Menjawab Yahya Al-Hajuri

KRITIK TAJAM TERHADAP ASY-SYAIKH AL-HAJURI (4)

KESALAHAN – KESALAHAN FATAL AL-HAJURI DALAM AQIDAH DAN MANHAJ

untitled6

ماذا ينقمون على الشيخ الحجوري؟؟ ( الجزء الرابع )

pdf_icon abdullah bin rabi4

Pada seri ke-4 kritik ilmiahnya ini, ‘Abdullah bin Rubayyi As-Salafy mengajak kita untuk menengok sisi lain dari fitnah Al-Hajuri yang tengah berkobar di Yaman. Penulis membukakan untuk para pembaca sekalian file-file lain dari berbagai ucapan dan sepak terjang Al-Hajuri. Yaitu file-file yang terkait dengan ketergelinciran ilmiah dan keganjilan paham Al-Hajuri. Juz ke-4 ini selesai ditulis pada hari Jum’at 28 Sya’ban 1428 H dengan sub judul :

الكواشف الجلية لبعض أخطاء الحجوري العقدية والمنهجية

“Penyingkapan yang Nyata atas Beberapa Kesalahan Al-Hajuri dalam Aqidah dan Manhaj”

Dalam waktu singkat Al-Hajuri bisa naik ke kursi Asy-Syaikh Muqbil Al-Wadi’i rahimahullah menggantikan posisi beliau. Maka serta merta semua pandangan tertuju padanya. Dia mengira bahwa dirinya punya kemampuan untuk berfatwa, menjawab berbagai problem kontemporer, dan kritik terhadap para ‘ulama dakwah salafiyyah. Namun ternyata ia masuk dalam lautan yang sangat luas ini dalam keadaan tidak berbekal pondasi yang kokoh. Ternyata ilmu dan kemampuannya masih sangat rapuh.

Dari sini ia menghadapi dua dilema :

–          antara ia berpenampilan sesuai dengan kadar keilmuan dan pemahamannya. Dengan ini akan terlihatnya sejauh mana bobot dan kapasitasnya di antara aqran dan para muridnya.

–          Atau ia memaksakan diri untuk bernampilan seperti figur Asy-Syaikh Muqbil, yang tentu saja bobot dan kapasitasnya masih sangat jauh di bawah beliau.

Ternyata Al-Hajuri memilih yang kedua. Maka jadilah itu sebagai sumber kehancurannya.

Sebagaimana disebutkan dalam kaidah yang sangat terkenal bahwa :

من استعجل الشيء قبل أوانه عوقب بحرمانه

“Barangsiapa terburu-buru meraih sesuatu sebelum waktunya, maka ia dihukum dengan terhalangi dari sesuatu tersebut.”

Tatkala Al-Hajuri terburu masuk dalam pintu fatwa, padahal kapasitas dan bobotnya belum memadai, maka ia terhalangi dari taufiq dan ketepatan dalam banyak jawaban dan fatwanya. Di antaranya adalah yang berhasil diungkap dalam risalah kritik ilmiah juz ke-4 ini. Terbukti betapa orang yang selama ini dikagumi, dielu-elukan oleh para muridnya, bahkan digelari sebagai Imamuts Tsaqalain, ternyata sangat lemah ilmunya dalam bidang tauhid dan aqidah. Seorang yang banyak dipuji sebagai ahlul hadits, ternyata banyak kesalahannya dalam bidang manhaj.

Sungguh Al-Hajuri telah banyak mempermainkan prinsip-prinsip manhaj dan aqidah Ahlus Sunnah. Maka sudah sepantas jika ada peringatan atas thariqah dan manhajnya yang berbahaya tersebut. Sebagaimana ia telah banyak mengkritik pihak lain atas berbagai hal yang ia anggap salah, yang dilakukan dengan cara yang sangat kasar dan tidak sopan, bahkan tidak jarang diiringi dengan pelecehan.

