ManhajRudud

Mengenal Lebih Dekat Salafy-Wahhabi

Bagian 1

Dakwah Salafiyyah merupakan dakwah yang mulia. Mengajak umat untuk kembali kepada para salafush shalih dalam segala urusan agama, baik dalam hal aqidah, ibadah, muamalah, akhlaqul karimah, hukum pidana, dll. Di antara dakwah yang gigih mengajak umat kembali merujuk kepada salafush shalih adalah dakwah Tauhid yang ditegakkan oleh Syaikhul Islam al-Mujaddid Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah (1115 – 1206 H / 1701 – 1793 M).

Namun sayang, musuh-musuh dakwah yang mulia ini sangat membencinya dan membuat umat lari darinya. Di antaranya dengan menyemat julukan jelek terhadap dakwah agung ini. Yaitu julukan “Wahhabi”, atau Salafy-“Wahabi”, sebagai sebuah stigma negatif terhadapnya. Julukan itu getol disematkan, untuk menggambarkan bahwa dakwah ini sebagai dakwah yang keras, kaku, harfiah, tekstual, ekstrim, fundamentalis, merusak kearifan lokal, dan sebagainya.

Belakangan, beberapa pihak menyebut Salafy-“Wahabi” sebagai dakwah yang mengajarkan terorisme. Atau sebagai pintu masuk ajaran terorisme, karena ajarannya bersifat ekstrim. Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah seorang tokoh pembaharu dunia Islam abad ke-12 hijriyah yang banyak dizhalimi oleh musuh-musuhnya. Di antaranya dalam bentuk celaan, caci maki, tuduhan buruk, dan stigma negatif yang dilancarkan tanpa bukti. Mari kita mengenal dakwah beliau rahimahullah dengan lebih dekat lagi. Dakwah beliau yang tak lain membawa misi dakwah yang diemban oleh para rasul.

Hakekat Dakwah Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab

Samahatu asy-Syaikh al-‘Allamah ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz (w. 1420 H/1999 M) rahimahullah, “Sesungguhnya dakwah al-Imam asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab – rahimahullah – adalah Dakwah Islamiyyah, dakwah yang diserukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabatnya yang mulia serta diserukan pula oleh salafush shalih. Oleh karena itu dakwah ini sukses dan meraih pengaruh yang sangat besar, meskipun musuh-musuh dan penentangnya sangat banyak di dunia Islam. Hal ini sebagai bukti kebenaran sabda Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam :

لا تَزالُ طائفةٌ من أُمَّتي ظاهِرِينَ على الحقِّ ، لا يَضُرُّهم مَن خَذَلهم ولا مَن خَالَفَهم حتى يأتىَ أمرُ اللهِ

“Akan senantiasa ada sekelompok dari umatku yang terus berjaya di atas al-haq. Mereka tidak akan dirugikan oleh siapapun yang menelantarkan mereka, hingga datang perintah Allah.” [ Muttafaqun alaihi ]

Dakwah ini meskipun merupakan rangkaian dakwah pembaharuan, terhubung dengan madzhab salaf yang telah mendahuluinya, di samping dakwah ini juga tidak keluar dari madzhab salaf, hanya saja dakwah ini perlu upaya yang serius untuk mempelajari dan perhatian terhadapnya, serta memberikan pencerahan terhadap umat tentang hakekat dakwah ini. Karena banyak dari umat ini yang masih tidak mengerti tentang hakekatnya.

Juga karena dakwah ini menghasilkan buah yang sangat besar yang belum pernah diperoleh oleh tokoh pembaharu siapapun sebelum beliau (asy-Syaikh Muhammad bin ‘Abdil Wahhab) setelah masa tiga generasi yang utama (yakni setelah masa para shahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in, pen). Yaitu dakwah ini telah berhasil mewujudkan sebuah masyarakat yang memberlakukan syariat Islam, mewujudkan sebuah daulah (negara) yang percaya terhadap dakwah ini dan menerapkan hukum-hukumnya dengan penerapan yang bersih dan murni dalam segala aspek kehidupan manusia, baik dalam aspek aqidah, hukum, tradisi, pidana, ekonomi, dan yang lainnya.

