Ramadhaniyyah

Adakah Waktu Imsak?

Firman Allah Subhnahu wa Ta’ala :

[sc_typo_arabic type=”quran” textalign=”center”] وَكـُلـُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتـَبَيَّنَ لـَكُمُ اْلخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ اْلخَيْطِ اْلأَسْوَدِ …[/sc_typo_arabic]

“Makan minumlah kalian (pada malam hari) sampai tampak jelas pada kalian perbedaan antara ‘benang putih’ dengan benang hitam’ … ” (al-Baqarah : 187)

Al-Imam Al-Bukhari membawakan bab khusus untuk ayat ini (( وَكـُلـُوا وَاشْرَبُوا …)) dalam rangka menerangkan batas akhir dibolehkannya makan sahur dan dimulainya ash-shaum. Kemudian beliau menyebutkan hadits Adi bin Hatim radhiAllahu ‘anhu, beliau berkata :

[sc_typo_arabic type=”quran” textalign=”right”] لَمَّا نَزَلَتْ ((وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ اْلخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ اْلخَيْطِ اْلأَسْوَدِ …)) عَمَدْتُ إلَى عِقَالٍ أَسْوَدَ وَإلَى عِقَالٍ أبْيَضَ فَجَعَلْتُهَا تَحْتَ وِسَادَتِي فَجَعَلْتُ أَنْظُرُ فِي اللَّيْلَ فَلاَ يَسْتَبِيْنَ لِي فَغَدَوْتُ عَلَى رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَذَكَرْتُ لَهُ فَقَالَ إنَّمَا ذلِكَ سَوَادُ اللَّيْلِ وَبَيَاضُ النَّهَارِ. [/sc_typo_arabic]

Artinya :
”Ketika turunnya ayat (وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ اْلخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ اْلخَيْطِ اْلأَسْوَدِ) saya mencari tali hitam dan tali putih, saya letakkan di bawah bantal, kemudian saya mengamatinya di malam hari dan tidak nampak. Keesokan harinya saya menghadap Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam dan saya ceritakan kepadanya, kemudian beliau berkata : Yang dimaksud dengannya adalah gelapnya malam dan terangnya siang.” Al-Bukhari hadist no. 1917

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menafsirkan maksud benang putih dan benang hitam dengan kegelapan malam dan cahaya siang tidak seperti yang disangka oleh Adi bin Hatim dan beberapa shahabat yang lainya. Hal ini terjadi karena nuzul (turunnya) ayat ( مِنَ اْلفَجْرِ) tidak bersamaan dengan ayat ((وَكُلُوا وَاشْرَبُوا melainkan turun sesudahnya. Hal ini sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh Al Imam Al Bukhari dan Al Imam Muslim dari shahabat Sahl bin Sa’d radhiAllahu ‘anhu :

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] أُنْزِلَتْ ((وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ اْلخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ اْلخَيْطِ اْلأَسْوَدِ …)) وَلَمْ يَنْزِلْ (( مِنَ اْلفَجْرِ)) فَكَانَ رِجَالٌ إذا أرَادُوا الصَّوْمَ رَبَطَ أَحَدُهُمْ فِي رِجْلِهِ اْلخَيْطَ اْلأبْيَضَ وَالخَيْطَ الأسْوَدَ وَلَمْ يَزَلْ يَأكُلُ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لهُ رُؤْيَـتُهُمَا فَأَنْزَلَ اللهُ بَعْدُ ((مِنَ اْلفَجْرِ)) فَعَلِمُوا أنَّهُ إنَّمَا يَعْنِي الليْلَ وَ النـَّهَارَ. [/sc_typo_arabic]

Artinya :
“Ketika turun ayat ((وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ اْلخَيْطُ اْلأَبْيَضُ مِنَ اْلخَيْطِ اْلأَسْوَدِ ..)) dan belum turun potongan ayat selanjutnya ((مِنَ اْلفـَجْرِ)), dahulu para shahabat jika ingin bershaum maka salah seorang diantara mereka mengikatkan benang putih dan benang hitam di kakinya dan melanjutkan makan sampai jelas perbedaan antara keduanya, kemudian Allah subhanu wata’ala menurunkan ((مِنَ اْلفـَجْرِ)) sehingga mereka faham bahwa yang dimaksud dengannya adalah cahaya siang dan kegelapan malam.”

