Fiqih

Bimbingan Al-Qur’an Bagi yang Hendak Berkurban

Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapai-Nya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Hajj: 37)

Para Pembaca rahimakumullah. Berkurban termasuk ibadah yang agung. Amalan yang disyariatkan pada hari raya Idul Adha (10 Dzulhijjah) dan hari-hari Tasyriq (11, 12, dan 13 Dzulhijjah) ini sangat besar keutamaannya. Dalam Al-Qur’an, Allah subhanahu wa ta’ala menyebutkan ibadah kurban ini dengan konteks perintah sebagaimana dalam firman-Nya (artinya),

“Maka dirikanlah shalat karena Rabbmu (wahai Muhammad), dan berkurbanlah.” (Al-Kautsar: 2)

Perintah Allah subhanahu wa ta’ala kepada nabi dan utusan-Nya (Muhammad shalallahu ‘alaihi wa sallam) tersebut juga berlaku bagi umatnya.

Allah subhanahu wa ta’ala memerintahkan umat Islam untuk berkurban karena amalan tersebut mengandung maslahat dan kebaikan yang besar. Di antara kebaikan yang terkandung dalam ibadah kurban adalah sebagaimana yang diterangkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika menafsirkan ayat ke-2 dari surat Al-Kautsar tersebut, beliau berkata, “Allah memerintahkan beliau (Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam) untuk mengumpulkan dua ibadah yang agung ini, yaitu shalat dan menyembelih kurban. Dua jenis amalan ini menunjukkan sikap taqarrub (mendekatkan diri), tawadhu’, dan merasa butuh (kepada Allah), serta husnuzhan (berbaik sangka), keyakinan yang kuat, dan ketenangan hati kepada Allah, janji-Nya, perintah-Nya, keutamaan-Nya, serta pemberian (ganti) yang lebih baik dari-Nya.” (Majmu’ Al-Fatawa)

Dalam kitab yang sama beliau juga mengatakan, “Ibadah Maliyah (ibadah dalam bentuk mengeluarkan harta benda) yang paling mulia adalah menyembelih qurban, sedangkan Ibadah Badaniyah (ibadah yang dikerjakan dengan anggota badan) yang paling mulia adalah shalat.”

Inilah di antara hikmah digandengkannya penyebutan shalat dan ibadah kurban dalam satu ayat pada surat Al-Kautsar tersebut. Keduanya merupakan ibadah yang agung dan memiliki keistimewaan yang lebih dibandingkan ibadah yang lain.

 

Bagaimana Bimbingan Al-Qur’an bagi Yang Ingin Berkurban?

Keutamaan yang besar dari ibadah kurban ini jangan sampai sia-sia begitu saja. Ibadah kurban yang telah dilakukan dengan semangat dan penuh antusias akhirnya tidak membuahkan hasil berupa pahala dan keutamannya karena mengabaikan tuntunan syar’i dalam menjalankan ibadah ini. Para pembaca rahimakumullah, bagaimana Al-Qur’an membimbing kita dalam melaksanakan ibadah kurban? Perhatikan ayat berikut, (yang artinya)

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapai-Nya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kalian supaya kalian mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kalian. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Al-Hajj: 37)

Ayat ini mengingatkan kita bahwa yang bisa mengantarkan seseorang kepada ridha Allah dan kedekatan dengan-Nya adalah takwa. Dan inti dari ketakwaan itu adalah ikhlas dan niat yang baik dalam beribadah. Sebanyak dan sebaik apapun hewan yang dikurbankan, kalau pelakunya tidak mengiringinya dengan ikhlas dan takwa, maka amalan tersebut akan sia-sia.

Jangan sampai ibadah kurban ini dikotori oleh noda-noda riya’ (ingin pamer dengan sengaja memperlihatkan amalan tersebut kepada orang lain), atau kotoran sum’ah (sengaja menebarkan amalan yang ia perbuat agar orang lain mendengarnya). Demikian juga jangan sampai menjalankan ibadah kurban hanya semata-mata karena menjaga adat, tradisi, dan kebiasaan keluarganya sejak dahulu. Ini semua adalah niat yang tidak benar dan harus dijauhi. Di samping itu, ia harus membuang jauh-jauh sikap dan perasaan bangga diri, sombong, dan merendahkan saudaranya yang belum diberi kelapangan oleh Allah untuk berkurban.

