Fawaid

Muhadharah Ilmiah Para Masyaikh Ahlus Sunnah (3)

Muhadharah

Asy-Syaikh Khalid bin Dhahwi Azh-Zhafiri hafizhahullah

“KEUTAMAAN ILMU

KEUTAMAAN DAN NILAI PENTING ‘ULAMA,

SERTA PERINGATAN TERHADAP KELOMPOK-KELOMPOK YANG MENINGGALKAN DAN TIDAK MENGHARGAI ‘ULAMA”

Sabtu, 3 Sya’ban 1430 H – 25 Juli 2009 M

(sesi ketiga / sore)

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

بسم الله الرحمن الرحيم

الحمد لله، نحمده ونستعينه ونستغفره، ونعوذ بالله من شرور أنفسنا ومن سيئات أعمالنا، من يهده الله فلا مضل له، ومن يضلل فلا هادي له، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله، أما بعد

فإن أصدق الحديث كلام الله، وخير الهدي هدي محمد صلى الله عليه وسلم، وشر الأمور محدثاتها، فإن كل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة، وكل ضلالة في النار، أما بعد :

Sungguh saya bergembira bisa bertemu dengan saudara-saudaraku pada tahun ini. Kita memohon kepada Allah semoga membalas kebaikan bagi barangsiapa yang menjadi sebab kehadiran kami, dan menjadi sebab terselenggaranya Dauroh yang bermanfaat seperti ini.

Daurah seperti ini, pertemuan seperti ini, atau muhadharah seperti ini, banyak para thalabutl ilmu yang bersemangat dan antusias mendapatkan manfaat darinya, sehingga mereka bisa mendulang lautan ilmu.

Sesungguhnya ilmu merupakan kenikmatan Allah ‘Azza wa Jalla terbesar yang Allah anugerahkan kepada hamba-hamba-Nya. Ilmu termasuk ibadah yang paling afdhal/utama, yang dengannya seorang hamba bertaqarrub kepada-Nya. Oleh karena itu, muhadharah kali ini bertema tentang keutamaan ilmu dan ‘ulama yang berilmu dan mengajari umat, sehingga dengan demikian mereka telah menghilangkan kejahilan/kebodohan dari dirinya sendiri, serta menghilangkan kejahilan dari keluarga, lingkungan, dan umat. Mengajak umat kepada Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, serta kepada manhaj as-salafush shalih. Para ‘ulama tersebut, dan orang yang meniti di atas jalan mereka, yaitu para penuntut ilmu, telah ada pujian atas mereka di dalam Kitabullah dan dalam Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam serta pujian dari para ‘ulama salaf. Para shahabat telah berjalan di atas metode ini, demikian pula segenap para ‘ulama salaf juga berjalan di atas metode ini, semenjak di utusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam –sang pendidik umat pertama kali– hingga  tiba hari Kiamat. Umat telah mempelajari ilmu dan saling mewariskannya pada generasi berikutnya, menukilkan pada generasi berikutnya, demikian seterusnya hingga ilmu tersebut terangkat yang itu merupakan di antara tanda-tanda datangnya Kiamat.

Terdapat beberapa poin tentang keutamaan mereka (para ‘ulama) dalam Al-Qur`an, As-Sunnah, dan pujian para ‘ulama. Ini yang akan kita bicarakan pada poin-poin berikut biidznillah :

* * *

Ayat-ayat tentang keutamaan ilmu sangat banyak, yang menunjukkan kedudukan tinggi ‘ulama. Di antaranya firman Allah :

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ [الزمر/9]

Katakanlah : Apakah sama (antara) orang-orang yang berilmu dengan orang-orang yang tidak berilmu? (Az-Zumar : 9)

Pada ayat ini Allah ‘Azza wa Jalla menegaskan, bahwa orang yang berilmu tidaklah sama dengan orang yang jahil (bodoh). Bahkan orang yang berilmu berada pada kedudukan yang tinggi dan mulia di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala, juga di sisi manusia yang berakal yang menghargai ilmu dan orang yang berilmu.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ [المجادلة/11]

Allah pasti mengangkat orang-orang yang beriman dan memiliki ilmu di antara kalian beberapa derajat. (Al-Mujadalah : 11)

Mereka para ‘ulama berada pada derajat yang tinggi di sisi Allah ‘Azza wa Jalla. Dengan sebab apa? Dengan sebab mereka mengikuti dan mengambil ilmu, semangat untuk mempelajarinya, hingga mereka menjadi termasuk kalangan ‘ulama, yang telah Allah persaksikan bahwa Dia akan meninggikan derajat mereka di Jannah. Demikian juga Allah tinggikan derajat mereka di dunia ini. Karena mereka adalah kaum yang menjauh dari dunia, bahkan mereka menolaknya. Sehingga dunia menjadi hina (bagi mereka). Karena ilmu merupakan sebab terbesar bagi seorang hamba mendapatkan rizki. Ilmu dan mengikutinya merupakan di antara sebab yang dengannya Allah mudahkan rizki bagi seorang hamba di dunia, dan sebab terangkat derajatnya di dunia, demikian juga ketinggian derajat di Jannah, yang setiap mukmin berupaya untuk bisa sampai kepadanya.