Kesalahan-kesalahan Al-Hajuri dalam aqidah dan manhaj bukan sekadar tuduhan belaka. penulis membeberkan beberapa kesalahan-kesalahan tersebut dengan menunjukkan bukti yang bisa dipertanggungjawabkan. Tidak hanya sampai di situ, dengan gaya penulisan yang ilmiah serta pemaparan yang sangat argumentatif penulis membantah dan meluruskan berbagai kesalahan tersebut, diiringi dengan penukilan penjelasan para ‘ulama lengkap dengan penyebutan sumber rujukannya.

Metode penulis adalah menyebutkan poin kesalahan, kemudian menyebutkan bukti dari ucapan Al-Hajuri baik berupa rekaman suara atau pun sumber tulisan. Jika berupa rekaman suara, maka disajikan transkrip ucapannya diiringi penyebutan judul kasetnya. Baru kemudian penulis menyajikan bantahan ilmiahnya. Sehingga ditengah-tengah pemaparan kesalahan-kesalahan Al-Hajuri berikut bantahannya oleh penulis, kita mendapatkan faidah-faidah ilmiah dalam bidang aqidah, manhaj, adab, dll.

Di antara kesalahan-kesalahan Al-Hajuri yang diungkap dalam juz ke-4 sebagai berikut :

1. Al-Hajuri mengatakan bahwa Fir’aun dan orang-orang kafir berdakwah kepada Tauhid Rububiyyah!!

–          penulis membantahnya dari dua sisi

2. Al-Hajuri mengatakan bahwa Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam telah salah.

Transkrip ucapan Al-Hajuri bisa dilihat pada halaman 5-6

Yang bersumber dari kaset Al-Hajuri yang berjudul

Atau bisa didengar langsung di sini

Pernyataan Al-Hajuri ini mengandung kesalahan-kesalahan ilmiah dan kesalahan yang terkait dengan adab :

a. Tidak beradab dalam berbicara kepada Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam.

b. Menyelisihi metode para ‘ulama ahli tafsir yang sangat berhati-hati untuk tidak mengatakan secara terang-terangan menyatakan Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam salah, dan agar tidak menyentuh kehormatan pribadi beliau yang mulia atau mengurangi kedudukan beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam.

c. Ini merupakan bentuk keganjilan dan kelancangan Al-Hajuri. Tidak ada seorang ‘ulama pun yang berani menyatakan itu bahwa Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam telah salah dalam dakwahnya.

Tak ketinggalan pula, penulis membantah pihak-pihak yang menyatakan bahwa Al-Hajuri telah rujuk dari ucapannya tersebut.

3.  Al-Hajuri mengatakan bahwa orang-orang munafiq termasuk murid-murid Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam. Dan sebagian khawarij termasuk murid-murid para shahabat Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam.

    4.  Al-Hajuri mengatakan bahwa paham Murjiah telah ada pada masa shahabat Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam. Sungguh betapa lancang dan betapa keji ucapan ini. Bisa jadi Al-Hajuri tidak mengerti betapa jeleknya paham murjiah, atau bisa jadi dia tidak meyakini tentang keutamaan para shahabat Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam.

      –          Merupakan aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah bahwa para shahabat adalah generasi pilihan Allah sekaligus generasi terbaik dan paling utama di umat ini.

      –          Para ‘ulama telah menegaskan bahwa pada generasi shahabat tidak terdapat bid’ah sama sekali, tidak pula muncul bid’ah darinya.

      Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah menegaskan :

      فأما الأعصار الثلاثة المفضلة فلم يكن فيها بالمدينة النبوية بدعة ظاهرة البتة ولا خرج منها بدعة في أصول الدين البتة كما خرج من سائر الأمصار) [مجموع الفتاوى20/ 300 ]

      “Adapun 3 kurun yang utama, maka tidak ada pada mereka di Madina An-Nabawiyyah satu bid’ah yang tampak sama sekali, tidak pula keluar darinya bid’ah dalam prinsip agama sama sekali, sebagaimana telah muncul dari segenap kurun lainnya.”

