnya. Al-Hajuri mengasuh para muridnya dengan ucapan kasar dan lancang :

نحن نعرف هزلك العلمي في كتاباتك، وفي محاضراتك وفي دعوتك

“Kami tahu kelemahan kamu dari sisi keilmuan, baik dalam karya-karya tulismu maupun ceramah-ceramah dan da’wahmu.”

لا ترجف علي أنت ولا غيرك

“Janganlah engkau membuat kebohongan atas namaku, baik engkau atau pun selain engkau!”

Al-Hajuri juga mengatakan :

وأما أن يعني أوراق وتجمعات وفلان وهكذا من هنا ونحن ضدك، بل عليه هذا الكلام، بل عليه !!

“Adapun berbagai kertas (hasil kesepakatan) dan berbagai pertemuan, dan fulan dari sini, dan kami bertentangan dengan anda, maka KENCINGI saja pembicaraan seperti ini! KENCINGI saja!” [dinukil dari kasetnya yang berjudul Laftul Amjad]

Kita berlindung kepada Allah U dari lisan yang kasar dan kotor.

Al-Hajuri juga berkata :

ما أريد الرد على الشيخ محمد بن عبد الوهاب وإلا فقد كثرت تخليطاته في الآونة الأخيرة !!

“Saya tidak ingin membantah Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhâb, tetapi sungguh telah banyak kekacauannya pada waktu-waktu terakhir ini.!!”

Al-Hajuri berani berkata tentang beliau :

فإنه في الآونة الأخيرة ما صار مقبلا حتى على طلب العلم، محاضرات مكررة!!

“Sesungguhnya dia pada waktu-waktu terakhir ini tidak lagi bersungguh-sungguh, bahkan dalam masalah menuntut ilmu, berbagai ceramahnya hanya berulang-ulang!!

Al-Hajuri juga mengatakan :

وهذه أيضا النصيحة الأولى!، وبعدها أشد منها!، وسترى يا شيخ محمد، أتحداك، إن كنت ما أنت واقف عند حدك، أنت أو غيرك!! . كلام فارغ، ينصب نفسه علينا أنه ابن باز!

“Ini juga sebagai nasehat pertama! Untuk berikutnya lebih keras dari nasehat pertama ini! Sungguh kamu akan melihat wahai syaikh Muhammad, aku menantangmu, jika kamu tidak berhenti, kamu ataupun selainmu!! Omong kosong. Sok memposisikan dirinya sebagai Ibnu Baz di hadapan kami!

Bahkan Al-Hajuri pun nekat mengatakan :

وَالشَّيْخُ مُحَمَّدٌ هُوَ الكَذَّابُ!! هَداه الله!!

“Dan Asy-Syaikh Muhammad adalah seorang pendusta! Hadahullah.”

Cuplikan-cuplikan kata-kata pedas dan keji di atas, bisa didengar dari kaset-kaset Al-Hajuri berikut :

–          Laftul Amjad …

–          Nashihatul Ahbab …

–          Daf’ul Irtiyab

Atau bisa didengar di sini


[1] Seperti penulis malzamah berjudul Al-Waqifah, yang berani lancang menyatakan bahwa Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab termasuk musuh-musuh sunnah!! Si penulis ini juga berani mengkritisi dan mencari-cari ‘kesalahan’ kitab kumpulan nasehat para ‘ulama yang dikumpulkan oleh Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab. Perhatikan fanatikus Al-Hajuri ini, tidak bisa mengambil ibrah dari nasehat para ‘ulama kibar kecuali hanya justru menambah dosa dan penyimpangan dia dengan mengkritisi dan membantah nasehat tersebut.

Penulis lainnya lagi, mencari-cari ‘kesalahan” Asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab dan menyatakannya sebagai jinayah terhadap prinsip-prinsip salafiyyah.

Seperti inilah kurang lebih kondisi para fanatikus Al-Hajuri, mirip. Baik dari Yaman, Indonesia, atau lainnya, yaitu tidak bisa mengambil ibrah dari nasehat para ‘ulama kibar kecuali hanya justru menambah dosa dan penyimpangan dia dengan mengkritisi dan membantah nasehat tersebut. Karena memang demikianlah didikan dan tarbiyyah syaikh (guru) mereka. Allahul Musta’an.

Terbaru

Satu komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button