Demikian juga Allah menegaskan, bahwa para ‘ulama mereka adalah orang yang memiliki sifat khasyah (takut) kepada Allah. Mereka bergetar dan menangis ketika mendengar dzikir, mereka menangis dan menyungkur sujud kepada Allah ketika mendengar ayat-ayat-Nya. Dengan sebab apa? Dengan sebab ilmu yang bersemayam di hatinya, dan dengan sebab hatinya yang telah dipenuhi oleh ilmu, sehingga berpengaruh pada kekhusyu’an mereka, dan khasyah (takut) mereka kepada Allah. Sehingga mereka menjadi orang-orang yang paling bertaqwa kepada Allah. Allah telah mempersaksikan mereka dengan sifat khasyah. Oleh karena itu Allah befirman :

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ [فاطر/28]

Hanyalah yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya adalah para ‘ulama. (Fathir : 28)

Yang takut kepada Allah dengan sebenarnya hanyalah para ‘ulama, yang berilmu dan mengetahui tentang sifat-sifat Allah, mempelajari nama-nama-Nya, memahami Rububiyyah-Nya, memahami Uluhiyyah-Nya, sehingga dia mentauhidkan Allah dalam ibadah, mentauhidkan Allah dengan tiga jenis tauhid, tidak melakukan kezhaliman (kepada Allah), tidak melakukan kesyirikan, tidak melakukan kebid’ahan, menjauh dari kefasikan semaksimal kemampuannya. Hingga Allah memberinya taufiq sebagai qudwah bagi umat dalam hal khasyyah, ilmu, dan lainnya.

Allah ‘Azza wa Jalla juga berfirman :

قُلْ آَمِنُوا بِهِ أَوْ لَا تُؤْمِنُوا إِنَّ الَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ مِنْ قَبْلِهِ إِذَا يُتْلَى عَلَيْهِمْ يَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ سُجَّدًا (107) وَيَقُولُونَ سُبْحَانَ رَبِّنَا إِنْ كَانَ وَعْدُ رَبِّنَا لَمَفْعُولًا (108) وَيَخِرُّونَ لِلْأَذْقَانِ يَبْكُونَ وَيَزِيدُهُمْ خُشُوعًا (109) [الإسراء/107-109]

Katakanlah: “Berimanlah kalian kepadanya atau tidak usah beriman (sama saja bagi Allah). Sesungguhnya orang-orang yang diberi ilmu sebelumnya apabila Al-Qur`an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud. Dan mereka berkata: “Maha Suci Rabb kami, Sesungguhnya janji Rabb kami pasti dipenuhi”. Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu’. (Al-Isra` : 107-109)

Kenapa Allah menyifati mereka dengan sifat-sifat di atas? Yaitu :

Pertama, mereka beriman kepada Allah dan wahyu yang Allah turunkan

Kedua, apabila datang kepada mereka peringatan dan nasehat mereka sujud kepada Allah karena takut dan bergetar terhadap-Nya, seraya memohon kepada Allah ampunan. Dan mereka mengkhawatirkan diri mereka sendiri.

Itu semua dengan sebab apa yang bersemayam dalam hati mereka berupa ilmu.

Ketiga, mereka mensucikan Allah dari ucapan kufur, bid’ah, ilhad (penyimpangan). Mereka mengatakan, “Maha Suci Rabb kami” yakni Rabb kami Maha Suci dan Maha Qudus. “Sesungguhnya janji Rabb kami pasti dipenuhi”. Yakni janji Rabb kami pasti terwujud, yakni Hari Kiamat. Allah menjanjikan kaum mukminin dengan Jannah. Dan Allah ancam orang-orang kafir dengan adzab yang pedih.

Orang-orang yang berilmu/para ‘ulama mengimani itu semua, dan Allah persaksikan keimanan mereka.

Keempat, Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis. Mereka menangis ketika mendengar Kitabullah, menangis ketika mendengar nasehat dan peringatan, yang itu semua menambah mereka kekhusyu’an di atas kekhusyu’an mereka, menambah iman di atas iman. Oleh karena itu Allah menerima persaksian mereka, dan Dia beristisyhad dengan persaksian mereka, Allah berfirman :

شَهِدَ اللَّهُ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ وَالْمَلَائِكَةُ وَأُولُو الْعِلْمِ [آل عمران/18]

Allah telah bersaksi, dan juga para malaikat dan para ‘ulama bersaksi, bahwa tidak ada yang berhak diibadahi kecuali Dia. (Ali ‘Imran : 18)

Allah beristisytihad (menguatkan peraksian) dengan (persaksian) para ‘ulama atas perkara terbesar untuk dipersaksikan, yaitu mentauhidkan Allah, yang itu adalah makna kalimat La ilaha illallah. Ini merupakan persaksian yang besar, sekaligus ini merupakan kedudukan yang sangat mulia, yaitu tatkala Allah menguatkan persaksian dengan persaksian para ‘ulama tentang perkara tauhid dan kalimat La ilaha illallah.