      –          Bagaimana bisa Al-Hajuri menisbahkan paham murji’ah kepada para shahabat Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam, padahal paham tersebut merupakan di antara paham yang paling jelek dan paling berbahaya. Di antaranya sebagaimana ditegaskan oleh Az-Zuhri :

      ما ابتدعت في الإسلام بدعةٌ هي أضر على أهله من هذه – أي الإرجاء-

      “Tidaklah diperbuat suatu bid’ah dalam Islam yang lebih berbahaya terhadap para pemeluknya dibanding bid’ah ini – yaitu murji’ah- ”

      5.  Al-Hajuri mengatakan bahwa yang pertama kali mengucapkan bid’ah murji’ah adalah shahabat Qudamah bin Mazh’un

        Transkrip rekaman ucapan Al-Hajuri ini bisa dilihat pada halaman 13

        Atau bisa didengar langsung di sini (irja di shahbt )

        Penulis membantah kesalahan aqidah sekaligus kesalahan manhaj ini dari beberapa sisi :

        a.      Ini merupakan ucapan yang tidak beradab kepada shahabat Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam. Terkhusus kepada shahabat yang mulia Qudamah bin Mazh’un Radhiyallah ‘anhu. Padahal beliau adalah termasuk dari kalangan as-sabiqunal awwalun yang telah berhijrah 2 kali (ke Habasyah dan ke Madinah), ikut dalam perang Badr, perang Uhud, perang Khandaq, dll.

        Ibnu Hazm rahimahullah menegaskan :

        أما قدامة فبدريٌ مغفورٌ له بيقين مرضيٌ عنه، وكل من تيقنا أن الله عز وجل رضي عنه وأسقط عنه الملامة ففرضٌ علينا أن نرضى عنه، وأن لا نعدد عليه شيئا، فهو عدلٌ بضرورة البرهان القائم على عدالته من عند الله عز وجل، وعندنا وبقوله عليه السلام: إن الله اطلع على أهل بدرٍ فقال: ( اعملوا ما شئتم فقد غفرت لكم ) . [ الإحكام 2/84 ]

        b.      Pernyataan ini merupakan salah satu keganjilan dan keajaiban yang muncul dari Al-Hajuri. Pernyataan ini tidak pernah diucapkan oleh seorang pun dari kalangan ‘ulama Ahlus Sunnah. Yang ada justru para ‘ulama menyebutkan siapa orang pertama kali pencetus paham murji’ah, yang ternyata dari generasi setelah generasi para shahabat. Maka dinukilkan oleh penulis pernyataan para ‘ulama dalam masalah ini, di antaranya Asy-Syihristani menyatakan bahwa orang pertama yang menyatakan paham murjiah adalah Ghailan Ad-Dimasyqi. Sementara itu Syaikhul Islam dalam Fatawa-nya menyebutkan Hammad bin Abi Sulaiman.

        c.      Al-Hajuri mengklaim bahwa pernyataannya itu bersumber dari penjelasan Syaikhul Islam dalam majmu’ul fatawa dan dari Ibnu Abi ‘Izz dalam Syarh Ath-Thahawiyyah. Maka dibuktikan secara ilmiah dan meyakinan oleh ‘Abdullah bin Rubayyi’ bahwa klaim Al-Hajuri tersebut dusta belaka atau kalau tidak pemahaman yang tidak benar dari Al-Hajuri terhadap penjelasan Syaikhul Islam.

        Pembaca bisa mengikuti ulasan ilmiah dalam masalah ini sejak halaman 13-15. Sebelumnya penulis juga telah mengupas permasalahan ini pada juz ke-2.

        Kritik ilmiah dalam permasalahan ini, juga disajikan oleh ‘Abdurrahman bin Ahmad Al-Barmaki dalam :

        alentesar1

        yang berjudul : الانتصار للصحابة الأخيار (الحجوري والإرجاء)

        6.  Al-Hajuri menyebutkan kesalahan-kesalahan para shahabat Nabi Shallahu ‘alaihi wa Sallam secara berentet. Hal itu sebagaimana ia tuliskan dalam kitab karyanya yang berjudul Ahkamul Jumu’ah pada halaman 305 – 306. tidak kurang dari 16 kesalahan ia sebutkan. Itu pun masih ia akhiri dengan ucapannya bahwa yang ia sebutkan itu baru sedikit dari banyak kejadian dari para shahabat radhiyallah ‘anhum.