Dari sini, jelaslah bahwa permulaan waktu shaum dimulai sejak  munculnya fajar yang kedua atau fajar shadiq, karena fajar itu ada dua macam :

1. Fajar Kadzib yaitu fajar yang cahayanya naik (vertikal) seperti ekor serigala, dan belum masuk waktu shalat Subuh dengannya, serta masih dibolehkan makan dan minum, sebagaimana diterangkan dalam hadits Jabir bin Abdullah dan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata :

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] اَلْفَجْرُ فَجْرَانِ فَأَمَّا اْلفَجْرُ الَّذِي يَكُونُ كَذَنَبِ السَّرْحَانِ فَلاَ تَحِلُّ الصَّلاَةُ فِيْهِ وِلاَ يُحْرَمُ الـَّطعَامُ، وَأَمَّا اَّلذِي يَذْهَبُ مُسْتَطِيْلاً فِي اْلأُفُقِ فَإنَّهُ تُحِلُّ الصَّلاَةُ وَ يُحْرَمُ الـَّطعَامُ ( رواه الحاكم )[/sc_typo_arabic]

Artinya :
“Fajar ada dua macam (pertama), fajar yang bentuknya seperti ekor serigala maka belum dibolehkan dengannya shalat (subuh) dan masih dibolehkan makan. Dan (kedua) fajar yang membentang di ufuk timur adalah fajar yang dibolehkan di dalamnya shalat (subuh) dan diharamkan makan (sahur).” H.R. Al-Hakim, dishahihkan oleh al-Albani

2. Fajar Shadiq yaitu fajar yang cahayanya memanjang ( mendatar ). Sebagaimana terdapat dalam hadits Samuroh bin Jundub dan selainnya diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim secara marfu’ dengan lafadz :

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] لاَ يَغُرَّنكمْ أحَدَكمْ نِدَاءُ بِلاَلٍ مِنَ السَّحُوْرِ وَلاَ هذا البَيَاضُ حَتَّى يَسْتطِيْرَ. وفي رواية : هُوَ المُعْتـَرِضُ وَليْسَ بالمُسْتَطِيلِ[/sc_typo_arabic]

Artinya :
“Janganlah adzannya Bilal mencegah kalian dari sahur dan tidak pula cahaya putih ini sampai mendata (horisontal). Dalam riwayat yang lain : yaitu cahaya yang mendatar bukan yang menjulang ke atas.” Muslim (hadits no. 1093

Atas dasar itu, maka kebiasaan menahan makan dan minum sebelum terbitnya fajar kedua, yang dikenal dengan waktu imsak, adalah bid’ah yang mungkar yang harus ditinggalkan dan diingkari oleh kaum muslimin.

Al-Hafidz Ibnu Hajar mengatakan :
Termasuk dalam bid’ah yang mungkar adalah apa yang telah terjadi pada masa ini (masanya Al-Hafidz Ibnu Hajar-pen) berupa mengumandangkan adzan subuh dan mematikan lampu dua puluh menit sebelum fajar kedua pada bulan Romadhon yang dijadikan sebagai tanda berhentnyai makan dan minum bagi orang yang akan shaum dalam rangka ihthiyat (kehati-hatian) dalam beribadah. Kebid’ahan ini tidaklah diketahui kecuali oleh segelintir orang dari kalangan kaum muslimin. Dan bahkan mereka tidak mengumandangkan adzan mahgrib kecuali setelah terbenamnya matahari dengan derajat tertentu untuk memantapkan waktu ifthor (berbuka). Sehingga dengan kebiasaan mengakhirkan ifthor dan menyegerakan sahur ini, mereka telah menyelisihi sunnah yang berakibat sedikitnya kebaikan dan banyaknya kejelekan pada ummat ini.” (Fathul Baari jilid 4 hal. 199 hadist no. 1957)

Oleh karena itu seharusnya bagi kaum muslimin untuk menghidupkan sunah Rasullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berupa mengangkat dua orang muadzin dan adzan subuh dua kali, untuk membantu ketika hendak melakukan ibadah ash-shaum dan shalat serta yang berkaitan dengan keduanya. Demikianlah sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam yang terdapat dalam Ibnu Umar radhiAllahu ‘anhuma diriwayatkan oleh Al-Imam Muslim, beliau mengatakan :

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ يَقولُ : إنَّ بلاَلاً يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى تَسْمَعُوا أذَانَ اِبْنِ أمِّ مَكْتومٍ [/sc_typo_arabic]

artinya :
“Saya mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam berkata : Sesungguhnya Bilal mengumandangkan adzan di malam hari, maka makan dan minumlah sampai mendengar adzannya Ibnu Ummi Maktum.”

Al-Imam Al-Bukhari meriwayatkan dari jalannya Aisyah radhiAllahu ‘anha dengan lafadz :

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] كُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذنَ اِبْنُ أمِّ مَكتُومٍ فَإنَّهُ لاَيُؤَذِّنُ حَتَّى يَطْلُعَ الفَجْرُ[/sc_typo_arabic]

Artinya :
“Makan dan minumlah sampai Ibnu Ummi Maktum mengumandangkan adzan karena dia tidak mengumandangkannya kecuali jika telah terbit fajar.”

Terbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button