Oleh karena itu ‘Abdul A’la At-Taimi rahimahullah berkata tentang firman Allah di atas, ” dan mereka bertambah khusyu’.”, beliau mengatakan :

من أوتي من العلم ما لا يبكيه لخليق أن لا يكون أوتي علما ينفعه، لأن الله تبارك وتعالى نعت العلماء فقال إن ( الذين أوتوا العلم من قبله اذا يتلى عليهم يخرون للأذقان سجدا ) الآية

“Barangsiapa yang diberi ilmu, namun tidak bisa membuatnya menangis, sangat dikhawatirkan ia tidak diberi ilmu yang bermanfaat. Karena Allah Tabaraka wa Ta’ala telah menyifati para ‘ulama dalam firman-Nya : “Sesungguhnya orang-orang yang diberi ilmu sebelumnya apabila Al-Qur`an dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud. … Dan mereka menyungkur atas muka mereka sambil menangis.”

Orang yang berilmu, namun tidak menangis, tidak khusyu’, dan tidak takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla, maka mereka sesungguhnya ilmunya tidak memberikan pengaruh pada hatinya. Namun ‘ulama sejati dan jujur/benar, mereka adalah orang-orang yang ilmunya membuahkan kekhusyu’an, membuahkan taqwa, membuahkan ketakutan dan gemetaran terhadap Allah ‘Azza wa Jalla .

Dan ayat-ayat yang mendorong untuk mengikuti ‘ulama, mewasiatkan tentang ‘ulama, dan tentang keutamaan para ‘ulama sangat banyak. Di antaranya, barang siapa yang mengikuti ‘ulama, berjalan di atas jalur ilmu, berarti ia berada di atas ash-shirath al-mustaqim (jalan yang lurus). Oleh karena itu Nabi Ibrahim ‘alahis salam berkata kepada ayahnya :

يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا (43) [مريم/43]

Wahai ayahku, sesungguhnya telah datang kepadaku dari ilmu pengetahuan yang tidak datang kepadamu, maka ikutilah aku, niscaya aku akan menunjukkan kepadamu jalan yang lurus. (Maryam : 43)

Pada ayat ini Allah menegaskan, bahwa ilmu, yaitu ilmu tentang Al-Kitab dan As-Sunnah, serta ilmu tentang syari’at, merupakan di antara sebab datangnya hidayah sekaligus sebab seseorang bisa mengikuti ash-shirath al-mustaqim (jalan yang lurus).

Dan ayat-ayat tentang masalah ini sangat banyak.

* * *

Adapun hadits-hadits yang datang dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam tentang keutamaan ilmu dan mempelajarinya, serta tentang keutamaan para ‘ulama sangatlah banyak pula. Di antaranya hadits yang diriwayatkan dari shahabat Mu’awiyah Radhiyallah ‘anhuma, bahwa Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

من يرد الله به خيرا يفقهه في الدين

“Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan, niscaya Allah jadikan ia paham tentang agamanya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Ini merupakan kemuliaan bagi seorang hamba. Hendaknya ia mau mempelajari ilmu, berjalan di atas jalur ilmu, maka ini merupakan tanda bahwa Allah menghendaki kebaikan pada diri seorang hamba. Allah ‘Azza wa Jalla apabila menghendaki kebaikan pada seorang hamba, maka Allah memberinya taufiq untuk menempuh jalan ilmu, dan Allah pilih ia untuk menjadi ‘ulama yang mengamalkan ilmu. Maka ini tanda Allah menghendaki kebaikan padanya.

Di antara keutamaan ilmu dan orang yang mampu mempelajarinya, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam mendoakan mereka agar diberi kecemerlangan wajah di dunia dan di akhirat. Wajah mereka berseri-seri di dunia, berseri-seri di akhirat. Diriwayatkan dari shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallah ‘anhu, dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bahwa beliau bersabda :

( نضر الله امرءا سمع منا شيئا فبلغه كما سمع، فرب مُبلَّغ أوعى من سامع ) رواه الترمذي

Semoga Allah mencerahkan wajah seorang yang mendengar sesuatu (hadits) dari kami kemudian ia menyampaikannya sebagaimana yang ia dengar. Bisa jadi orang yang disampaikan padanya (hadits/ilmu) ternyata lebih paham daripada orang yang mendengar (hadits tersebut). (At-Tirmidzi)

Ini merupakan doa dari Nabiyullah Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam untuk para ‘ulama agar mereka diberi kecemerlangan wajah.

Para ‘ulama juga, tidak terputus dari mereka pahala meskipun telah meninggal dunia/wafat selama mereka mewariskan/meninggalkan ilmu, selama mereka meninggalkan kitab/karya tulis yang terus dibaca, atau ilmu yang diambil dari mereka, atau hadits yang dinukil melalui mereka, atau meninggalkan murid yang menyampaikan ilmu darinya dan mengajarkannya pada umat. Oleh karena itu, bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari shahabat Abu Hurairah Radhiyallah ‘anhu dalam Shahih Muslim, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

إذا مات ابن آدم انقطع عمله إلا من ثلاث : صدقة جارية، أو علم ينتفع به، أو ولد صالح يدعو له

“Apabila seorang anak Adam meninggal dunia maka terputuslah segala amalannya kecuali tiga amalan, shadaqah jariyyah, ilmu yang terus termanfaatkan, atau seorang anak shalih yang berdo’a untuknya.”

Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bahwa ilmu yang ditinggalkan/diwariskan oleh seorang ‘ulama tersebut, maka baginya pahala yang terus mengalir padanya, dan kebaikan terus akan datang padanya, meskipun ia telah meninggal dunia, meskipun ia sudah berada di alam kubur.