          Cara Al-Hajuri ini jelas-jelas bertentangan dengan manhaj Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang mengharuskan untuk tidak berbicara tentang kesalahan yang terjadi pada para shahabat. Tidaklah menyebut para shahabat kecuali dengan kebaikan.

          Kemudian ‘Abdullah bin Rubayyi’ menyebutkan penukilan dari para ‘ulama kibar dari kalangan mutaqaddimin tentang permasalahan ini. Termasuk juga menyebutkan pernyataan Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi hafizhahullah. Beliau berkata :

          وإذا كان الله قد رضي الله عنهم وزكاهم هذه التزكية ورضي عمن تابعهم بإحسان فما الذي يدخلك في الكلام في الصحابة والبحث عن أخطائهم وعما شجر بينهم ما الداعي لهذا البحث؟!

          Kalau ada yang mengatakan bahwa alasan Al-Hajuri menyebutkan rentetan kesalahan-kesalahan tersebut adalah sekadar sebagai contoh dan bukti bahwa para shahabat tidaklah ma’shum.

          Maka secara ilmiah dan argumentif syubhat atau alasan ini dibantah oleh penulis, bahwa itu bukanlah alasan yang bisa diterima. Kemudian penulis menukil pernyataan indah dari As-Suyuthi rahimahullah dalam Tarikh Al-Khulafa’ hal. 156 :

          هذا كله كلام ابن سعد، وقد أحسن في تلخيصه هذه الوقائع ولم يوسِّع فيها الكلام كما صنع غيره، لأن هذا هو اللائق بهذا المقام، قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : إذا ذُكر أصحابي فأمسكوا

          “Ini semua adalah penjelasan Ibnu Sa’d, sungguh bagus beliau dalam penyebutan singkat atas kejadian-kejadian tersebut dengan tanpa berpanjang lebar dalam penjelasan sebagaimana telah dilakukan oleh selainnya. Inilah yang memang sudah sepantas dalam posisi ini. Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : “Apabila disebut tentang para shahabatku, maka diamlah kalian.”

          Sungguh sangat berbeda antara thariqah para ‘ulama dengan thariqahnya Al-Hajuri. Sungguh dengan caranya tersebut, Al-Hajuri telah membantu para ahlul bid’ah dan hizbiyyun untuk menikam dan mencela para shahabat.

          7.   Di antara kesalahan-kesalahan yang direntet oleh Al-Hajuri dalam Ahkamul Jumu’ah di atas, ia mengatakan bahwa di antara para shahabat ada yang terlibat dalam pembunuhan Amirul Mu’minin ‘Utsman bin ‘Affan radhiyallah ‘anhu.

            Bahkan perkataan Al-Hajuri tersebut juga terekam. Bisa didengar secara langsung di sini

            Sungguh ini merupakan kesalahan fatal dari Al-Hajuri. Perlu diperhatikan bahwa :

            a.      orang-orang yang terlibat dalam pembunuhan Amirul Mu’minin ‘Utsman bin ‘Affan bukanlah orang-orang baik. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh para ‘ulama, di antaranya oleh Syaikhul Islam :

            “Sesungguh orang-orang terbaik dari kaum muslimin tidak ada seorang pun dari mereka yang terlibat dalam darah ‘Utsman, tidak pula dalam peristiwa pembunuhannya dan tidak pula perintah untuk membunuhnya. Hanyalah yang membunuh ‘Utsman adalah sekelompok para perusak di muka bumi, atau kabilah-kabilah yang jahat, atau para ahlul fitan.” [Minhajus Sunnah IV/323]

            b.      Para ‘ulama juga telah menegaskan bahwa para shahabat semuanya sama sekali tidak ada yang terlibat dalam pembunuhan Amirul Mu’minin ‘Utsman bin ‘Affan. Di antaranya sebagaimana ditegaskan oleh Ibnul ‘Arabi dalam Al-‘Awashim minal Qawashim.

            c.      Kemungkinan sandaran Al-Hajuri dalam melancarkan tuduhan keji ini adalah adanya beberapa riwayat bahwa Muhammad bin Abi Bakr telah terlibat dalam pembunuhan ‘Utsman.

