FatawaTanya Jawab

ENAM PEMBAHASAN PENTING TERKAIT BULAN SYA’BAN

ENAM PEMBAHASAN PENTING TERKAIT BULAN SYA’BAN

Oleh asy-Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah

Amma Ba’d. Wahai kaum muslimin, kita berada di bulan Sya’ban. Kami akan menjelaskan tentangnya dalam enam pembahasan. Di dalamnya akan kami paparkan hal-hal yang wajib atas kami untk menjelaskannya. Kita memohon kepada Allah agar memberikan rizki kepada kami dan kepada Anda semua ilmu yang bermanfaat dan amal shalih.

1. Poin pertama, Puasa Sya’ban

Apakah bulan Sya’ban memiliki kekhususan untuk dilakukan padanya puasa, dibanding bulan-bulan lainnya?

Jawabannya : Iya. Sesungguhnya dulu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam banyak berpuasa padanya (pada bulan Sya’ban, pen). Hingga beliau berpuasa pada Sya’ban seluruhnya kecuali sedikit (yakni beberapa hari saja yang tidak berpuasa).

Atas dasar ini, termasuk sunnah adalah seseorang MEMPERBANYAK PUASA PADA BULAN SYA’BAN, dalam rangka mentauladani Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

2. Poin kedua : Puasa Nishfu Sya’ban (Pertengahan Sya’ban)

Yakni berpuasa pada hari PERTENGAHAN Sya’ban SECARA KHUSUS. Maka dalam masalah ini, ada beberapa hadits lemah, tidak sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan tidak boleh diamalkan. Karena segala sesuatu yang tidak sah dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam maka TIDAK BOLEH SESEORANG UNTUK BERIBADAH KEPADA ALLAH DENGANNYA.

Atas dasar ini, tidak boleh dilakukan puasa pada pertengahan Sya’ban secara khusus. Karena amalan itu tidak ada dasarnya dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sesuatu yang tidak ada dasarnya MAKA ITU BID’AH.

3. Poin ketiga : Tentang Keutamaan Malam Nishfu Sya’ban.

Dalam masalah ini juga ada hadits-hadits yang lemah, tidak sah dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Atas dasar itu, malam Nishfu (pertengahan) Sya’ban kedudukannya seperti malam pertengahan Rajab, atau pertengahan Rabi’ul Awal atau akhir, atau pertengahan Jumada, dan bulan-bulan lainnya. Tidak ada kelebihan untuk malam tersebut – yakni malam Nishfu Sya’ban – sedikitpun. KARENA HADITS-HADITS YANG ADA TENTANGNYA ADALAH LEMAH.

4. Poin Keempat : Mengkhususkan Malam Nishfu Sya’ban dengan Qiyamullail.

Ini juga merupakan BID’AH. Tidak ada dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau dulu mengkhususkan malam tersebut dengan Qiyamullail. Namun, malam tersebut kedudukannya seperti malam-malam lainnya. Apabila seseorang sudah terbiasa melaksanakan Qiyamullail, maka silakan dia melakukan Qiyamullail pada malam tersebut, melanjutkan kebiasaannya pada malam-malam lainnya. Apabila seseorang bukan kebiasaannya Qiyamullail, maka DIA TIDAK BOLEH MENGKHUSUSKAN MALAM NISHFU SYA’BAN DENGAN QIYAMULLAIL, karena itu tidak ada dasarnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Yang lebih jauh dari ini, bahwa sebagian orang mengkhusus qiyamullail pada malam ini dengan jumlah rakaat tertentu, yang tidak ada dasarnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Jadi, KITA TIDAK MENGKHUSUSKAN MALAM NISHFU SYA’BAN DENGAN QIYAMULLAIL

5. Poin Kelima : Benarkah Ada Penentuan Takdir Pada Malam Tersebut?

Maknanya : Apakah Pada malam tersebut (yakni Nishfu Sya’ban) ditentukan Takdir pada tahun tersebut?

Jawabannya : TIDAK. Malam itu bukanlah Lailatul Qadar. Adapun Lailatul Qadar ada pada bulan Ramadhan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

Sesungguhnya Kami menurunkannya” yakni al-Qur`an.
Seseungguhnya Kami menurunkannya (al-Qur`an) pada Lailatul Qadar. Apakah yang kalian tahu tentang lailatul Qadar? Lailatul Qadar itu lebih baik daripada seribu bulan.” (al-Qadar : 1-3)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman juga, “Bulan Ramadhan yang diturunkan padanya al-Qur`an.” (al-Baqarah : 185)

Atas dasar ini, Lailatul Qadar itu ada pada bulan Ramadhan. Karena malam tersebut merupakan malam yang Allah menurunkan al-Qur`an. Al-Qur’an turun pada bulan Ramadhan. Maka pastilah, bahwa Lailatul Qadar itu pada bulan Ramadhan, bukan pada bulan-bulan lainnya. Termasuk malam Nishfu Sya’ban, malam itu bukanlah malam Lailatul Qadar. Pada malam Nishfu Sya’ban tidak ada penentuan Takdir apapun yang terjadi tahun tersebut. Namun malam tersebut adalah seperti malam-malam lainnya.

6. Poin Keenam : Membuat Makanan pada hari pertengahan Sya’ban.

Sebagian orang membuat makanan pada hari pertengahan Sya’ban, untuk dibagikan kepada kaum fakir, dengan mengatakan, “Ini atas makan malam dari Ibu”, “Ini makan malam dari ayah”, atau “Ini makan malam dari kedua orang tua”.

Ini juga BID’AH. Karena itu tidak ada dasarnya dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak pula dari shahabat radhiyallahu ‘anhum.

Inilah enam pembahasan yang aku ketahui. Mungkin saja masih ada hal-hal lain yang tidak aku ketahui, yang wajib atasku untuk menjelaskannya kepada Anda semua.

Aku memohon kepada agar menjadikan kami dan Anda semua termasuk orang-orang yang menebarkan Sunnah dan meninggalkan Bid’ah, menjadikan kami dan Anda semua para pembimbing yang mendapat hidayah, serta menjadikan kami dan Anda semua termasuk orang-orang yang bertauladan dan mengambil bimbingan dari bimbingan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Majmu’ah Manhajul Anbiya

Terbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca juga
Close
Back to top button