Di sana juga ada hadits agung yang menjelaskan keutamaan menempuh jalan ilmu , bahwa cara tersebut merupakan jalan menuju kepada al-jannah, sekaligus menjelaskan kedudukan para ‘ulama dan keutamaan mereka. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan At-Tirmidzi, hadits tersebut adalah hadits yang hasan, dari shahabat Abu Ad-Darda` Radhiyallah ‘anhu bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

من سلك طريقا يلتمس فيه علما سهل الله له به إلى الجنة، وإن الملائكة لتضع أجنحتها لطالب العلم رضا بما يصنع، وإن العالم ليستغفر له من في السماوات ومن في الأرض حتى الحيتان في الماء، وفضل العالم على العابد كفضل القمر على سائر الكواكب، وإن العلماء ورثة الأنبياء، وإن الأنبياء لم يورثوا دينارا ولا درهما، وإنما ورثوا العلم، فمن أخذه فقد أخذ بحظ وافر

“Barangsiapa yang menempuh suatu jalan, padanya ia mencari ilmu, maka pasti Allah mudahkan baginya dengan ilmu tersebut jalan menuju al-jannah. Sesungguh para malaikat benar-benar meletakkan sayap-sayap mereka untuk para penuntut ilmu karena ridha terhadap amalan yang mereka kerjakan. Seorang yang berilmu, maka makhluk yang ada di langit dan di bumi memintakan ampun untuknya, sampai-sampai ikan yang ada di lautan. Keutamaan seorang yang berilmu dibanding seorang yang hanya rajin beribadah adalah seperti keutamaan bulan di atas semua bintang. Sesungguhnya para ‘ulama adalah pewaris para nabi, sedangkan para nabi tersebut tidaklah mewariskan dinar ataupun dirham, namun mereka hanyalah mewariskan ilmu. maka barangsiapa yang mengambil (warisan berupa ilmu tersebut) sungguh dia telah mengambil bagian yang sangat banyak.”

Ini merupakan hadits yang agung. Padanya terdapat penjelasan :

Pertama, bahwa perginya seseorang untuk menuntut ilmu, menghadiri daurah-daurah ilmiah, acara-acara muhadharah oleh Ahlus Sunnah, ini merupakan salah satu jalan di antara jalan-jalan al-jannah, dan salah satu cara untuk masuk al-jannah.

Kedua, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjelaskan bahwa para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka untuk para penuntut ilmu karena ridha terhadap amalan yang mereka kerjakan.

Ketiga, demikian pula segala sesuatu yang ada di lautan dan di daratan memohonkan ampunan untuk seorang yang berilmu. Seluruh makhluk memintakan ampun untuknya, kenapa? Karena dia adalah pembawa ilmu, mengajarkannya, dan mempelajarinya.

Keempat, keutamaan seorang yang berilmu tersebut di atas orang yang ahli ibadah adalah seperti keutamaan bulan di atas segenap bintang-bintang.

Kelima, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menjelaskan bahwa warisan para nabi adalah ilmu, bukan harta, tidak pula dirham ataupun dinar. Namun warisan yang mereka tinggalkan adalah ilmu. barangsiapa yang mengambil warisan tersebut maka sungguh ia telah mengambil bagian yang sangat banyak, yaitu bagian dari warisan para nabi tersebut.

Maka kita memohon kepada Allah agar kita termasuk orang-orang yang mengambil warisan tersebut, dan termasuk orang yang menempuh suatu jalan dalam rangka mencari ilmu padanya.

* * *

Para ‘ulama adalah pelita umat ini. Para ‘ulama menerangi jalan umat ini, menjadikan umat menempuh jalan para as-salafush shalih, serta membimbing mereka kepada kebaikan. Maka para ‘ulama tersebut laksana menara-menara, laksana cahaya terang yang menerangi jalan yang benar untuk umat, menerangi untuk mereka manhaj yang lurus, yang telah ditempuh oleh para as-salafush shalih.

Salamah bin Sa’id rahimahullah berkata :

العلماء سرج الأزمنة

Para ‘ulama adalah pelita zaman

Maka setiap ‘ulama adalah pelita zamannya, yang dengannya umat pada masanya mendapat cahaya. Setiap ‘ulama, dia laksana pelita bagi zaman, yang dengannya orang-orang pada masanya mendapat cahaya.

Salamah bin Sa’id rahimahullah juga berkata :

العلماء ينسخ مكايد الشيطان

Para ‘ulama menghadang makar-makar syaithan

Para ‘ulama membantah makar-makar syaithan, membantah perkara-perkara bid’ah, mengingkari syirik, mengingkari kemaksiatan-kemaksiatan, sebagaimana dikatakan oleh shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud Radhiyallah ‘anhu, bahwa pada masa beliau tidak seorang pun yang lebih dibenci oleh syaithan dibanding beliau. Karena syaithan berupaya membuat bid’ah di timur, sampailah beritanya kepada beliau maka beliau pun mengingkari dan membantahnya. Demikian pula syaithan berupaya membuat bid’ah di barat, sampailah beritanya kepada beliau maka beliau pun mengingkari dan membantahnya.