            Maka dengan argumentasi yang kokoh, ‘Abdullah bin Rubayyi’ membantah alasan tersebut, yaitu dari dua sisi :

            –          Pertama : bahwa secara ilmiah terbukti bahwa Muhammad bin Abi Bakr tidak termasuk dalam jajaran para shahabat. Penulis menyebutkan pernyataan beberapa ‘ulama yang menegaskan hal tersebut, di antaranya Al-‘Iraqi, Ibnu Taimiyyah, Ibnu Katsir.

            –          Kedua : Kalau pun benar Muhammad bin Abi Bakr termasuk dalam jajaran para shahabat Nabi, maka perlu diketahi bahwa riwayat yang menyebutkan Muhammad bin Abi Bakr terlibat dalam pembunuhan ‘Utsman adalah riwayat yang tidak benar. Secara ilmiah hal ini dibuktikan oleh penulis lengkap dengan penukilan dari para ‘ulama.

            8.      Al-Hajuri mengatakan bahwa celaan terhadap para shahabat termasuk dalam ikhtilaful Afham (yakni perkara Ijtihadiyyah).

            9.      Pernyataan Al-Hajuri bahwa Ahlus Sunnah merupakan kelompok yang paling dekat kepada kebenaran.

            Dari bantahan ilmiah yang disajikan oleh ‘Abdullah bin Rubayyi’ dalam masalah ini, sangat tampak pada kita sungguh betapa rapuhnya pondasi keilmuan dan manhaj Al-Hajuri. Bagaimana ia bisa tergelincir dalam permasalahan yang sangat sensitif ini.

            Al-Hajuri telah banyak kegoncangan dan berbolak-balik dalam masalah ini. Pada Ramadhan 1422 dalam kaset Tabyinul Kadzib wal Minn, Al-Hajuri menegaskan ucapannya bahwa Ahlus Sunnah adalah kelompok yang paling dekat kepada Al-Haq, seraya menegaskan bahwa itu merupakan pernyataan Asy-Syaikh Muqbil, dan ini terkenal dari beliau.

            Namun pada 25 Syawwal 1423 dalam kaset bantahannya dia menyatakan terhadap pihak yang mengkritiknya atas ucapannya di atas, bahwa pihak tersebut telah berdusta atas nama dirinya. Dalam kaset tersebut Al-Hajuri menegaskan bahwa Ahlus Sunnah adalah ahlul haq.

            Namun pada bulan Rajab tahun 1429 H, Al-Hajuri mengeluarkan tulisan khusus bantahan terhadap Asy-Syaikh ‘Ubaid yang telah mengkritiknya atas ucapannya bahwa Ahlus Sunnah adalah kelompok yang paling dekat kepada Al-Haq. Ya, kali ini Al-Hajuri kembali mengatakan bahwa Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah kelompok yang paling dekat kepada Al-Haq.

            Sungguh kasihan para muridnya yang mencatat ‘faidah ilmiah’ dari syaikhnya dalam buku catatan mereka. Mereka bingung, mana yang jadi pegangan, pernyataan syaikhnya ternyata berubah-ubah.

            –    Pada tahun 1422 H syaikhnya mengatakan : (أهل السنة هم أقرب إلى الحق) = Ahlus Sunnah adalah kelompok yang paling dekat kepada Al-Haq.

            –    Pada tahun 1423 H syaikhnya mengatakan : (أهل السنة هم أهل الحق) = Ahlus Sunnah adalah ahlul Haq.

            –    Pada tahun 1429 H syaikhnya mengatakan : (أهل السنة هم أقرب إلى الحق) = Ahlus Sunnah adalah kelompok yang paling dekat kepada Al-Haq.

            Supaya tidak bingung, penulis menasehatkan agar para murid tersebut menuliskan dalam catatannya :

            (أهل السنة هم أقْ للحق)

            أقْ maknanya bisa fleksibel, bisa menjamak dua ucapannya syaikhnya di atas. Jika syaikhnya kembali kepada ucapan yang pertama, maka maknanya adalah :  أقرب, namun jika syaikhnya menyatakan ucapan kedua, maka maknanya adalah : أقوم

            Terlepas dari itu semua, yang jelas Al-Hajuri telah menegaskan ucapannya bahwa : (أهل السنة هم أقرب إلى الحق)

            Maka bantahan atas ucapan tersebut dari beberapa sisi :

            Pertama : Kemungkinan kesalahan pada Al-Hajuri disebabkan karena ia tidak bisa membedakan antara hukum terhadap pribadi-pribadi tertentu dengan hukum terhadap manhaj. Manhaj Ahlus Sunnah adalah manhaj yang haq, tidak ada keraguan atau pun kebimbangan dalam hal ini. Barangsiapa yang meyakini selain keyakinan ini, maka dia telah sesat menyesatkan.