Kenyataan inilah yang membuat sebagian ahli sejarah dakwah ini mengatakan, “Sesungguhnya sejarah Islam setelah masa kenabian dan khulafaur rasyidin belum pernah menyaksikan komitmen yang totalitas terhadap hukum-hukum Islam sebagaimana yang disaksikan oleh Jazirah Arabia di bawah naungan Daulah Arab Saudi, yang mendukung dan membela dakwah ini.”

Alhamdulillah, negeri ini terus menikmati hasil-hasil dakwah ini dalam bentuk keamanan, ketenangan, dan kenyamanan hidup. Jauh dari bid’ah dan khurafat yang telah banyak merugikan banyak negeri-negeri Islam. Kerajaan Arab Saudi, baik pemerintahnya maupun ulamanya, selalu mengedepankan kepentingan kaum muslimin di dunia semuanya. Sangat optimis untuk menyebarkan Islam di berbagai belahan dunia. Agar semua juga bisa merasakan kenikmatan sebagaimana negeri ini.” (Sumber: Majmu’ Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah, 1/380)

Ketika menggambarkan kesuksesan dakwah Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah dalam sebuah masyarakat yang adil makmur aman sejahtera di bawah naungan negara tauhid, asy-Syaikh Abdul ‘Aziz bin Baz mengatakan,

“Masjid-masjid dimakmurkan dengan pelajaran-pelajaran tentang (ilmu-ilmu) al-Qur’an al-‘Azhim, as-Sunnah yang suci, sejarah Islam, ilmu-ilmu bahasa arab yang bermanfaat. Sehingga warga masyarakat senantiasa berada dalam aktifitas mudzakarah, ilmu, amal, dakwah, dan bimbingan Islam.Ada pula warga masyarakat lainnya yang beraktifitas terkait kepentingan dunia yang bermanfaat, seperti pertanian, industri, dan lainnya.

Demikianlah, masyarakat yang beraktifitas dalam ilmu, amal, dakwah, bimbingan Islam. Mengurus dunia dan agama. Dia mengajar ilmu dan mempelajarinya, bersamaan dengan itu juga bekerja di ladangnya, atau industri, atau perdagangan, dll. Terkadang untuk kepentingan agamanya, terkadang untuk kepentingan penghidupan dunianya. Sehingga warga masyarakat kala itu adalah sebagai para dai (juru dakwah) yang menyeru ke jalan Allah, bersama dengan itu mereka juga beraktifitas dalam berbagai kegiatan industri demi kemajuan negaranya. Sehingga terwujud swasembada perekonomian dalam negeri yang membuat mereka tidak tergantung kepada pihak luar negeri.” (Sumber: Al-Imam Muhammad bin Abdul Wahhab Da’watuhu wa Siratuhu, 45-46).

Demikian gambaran singkat buah dari kesungguhan Syaikhul Islam Muhammad bin Wahhab rahimahullah dalam menegakkan dakwah Tauhid dan Sunnah, atau dakwah Salafiyyah. Sungguh merupakan dakwah penuh barakah. Mengajak umat manusia kepada makna Islam seutuhnya. tidak terikat oleh fanatik madzhab, kelompok, atau tokoh.

Aqidah asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab

Dalam salah satu surat yang beliau tulis, asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab menjelaskan tentang aqidah dan keyakinan beliau. Berikut isi surat tersebut :

بسم الله الرحمن الرحيم

Dari Muhammad bin Abdul Wahhab Kepada siapa pun dari kaum muslimin yang surat ini sampai padanya

سلام عليكم ورحمة الله وبركاته، وبعد

Aku sampaikan kepada Anda bahwa aku – Alhamdullillah – aqidah dan agamaku yang aku beribadah kepada Allah dengannya adalah : madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yang para imam kaum muslimin berada di atasnya, di antara mereka adalah para imam madzhab yang empat dan para pengikutnya, hingga hari Kiamat kelak. Namun aku menjelaskan kepada umat tentang memurnikan amal ibadah hanya untuk Allah. Aku melarang umat dari berdo’a (meminta-minta) kepada para nabi dan orang-orang yang sudah mati, baik orang-orang shalih maupun selainnya.