Demikianlah para ‘ulama, mereka mengingkari bid’ah, mengikuti perkara-perkara baru dalam agama, sebaliknya mereka menjelaskan thariqah para as-salafush shalih. Oleh karena itu Al-Imam Ahmad menyifati mereka dalam karya besarnya, yaitu dalam muqaddimah beliau terhadap kitabnya Ar-Raddu ‘ala Al-Jahmiyyah, beliau berkata :

Segala puji bagi Allah, yang telah menjadikan pada setiap masa yang kosong dari para rasul, adanya para ‘ulama yang selalu ada. Mereka mengajak orang-orang yang tersesat kepada hidayah – inilah tugas mereka (para ‘ulama) – mereka bersabar atas gangguan dari manusia – mereka bersabar atas resiko yang mereka dapat di jalan dakwah, di jalan ilmu, dan di jalan pengajaran umat – mereka menghidupkan orang-orang yang mati (hatinya) dengan Kitabullah, menerangi orang-orang yang buta dengan cahaya dari Allah – orang-orang yang jahil (bodoh) dan jauh dari Allah mereka laksana orang-orang yang mati. Apabila datang kepada mereka wahyu dan ilmu, maka mereka menjadi hidup. Adapun bila dia tetap di atas kebodohanya, maka dia laksana orang yang mati – berapa banyak orang yang mengikuti ajakan Iblis kemudian mereka hidupkan, berapa banyak orang tersesat yang mereka beri petunjuk. Betapa indah jasa mereka (para ‘ulama) terhadap umat, namun betapa jelek balasan manusia terhadap mereka.”

Banyak manusia dari kalangan orang-orang yang bodoh, mencela dan mencaci mereka (para ‘ulama), dan sama sekali tidak merespon ilmu yang mereka sebarkan. Itu semua disebabkan kebodohan mereka dan jauhnya mereka dari jalan Allah.

Kemudian Al-Imam Ahmad melanjutkan,

“mereka menghilangkan dari Kitabullah ta’wilnya orang-orang yang ekstrim, penyimpangan para pembawa kebatilan, dan penafsiran orang-orang bodoh.”

Yaitu orang-orang yang berupaya membuat bid’ah dan menyalakan api fitnah. Maka keberadaan para ‘ulama merupakan benteng yang sangat kokoh dalam mengeluarkan umat manusia dari kesesatan kepada hidayah, memberikan pengajaran kepada mereka, dan menghidupkan orang-orang yang telah dibunuh oleh Iblis dengan kejahilan, hawa nafsu, kesesatan, dan kesyirikan. Mengeluarkan umat manusia dari peribadahan terhadap sesama manusia, hawa nafsu, syaithan menuju peribadah hanya kepada Allah saja. Mereka berupaya serius dalam berdakwah kepada tauhid, mengajarkan kepada umat tentang tauhid, memperingatkan dari syirik dan bid’ah, serta membantah para ahlul bid’ah, yang berupaya menjauhkan umat dari jalan hidayah, dan dari manhaj para as-salafush shalih. Para ‘ulama selalu memantau gerak-gerik mereka.

Oleh karena itu, di antara para ‘ulama salaf menafsirkan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :

لا تزال طائفة من أمتي ظاهرين على الحق، لا يضرهم من خذلهم ولا من خالفهم حتى يأتي أمر الله

“Akan senantiasa ada tha`ifah (kelompok) dari umatku yang terus tertolong/jaya (zhahirin/manshurin) di atas al-haq, tidak merugikan mereka orang-orang yang menyia-nyiakan mereka tidak pula orang yang menyelisihi mereka, sampai datangnya perintah Allah (yakni dekatnya Hari Kiamat).

Al-Imam Al-Bukhari rahimahullah berkata : (Yang dimaksud Ath-Tha`ifah Al-Manshurah (kelompok yang selalu menang/jaya) dalam hadits ini adalah) para ‘ulama.

Al-Imam Ahmad bin Sinan rahimahullah berkata : Mereka adalah para ‘ulama ahlul hadits.

Penafsiran tersebut tidak berbeda dengan penafsiran para ‘ulama salaf yang menegaskan bahwa yang dimaksud dalam hadits tersebut adalah para ‘ulama ahlul hadits. Sekaligus Ath-Thai`ifah Al-Manshurah adalah Al-Firqatun Najiyah (kelompok yang selamat). Ini semua merupakan sifat Ahlus Sunnah wal Jama’ah As-Salafiyyin, yang berjalan di atas manhaj para as-salafush shalih, mengikuti ilmu yang benar, meneladani para ‘ulama, yang telah dipersaksikan bahwa mereka senantiasa berpegang teguh kepada Al-Qur`an dan As-Sunnah di atas pemahaman para as-salafush shalih.

* * *

Itulah ayat-ayat dari Al-Qur`an, hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dan pernyataan para ‘ulama yang berjumlah sangat banyak menjelaskan tentang keutamaan para ‘ulama dan orang-orang yang mempelajari ilmu. mereka berada pada kedudukan yang sangat tinggi di sisi Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Oleh karena itu, ketika mereka berada di atas kedudukan yang tinggi tersebut, mereka sebagai benteng yang kokoh, membantah para ahlul bid’ah, membantah kesyirikan, membantah kemaksiatan-kemaksiatan, membimbing umat manusia kepada kebaikan, menjelaskan kebenaran, maka kepergian mereka merupaka kerugian bagi Islam sekaligus merupakan musibah yang sangat besar. Atas dasar itu Allah Subhanahu wa Ta’ala memberitakan dalam Kitab-Nya, sebagaimana firman-Nya :