            Adapun pribadi-pribadi, maka mereka berbeda-beda dalam dekat atau jauhnya, sesuai dengan sifat dan tingkah laku mereka. Kemudian penulis menunjukkan jawaban dari Asy-Syaikh Muqbil dan Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin dalam permasalahan ini. Silakan dilihat langsung pada halaman 25.

            Jika Al-Hajuri tetap bersikukuh pada pemahamannya yang salah tersebut, maka dia harus bisa menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan penulis, di antaranya jika ahlus sunnah sekadar kelompok yang paling dekat kepada al-haq, kalau begitu kelompok apakah yang benar-benar di atas al-haq?

            Kedua : Al-Hajuri sendiri telah menjelaskan bahwa kalimat “lebih dekat” menunjukkan keikutsertaan dan ada nilai lebihnya. Artinya pernyataan Al-Hajuri “Ahlus Sunnah adalah kelompok yang paling dekat kepada Al-Haq” konsekuensinya adalah bahwa kelompok-kelompok lain turut serta dengan ahlus sunnah dalam al-haq, hanya saja Ahlus Sunnah memiliki nilai lebih dari mereka, yaitu paling dekat dengan al-haq. Sungguh merupakan ucapan yang batil dan keyakinan yang rusak. Kemudian penulis melengkapi argumentasi ini dengan penukilan dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah.

            Ketiga : Bahwa yang diucapkan oleh Al-Hajuri tersebut jelas bertentangan manhaj ahlus sunnah, baik dulu maupun sekarang. Sudah sangat banyak sekali penegasan para ‘ulama bahwa ahlus sunnah adalah ahlul haq. Penulis menyebutkan penukilan dari sejumlah para ‘ulama besar, baik dulu maupun sekarang, termasuk juga Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin dan Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi!

            Penulis sebenarnya telah mengulas dan membantah secara ilmiah permasalahan pada tulisannya juz ke-2.

            Tulisan ilmiah membantah pernyataan batil Al-Hajuri yang satu ini juga disajikan oleh

            –          ‘Abdurrahman bin Ahmad Al-Barmaki dalam :

            إيضاح الدليل في كشف شُبه الحجوري صاحب البتر والتعطيل


            انقضاض الشهب البخارية على أوكار الحجوري الخلفية

            Dan juga oleh :

            – Syakir bin ‘Abdil ‘Aziz As-Salimi, dengan tajuk :

            تنبيه الخلق على بطلان مقولة الحجوري أن أهل السنة أقرب الطوائف إلى الحق

            10.       Al-Hajuri tidak membedakan antara Ahlul Bid’ah yang da’i dengan yang bukan da’i

            Pernyataan yang sering diulang-ulang oleh Al-Hajuri, dengan cara pengingkaran yang sangat tidak beradab dan tidak sopan. Padahal pembagian, ada ahlul bid’ah yang da’i dan yang bukan da’i, merupakan pembagian yang ma’ruf di kalangan para ‘ulama salaf dan para muhadditsin. Namun Al-Hajuri membantah pembagian tersebut dengan mengatakan sebagai pembagian yang batil, omong kosong dan terus ia ulang-ulang bahwa pembagian tersebut adalah pembagian yang batil.

            Salah satunya adalah yang diucapkan oleh Al-Hajuri dalam salah satu dars (pelajaran)nya yang bisa dibaca transkripnya pada halaman 28-29.

            Atau bisa didengar secara langsung di sini (pembagin ahlul bidah dai – bukn dai omong kosong )

            Maka penulis membongkar dan mendudukan kerancuan pemahaman Al-Hajuri dalam hal ini. Secara ilmiah dan argumentatif, penulis membantahnya dari 7 sisi.

