Fiqih

TERMASUK SUNNAH, BERUPAYA MELIHAT Hilal & Mengembalikan Penentuaannya Kepada Pemerintah

TERMASUK SUNNAH, BERUPAYA MELIHAT Hilal & Mengembalikan Penentuaannya Kepada Pemerintah

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] عَنِ ابْنِ عُمَرَ قَالَ: «تَرَاءى النَّاسُ الْهِلَالَ، فَأَخْبَرْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، أَنِّي رَأَيْتُهُ فَصَامَهُ، وَأَمَرَ النَّاسَ بِصِيَامِهِ » رواه أبو داود 2342[/sc_typo_arabic]

Dari Shahabat ‘Abdullah bin ‘Umar berkata, “Orang-orang berupaya melihat hilal. Lalu aku beritakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa aku berhasil melihatnya. Maka beliaupun berpuasa (berdasarkan) hilal tersebut, dan memerintahkan umat manusia untuk berpuasa berdasarkan hilal tersebut juga.” HR. Abu Dawud 2342

Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah menjelaskan tentang hadits tersebut, “Bahwa termasuk Sunnah : berupaya melihat Hilal. Dalilnya adalah ucapan Ibnu ‘Umar, “Orang-orang berupaya melihat hilal.”

Sunnah dari jenis yang manakah ini? Sunnah Iqrariyyah (yakni Nabi membiarkan dan menyetujui sebuah peristiwa atau perbuatan yang terjadi/dilakukan pada masanya). Apakah termasuk sunnah memerintahkan umat untuk berupaya melihat hilal, sehingga dikatakan kepada mereka, “Carilah hilal pada malam ini, barangsiapa yang melihatnya di antara kalian hendaknya dia bersaksi di hadapan Qadhi.” Jawabannya : Kita memerintahkan mereka dalam rangka mengingatkan mereka dengan Sunnah ini. Karena itu yang lebih utama. Tidak dikatakan kepada mereka, “Carilah (upayakanlah melihat) hilal.” Namun dikatakan, “Dulu para shahabat biasa melakukan upaya melihat hilal. Barangsiapa di antara kalian yang juga ingin mencari (berupaya melihat) hilal, maka lakukanlah pada malam ini atau itu.” Cara ini lebih dekat untuk menepati Sunnah.

Juga diambil faidah dari hadits ini, bahwa tidak diterima kecuali ru’yah dari :
> orang yang terpercaya pada penglihatannya, dan
> terpercaya pada ucapannya karena dia seorang yang amanah dan tajam pandangannya. …
Aku katakan : seorang yang meru`yah itu haruslah seorang yang bisa dipercaya ucapannya, karena dia memiliki sifat amanah dalam menyampaikan (berita), dan karena pandangannya yang tajam sehingga bisa melihat hilal.”

Yang bisa diambil faidah dari hadits ini pula, Bahwa urusan hilal ini dikembalikan kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam atau seorang hakim (pemerintah). Karena sabda Nabi, ” Maka beliaupun berpuasa (berdasarkan) hilal tersebut, dan MEMERINTAHkan umat manusia untuk berpuasa berdasarkan hilal tersebut juga.” Jadi permasalahan seperti ini (keputusan penentuan hilal) DIKEMBALIKAN KEPADA PEMERINTAH. Bukan kepada semua orang, masing-masing berpuasa atau beridul fitri sekehendaknya, dengan persaksian orang lain. Namun keputusan itu kembali kepada pemerintah yang sah.” [ Fathul Dzi al-Jalal wa al-Ikram , syarh hadits no. 623 dengan ada perubahan susunan ]

Hadits ini menunjukkan, bahwa untuk menetapkan ru`yah hilal Ramadhan, cukup dengan persaksian satu orang muslim yang adil (terpercaya). [ lihat Fatwa al-Lajnah ad-Da`imah no. 256 ]

Majmu’ah Manhajul Anbiya

Terbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button