أَوَلَمْ يَرَوْا أَنَّا نَأْتِي الْأَرْضَ نَنْقُصُهَا مِنْ أَطْرَافِهَا (41) [الرعد/41]

“Dan apakah mereka tidak melihat bahwa sesungguhnya Kami mendatangi daerah-daerah (orang-orang kafir), lalu Kami kurangi daerah-daerah itu (sedikit demi sedikit) dari tepi-tepinya? (Ar-Ra’d : 41)

Di antara ‘ulama mufassirin (Ahli Tafsir) menyebutkan dari shahabat Ibnu ‘Abbas, dan dari Mujahid, bahwa yang dimaksud dengan berkurangnya daerah tersebut pada ayat di atas adalah : perginya para ‘ulama, para fuqaha, dan tokoh-tokoh terbaiknya.

Jadi kepegian para ‘ulama berpengaruh terhadap bumi dan berpengaruh terhadap umat manusia. Kepergian mereka menjadikan syaithan memiliki kesempatan besar untuk menyebarkan kesesatan, dan menjadikan ahlul bid’ah memiliki banyak jalan dan metode untuk merusak umat manusia, dan mengeluarkan mereka dari hidayah kepada kesesatan, dari sunnah kepada bid’ah, dan jalan para as-salafush shalih kepada jalan generasi belakangan yang menyimpang.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda :

إن الله لا ينزع العلم انتزاعا، ينتزعه من صدور الناس، وإنما ينتزع العلم بذهاب العلماء،

Sesungguhnya Allah tidaklah mengambil ilmu dengan serta merta begitu saja, dengan mengambilnya dari dada manusia. Namun Allah mengambil ilmu dengan kepergian ‘ulama.

Kepergian ‘ulama adalah dengan meninggalnya mereka.

Kemudian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam melanjutkan :

فإذا ذهب العلماء اتخذ الناس رؤوسا جهالا، فأفتوا بغير علم، فضلوا وأضلوا

“Apabila ‘ulama telah pergi, maka umat menjadikan pemimpin-pemimpin yang jahil (bodoh). Maka mereka (pemimpin jahil tersebut) berfatwa tanpa ilmu, sehingga merekapun sesat dan menyesatkan (umat).”

Apabila para ‘ulama pergi, maka orang-orang jahil mendapat kesempatan, dan umat pun menjadikan mereka sebagai pemimpin-pemimpin yang memberikan fatwa. Berfatwa tentang urusan darah kaum muslimin, berfatwa tentang kehormatan muslimin, berfatwa tentang urusan halal haram, padahal mereka orang-orang jahil. Bagaiamana jika orang jahil berfatwa? Pasti mereka akan membalik sunnah menjadi bid’ah, hidayah menjadi kesesatan, jalan salaf menjadi jalan khalaf.  Maka mereka telah menyimpangkan umat manusia. Diri mereka sesat, dan menyesatkan umat manusia. Ini merupakan hal yang terjadi dan tampak. Sebagian orang, menganggap orang-orang jahil dari kalangan ahlul bid’ah sebagai ‘ulama. Ya, mereka ‘ulama namun ‘ulama kesesatan, bukan ‘ulama kebenaran dan hidayah. Umat menjadikan mereka sebagai pemimpin, menerima fatwa-fatwa mereka, maka mereka sesat dan menyesatkan, menimbulkan musibah di tengah-tengah kaum muslimin, menimbulkan fitnah di tengah-tengah kaum muslimin, sebagaimana banyak terjadi sekarang. Yaitu orang-orang yang menamakan diri mereka sebagai orang-orang yang berjihad. Padahal mereka sebenarnya bukan orang-orang yang berjihad, bukan mujahidin. Orang-orang yang terbunuh/tewas dari mereka bukanlah para syuhada`. Namun mereka adalah kaum khawarij yang telah ditahdzir (diperingatkan) oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam akan bahaya mereka. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam juga memerintahkan dan memberikan semangat kepada kita untuk memerangi mereka, mendorong untuk serius menumpas mereka, yaitu dalam sabda beliau Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :

لئن أدركتكم لأقتلنهم قتل عاد

Kalau aku bertemu mereka pasti aku bunuh mereka seperti pembuhan terhadap kaum ‘Ad

Barangsiapa yang siapa yang berhasil membunuh mereka, maka baginya jannah, dan barangsiapa yang dibunuh oleh mereka maka dia syahid.

Mereka yang telah melakukan pengeboman dan penghancuran (teror) di negeri-negeri Islam dan di negeri-negeri kaum muslimin, membunuh kaum muslimin, membunuh orang-orang kafir yang mendapat jaminan keamanan (dari pemerintah) atau orang kafir mu’ahad (ada keterikatan perjanjian) yang masuk ke negeri Islam dan dijamin oleh negara, maka mereka (para teroris) bukan orang-orang Islam yang benar dan jujur. Bahkan sebenarnya mereka adalah musuh-musuh Islam. Mereka adalah kaum khawarij, yang mereka itu adalah sejelek-jelek makhluk dan ciptaan, sebagiamana dinyatakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Shahabat Abu Umamah Radhiyallah ‘anhu melewati mayat-mayat orang khawarij yang telah terbunuh, maka beliau Radhiyallah ‘anhu berkata :