            Pembahasan sejenis, juga disajikan oleh ‘Abdurrahman bin Ahmad Al-Barmaki dalam : كشف الغمامة ببيان حال من دس رأسه في التراب وتشبه بالنعامة

            11.       Al-Hajuri mengatakan bahwa orang homo dan pezina tidak termasuk ahlus sunnah.

            Pernyataan ini terekam dalam kaset, Al-Hajuri telah menegaskan ucapannya tersebut.

            Namun aneh, di kaset lain Al-Hajuri malah berani mengingkari ucapannya tersebut ketika ia dikritik, seraya mengatakan kepada pihak pengkritiknya telah berdusta.

            Penulis membantah pernyataan batil ini dari 5 sisi.

            Pembaca,

            Berbicara tentang kesalahan ilmiah Al-Hajuri dalam masalah manhaj dan aqidah sangat banyak. Namun penulis mencukupkan dengan 11 poin di atas, karena :

            –          mencukupkan pada permasalahan yang terbesar dan paling berbahaya

            –          mencukupkan pada ucapan yang ada bukti rekaman suara Al-Hajuri langsung.

            Kesalahan-kesalahan yang tidak terekam sangat banyak, namun sengaja tidak dimaksudkan dalam tulisan ilmiah ini.

            Kesalahan-kesalahan Al-Hajuri di atas telah diringkas dalam tulisan berjudul

            هذا هو اعتقاد الحجوري ياعلماء أهل السنة !!!!

            Terakhir, penulis menutup tulisannya ini dengan fatwa Asy-Syaikh Al-‘Allamah Shalih bin Fauzan Al-Fauzan sekitar 6 tahun lalu :

            معلم قال لطلابه هذه الأقوال :

            أولا : أن الله استوى على العرش من غير مماسة ثم تراجع. وقال أخطأ النبي r في قصة ( عبس وتولى ) ثم تراجع. وقال : ونسب لشيخ الاسلام القول بالتسلسل ثم تراجع، وهكذا عدت أخطاء ويتراجع، فهل يدرس عند مثل هذا الشيخ؟

            الجواب : هذا مشكك، يشكك الناس في أمور عقيدتهم، ولا يجوز أن يدرس عنده، ولا أن يتلقى العلم منه لأن هذا من أهل الضلال، يشكك الناس ويظهر عقيدته الباطلة، فاذا رأى الناس استنكروا عليه أظهر التراجع خديعة، فلا يجوز قبول هذا الشخص ولا التتلمذ عليه، ويجب الحذر منه. [ من دروس الحرم رمضان 1423 هـ ]

            Beliau ditanya : Seorang pengajar mengatakan kepada para muridnya ucapan-ucapan berikut :

            Pertama, bahwa Allah beristiwa’ di atas ‘arsy dengan tanpa menyentuhnya. Kemudian dia rujuk

            Kedua, mengatakan bahwa Nabi telah salah dalam kisah (dalam surat) ‘Abasa wa Tawalla, kemudian dia rujuk.

            Ketiga, menisbahkan kepada Syaikhul Islam al-qaul bit tasalsul, kemudian dia rujuk.

            Demikianlah dia mengulang-ulang kesalahan dan rujuk darinya. Apakah boleh belajar dari syaikh seperti ini?

            Maka Asy-Syaikh Al-Fauzan menjawab :

            Ini adalah orang yang membuat ragu, membuat umat ragu dalam urusan aqidah mereka. Tidak boleh belajar padanya, tidak boleh pula talaqi ilmu darinya, karena dia termasuk ahludh dhalal. Membuat umat ragu. Menampakkan aqidahnya yang batil, namun ketika ia melihat umat mengingkarinya, maka ia menampakkan seolah-olah dirinya telah rujuk untuk mengelabuhi. Maka tidak boleh menerima sosok seperti ini, dan tidak boleh berguru padanya, bahkan wajib waspada darinya!”

            [ ditranskrip dari Durus Al-Haram Ramadhan 1423 H ]

            Terbaru

            Tinggalkan Balasan

            Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

            Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

            Back to top button