Asy-Syaikh Abdurrahman As-Sa’di mengatakan, “Yang dikehendaki dari ibadah kurban di sini bukanlah semata-mata menyembelih saja, daging-daging dan darah-darah hewan kurban itu tidak akan sampai kepada Allah sedikitpun, karena Dia adalah Dzat yang Maha Kaya dan Maha Terpuji. Namun yang sampai kepada Allah adalah keikhlasan, pengharapan dalam meraih pahala, serta niat yang baik ketika menyembelih kurban. Oleh karena itulah Allah subhanahu wa ta’ala tegaskan dalam ayat-Nya,

“Tetapi ketakwaan dari kalianlah yang dapat mencapai-Nya.”

Dalam ayat ini terkandung motivasi untuk mengikhlaskan niat dalam menyembelih hewan kurban, dan hendaknya amalan tersebut dilakukan dalam rangka mengharap wajah Allah semata, bukan karena berbangga diri, riya’, sum’ah, serta bukan karena menjalankan tradisi/adat dan kebiasaan. Demikian pula seluruh bentuk ibadah, kalau tidak diiringi dengan ikhlas dan takwa kepada Allah, maka ibadah itu seperti kulit yang tidak ada isinya, dan seperti jasad yang tidak ada ruhnya.” (lihat Taisir Karimirrahman)

 

Keikhlasan Adalah Dengan Tetap Memilih Hewan Kurban Yang Terbaik

Mungkin ada sebagian yang mengatakan, “Untuk apa pilih-pilih hewan kurban, yang penting kan ikhlas?”, “Tidak mengapa menyembelih hewan kurban dalam keadaan bagaimanapun hewan tersebut, toh yang sampai kepada Allah adalah niat dan keikhlasan?”

Para pembaca rahimakumullah, pernyataan seperti ini sangatlah keliru. Seorang yang ikhlas dalam beribadah adalah orang yang hanya menginginkan pahala dan keutamaan dari Allah dalam ibadahnya, tidak ada tujuan lain melainkan harapan untuk memperoleh ridha-Nya. Sikap yang demikian akan melahirkan usaha yang sungguh-sungguh untuk menunaikan ibadah dengan sebaik-baiknya dan sesempurna mungkin. Sehingga orang yang ikhlas dalam berkurban, pasti akan berusaha menunaikan ibadah ini dengan sebaik-baiknya, dengan memilih hewan kurban sesuai dengan kriteria dan syarat yang telah digariskan oleh syariat Islam.

Tentunya kita masih ingat riwayat yang disebutkan oleh sebagian ulama ahli tafsir tentang kisah dua putra Nabi Adam yang mempersembahkan kurban kepada Allah subhanahu wa ta’ala . Salah seorang di antara keduanya mempersembahkan hewan kurban yang terbaik yang dimilikinya, sedangkan yang lain mempersembahkan hasil panen yang sangat jelek. Allah subhanahu wa ta’ala kisahkan mereka dalam Al-Qur’an,

“Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua dan tidak diterima dari yang lain. Ia (putra Nabi Adam yang tidak diterima kurbannya) berkata: “Aku pasti membunuhmu!” Berkata pula (putra Nabi Adam yang diterima kurbannya): “Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa.” (Al-Maidah: 27)

Dari kisah ini kita bisa memetik sebuah pelajaran penting, yaitu bahwa keikhlasan dan takwa akan membuahkan amalan yang baik. Jika ia berkurban maka akan mempersembahkan kurban yang terbaik. Seperti inilah amalan yang akan diterima di sisi Allah. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,

“Kalian sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kalian menafkahkan sebahagian harta yang kalian cintai. Dan apa saja yang kalian nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (Ali Imran: 92)

Seseorang yang hendak berkurban diharuskan juga untuk membeli hewan kurban dengan harta yang halal, bukan hasil mencuri, perjudian, praktek riba, korupsi, dan sebagainya dari hasil usaha yang haram. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] إِنَّاللهَطَيِّبٌلَايَقْبَلُإِلَّاطَيِّبًا.[/sc_typo_arabic]

“Sesungguhnya Allah adalah Dzat Yang Mahabaik, dan tidaklah Dia menerima kecuali yang baik.” (HR. Muslim, no. 1015)

Wallahu a’lam bish shawab.

Penyusun: Ustadz Abu Abdillah

Terbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button