شر قتلى تحت أديم السماء

(mereka) adalah sejelek-jelek mayat di kolong langit

Beliau meriwayatkan ucapan tersebut berasal (bersumber) dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Dan beliau (Abu Umamah) juga meriwayatkan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :

الخوارج كلاب النار

Khawarij adalah anjing-anjing neraka

Mereka itu, apa sebab kesesatannya? Sebab kesesatannya tidak lain adalah jauhnya mereka dari bimbingan Kitabullah, jauhnya mereka dari bimbingan Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dan jauhnya mereka dari bimbingan para ‘ulama sejati, ‘ulama sunnah. Sebaliknya mereka menjadikan orang-orang jahil sebagai pemimpin, yang memberikan fatwa, maka mereka pun sesat dan menyesatkan. Orang-orang tidaklah dikenal dengan ilmu, tidak dikenal dengan hidayah, tidak dikenal dengan sunnah, tahu-tahu mereka menjadikan sebagai para pemimpin, berjalan di atas jalan dan cara mereka serta fatwa-fatwanya. Tidak lain sebenarnya mereka adalah orang-orang sesat. Sebagaimana sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam

يمرقون من الدين مروق السهم من الرمية

“Mereka keluar dari agama, sebagaimana keluarnya anak panah dari buruannya.”

Sampai-sampai para ‘ulama salaf berbeda pendapat tentang kafirnya kaum khawarij tersebut.

Demikian juga, kiaskan dengan mereka kondisi segenap kelompok-kelompok sesat lainnya. Kelompok-kelompok sesat tersebut berjalan di atas jalan ‘ulama mereka yang sebenarnya orang-orang jahil. Baik kelompok shufiyyah, dan yang lainnya seperti IM, Jama’ah Tablighm dan lainnya. Masing-masing memiliki para pemimpin, namun para pemimpin yang mengajak mereka kepada neraka. Karena pemimpin agama (imam) itu ada dua jenis,

–          para imam hidayah dan sunnah,

–          ada pula para imam kesesatan, yang mengajak para pengikutnya kepada kesesatan, menempuh jalan ke neraka.

Kita memohon kepada Allah agar senantiasa mengokohkan kami dan antum semua di atas jalan as-sunnah.

* * *

Kami akhiri dengan penjelasan tentang hak-hak ‘ulama. Para ‘ulama memiliki hak-hak, yang wajib kita berikan kepada mereka. Di antaranya, mencintai mereka dan membela mereka. Karena itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda dalam sebuah hadits qudsi :

من عادى لي وليا فقد آذنته بالحرب

Barangsiapa siapa yang memusuhi wali-Ku, maka sungguh aku telah mengumumkan perang terhadapnya.

Allah ‘Azza wa Jalla mengumumkan perang terhadap mereka yang memusuhi para ‘ulama para wali Allah. Atas dasar itu wajib mencintai mereka.

Al-Imam ‘Utsman Ash-Shabuni rahimahullah dalam kitabnya Aqidah Salaf Ash-habil hadits berkata :

“Di antara ciri-ciri Ahlus Sunnah adalah kecintaan mereka terhadap para ‘ulama sunnah, para pembela sunnah, para walinya.”

Ini merupakan ciri-ciri yang sangat jelas bagi Ahlus Sunnah. Yaitu mereka mencintai para imam sunnah dan para ‘ulama sunnah, serta setiap yang membela sunnah. Sebaliknya mereka benci terhadap para imam ahlul bid’ah, yang mengajak kepada neraka, menyesatkan para pengikutnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menghiasi dan menerangi hati para ahlus sunnah dengan kecintaan terhadap para ‘ulama, dan kecintaan terhadap sunnah, sebagai bentuk karunia dari-Nya Jalla jalaluhi. Allah ‘Azza wa Jalla telah memberikan anugrah, kenikmatan, dan karunia terhadap ahlus sunnah berupa kecintaan mereka terhadap para ‘ulama, terhadap ilmu, dan terhadap sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.

Demikian juga, termasuk hak-hak para ‘ulama adalah merujuk kepada mereka dalam urusan fatwa, bertanya kepada mereka, dan berkumpul di sekitar mereka. Sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla :

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (43) [النحل/43]

Bertanyalah kepada para ‘ulama jika kalian tidak tahu

Yang kita maksud dengan mereka adalah para ‘ulama ahlus sunnah, bukan ‘ulama ahlul bid’ah.

Al-Imam Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah berkata :

أجمع أهل العلم في جميع الأعصار والأمصار أن أهل الكلام وأهل البدع والضلالات لا يعدون عند الجميع من طبقات العلماء

Para ‘ulama di semua zaman dan di semua tempat telah sepakat bahwa para ahli filsafat dan para ahli bid’ah, mereka tidak termasuk dalam jajaran para ‘ulama.

Dan di antara ciri-ciri ahlul bid’ah, yang menyia-nyiakan hak-hak para ‘ulama adalah mencela para ‘ulama. Oleh karena itu Al-Imam Abu ‘Utsman Ash-Shabuni rahimahullah juga berkata :

“Ciri-ciri bid’ah pada orangnya sangat jelas dan tampak. Ciri dan tanda yang paling kelihatan adalah besarnya permusuhan, penghinaan, dan pelecehan mereka terhadap terhadap para ‘ulama pembawa hadits-hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.”