Aku juga menjelaskan tentang penyekutuan dalam peribadatan kepada Allah yang terjadi di tengah-tengah mereka, baik dalam mempersembahkan sembelihan, nadzar, tawakkal, sujud, dll yang merupakan hak Allah, yang tidak disaingi oleh malaikat terdekat maupun nabi yang diutus. Prinsip inilah yang didakwahkan (diserukan) oleh para rasul, sejak rasul pertama hingga rasul terakhir. Prinsip ini pulalah yang Ahlus Sunnah wal Jama’ah berada di atasnya.

Jadi, berbagai hal yang disebutkan tentang kami selain dakwah (mengajak) umat manusia kepada tauhid dan melarang mereka dari syirik, maka semua itu adalah kebohongan. … Aku katakan kepada mereka, Aku berdiskusi dengan pengikut madzhab Hanafi dengan ucapan para ulama mutaakhirin dari kalangan madzhab Hanafiyyah, Malikiyyah, Syafi’iyyah, dan Hanbaliyyah. Jadi masing-masing aku ajak diskusi dengan kitab-kitab mutaakhirin dari kalangan ulama-ulama yang mereka jadikan sandaran/pegangan. Ketika mereka masih menolak juga, maka aku nukilkan ucapan (penjelasan) para ulama dari setiap madzhab kepada pengikut madzhab tersebut.

Aku sebutkan semua yang diucapkan oleh para ulama tersebut, setelah aku jelaskan tentang (hukum) berdo’a kepada kuburan dan bernadzar untuknya. Mereka pun mengakui dan membuktikan kebenaran (apa yang aku nukilkan tersebut, pen). Namun hal itu tidaklah menambah mereka kecuali semakin lari menjauh.

Adapun tentang takfir, maka yang aku kafirkan adalah orang yang mengerti agamanya Rasulullah, kemudian setelah mengerti ternyata dia malah mencacinya dan melarang umat manusia dari mengikutinya, bahkan memusuhi orang yang mengamalkannya. Inilah orang yang aku kafirkan.

Sedangkan mayoritas umat – Alhamdulillah – tidak seperti itu kondisinya. Adapun tentang perang, maka hingga hari ini kami tidak memerangi seorang pun, kecuali dalam rangka membela diri dan kehormatan. Yaitu orang-orang yang datang ke (menyerang) negeri kami, dan tidak menyisakan untuk kami kesempatan apapun. Namun terkadang kami perangi sebagian mereka sebagai bentuk pembalasan.

Balasan dari kejelekan adalah kejelekan yang setimpal. Demikian pula orang yang terang-terangan mencela agamanya Rasulullah setelah dia memahami/mengerti tentangnya, maka kami terangkan kepadanya bahwa kebenaran itu adalah ini (mengikuti dan taat kepada agamanya Rasul) yang tidak ada keraguan padanya. Bahwasanya wajib untuk menyebarkannya di tengah-tengah umat manusia dan mengajarkannya kepada kaum wanita maupun pria. (sumber : ad-Durar as-Saniyyah, 1/64, 72-74) Bersambung, insyaallah ditulis oleh: Ahmad Alfian Jember, 18 Sya’ban 1442 H / 1 April 2021 M

Terbaru

2 Komentar

  1. Jazakumullahu Khoiron Wa Barakallahufikum, Kepada Segenap Crew yg menulis artikel ini, sangat bermanfaat bagi kami, dari segi wawasan dan ilmu syariat..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button