Inilah tanda-tanda Ahlul Bid’ah yang paling jelas. Yaitu mencaci dan mencela para ‘ulama. Oleh karena itu Al-Imam Abu Hatim rahimahullah berkata :

علامة أهل البدع الوقيعة في أهل الأثر

“Tanda-tanda Ahlul Bid’ah adalah mencela para ‘ulama ahlul hadits.”

Maka apabila engkau dapati seseorang mencela para ‘ulama, mencaci ‘ulama, mencaci salafiyyin/Ahlus Sunnah, Ahlul hadits, maka ketahuilah sesungguhnya dia adalah ahlul bid’ah, berada di atas kebid’ahan, dan seorang pengekor hawa nafsu.

Apabila engkau dapat seseorang mencerca Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah maka ketahuilah bahwa dia adalah ahlul bid’ah. Apabila engkau dapati seseorang mencerca Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, Asy-Syaikh Al-‘Utsaimin, atau Asy-Syaikh Muqbil rahimahumullah maka ketahuilah sesungguhnya dia adalah pengkor hawa nafsu (ahlul bid’ah). Demikian pula bila engkau dapati seseorang mencerca Asy-Syaikh Rabi’, Asy-Syaikh Ahmad An-Najmi, atau para ‘ulama ahlus sunnah lainnya pada masa ini, maka ketahuilah bahwa sesungguhnya dia adalah pengekor hawa nafsu (ahlul bid’ah).

Adapun sunni, Ahlus Sunnah, maka mereka mendoakan kebaikan untuk para ‘ulama, menghormati para ‘ulama, mencintai para ‘ulama, memuliakan ‘ulama, dan tidak mencela para ‘ulama, tidak ridha terhadap celaan, permusuhan, dan caci maki terhadap para ‘ulama.

Berbeda dengan suatu kelompok yang baru muncul, yang mengklaim dirinya sebagai ahlus sunnah, namun mereka memvonis bid’ah para ‘ulama, mencela para ‘ulama ahlus sunnah yang telah kita sebutkan nama-nama mereka di atas, setelah itu mereka mengatakan “Kami salafi.” Padahal Dakwah Salafiyyah berlepas diri dari mereka. Mereka sebenarnya lebih dekat kepada kelompok Al-Haddadiyyah.

Oleh karena itu di antara ‘ulama salaf, yaitu Al-Hafizh Al-Fallas rahimahullah, juga mengatakan : “Apabila engkau lihat seseorang mencela Al-Imam Ahmad bin Hanbal maka ketahuilah bahwa dia adalah ahlul bid’ah sesat.”

Kenapa? Karena Al-Imam Ahmad adalah seorang pembela sunnah. Demikian juga para ‘ulama lainnya yang membela sunnah, maka barangsiapa yang mencela mereka maka dia adalah ahlul bid’ah.

Al-Imam Abu Hatim rahimahullah berkata : “Apabila engkau lihat seorang penduduk negeri Ar-Ray dan lainnya membenci Al-Imam Abu Zur’ah maka ketahuilah bahwa dia adalah ahlul bid’ah.”

Beliau juga berkata : “Ujilah umat dengan (bagaimana sikap mereka) terhadap Mu’afah bin ‘Imran.”

Dan masih banyak lagi perkataan-perkataan para ‘ulama. Sesungguhnya mereka menegaskan bahwa umat manusia diuji bagaimana sikap mereka terhadap seorang tokoh ‘ulama tertentu. Apabila ternyata mereka menghormati dan memuliakan ‘ulama ahlus sunnah, maka orang tersebut berarti adalah seorang ahlus sunnah. Namun jika ternyata ia mencela, memvonis bid’ah, dan mencerca ‘ulama ahlus sunnah, maka orang tersebut adalah orang sesat bukan ahlus sunnah.

Maka kita memohon kepada Allah agar Dia mengokohkan kita di atas As-Sunnah.

Inilah sebagian perkataan-perkataan para ‘ulama dan penjelasan singkat tentang seputar ilmu, kedudukan ‘ulama, penghormatan dan pemuliaan para ‘ulama, serta tidak boleh mencerca mereka. Juga kepastian keutamaan mereka dalam Al-Qur`an dan As-Sunnah.

Sebenarnya penjelasan tentang masalah ini sangat banyak dan panjang.

Kita memohon kepada Allah agar Dia menjadikan kami dan antum semua termasuk orang-orang yang berilmu dan mengamalkan ilmu. dan semoga Allah memberikan taufiq kepada kita untuk menempuh jalan-jalan ilmu, serta menjadikan ilmu yang telah kita ketahui sebagai hujjah yang membela kita, bukan malah menghujat kita.

والله أعلم، وصلى الله وسلم على نبينا محمد، وجزاكم الله خيرا على حسن استماعكم

Terbaru

Satu komentar

  1. Bismillah,
    Jazaakallaahu khairan atas informasi dan dimuatnya rangkaian mutiara para ulama Salaf di blog ini..Sangat bermanfaat bagi kami.

    Sebentar lagi Ramadhan tiba, bagi yang belum memiliki E-Book Kumpulan fatwa Kontemporer dari As-Syaikh Muqbil Rahimahullah tentang Ramadhan, bisa di download di sini..(gratis)

    Baarokallaahu fiikum..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca juga
Close
Back to top button