Ramadhaniyyah

Yang Membatalkan Puasa dan Yang Tidak

Ada beberapa perkara yang terkadang samar bagi orang-orang yang sedang menjalankan ibadah shaum. Perkara-perkara pembatal shaum dikira bukan pembatal, sedangkan yang bukan pembatal justru dikira sebagai pembatal.

Diantara pembatal-pembatal tersebut adalah:

1. Makan Dan Minum dengan Sengaja di Siang Ramadhan
Makan dan minum dengan sengaja dapat membatalkan shaum. Namun apabila disebabkan lupa maka tidak membatalkannya, berdasarkan hadits Rasulullah :

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] إِذَا أَكَلَ وَ شَرِبَ نَاسِيًا فَلْيُتِمْ صَوْمَهُ، فَإِنَّمَا أَطْعَمَهُ اللهُ وَ سَقَاهُ[/sc_typo_arabic]

“Jika seseorang lupa kemudian makan dan minum, maka hendaknya menyempurnakan shaumnya karena sesungguhnya dia telah diberi makan dan minum oleh Allah ? .” (Muttafaqun ‘alaihi)
Infus juga membatalkan shaum karena menggantikan posisi makanan dan minuman, tetapi selain infus yang disuntikan ke urat atau otot, seperti obat-obatan tidaklah membatalkan shaum. (Fiqhul Ibaadaat hal. 182-186 karya Asy Syaikh Ibnu Utsaimin)

2. Muntah
Jumhur ulama berpendapat bahwa muntah dengan sengaja membatalkan shaum, jika tidak sengaja maka tidaklah membatalkannya. Sebagaimana hadits yang diriwayatkan oleh Abu Darda’:

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] أنَّ رَسُوْلَ اللهُ قَاءَ فَأَفْطَرَ[/sc_typo_arabic]

“Bahwasanya Rasulullah muntah (dengan sengaja) kemudian beliau ber-ifthar (berbuka ).” (Shahih Sunan Abi Dawud no. 2380, makna قَاءَ adalah muntah dengan sengaja, lihat Fathul Baari hadits no. 1938-1940)

Apabila muntah dengan sengaja tanpa mengeluarkan sesuatu apapun tidak membatalkan shaum dan apabila keluar sesuatu dari mulutnya walaupun sedikit maka membatalkan shaumnya. (Asy-Syarhul Mumti’ 6/386)

3. Haidh dan Nifas
Haidh dan nifas merupakan penghalang bagi wanita untuk bershaum dan diwajibkan baginya untuk mengqadha’nya. Berdasarkan hadits Aisyah : “Dahulu kami di masa Rasulullah juga mengalami haidh namun kami hanya diperintahkan untuk mengqadha’ shaum dan tidak diperintahkan untuk mengqadha’ shalat. (Muttafaqun ‘alaih)

PERMASALAHAN SEPUTAR WANITA HAIDH DAN NIFAS
1. Wanita yang haidh atau nifas di siang Ramadhan membatalkan shaum walaupun menjelang beberapa saat sebelum matahari tenggelam dan wajib baginya untuk mengqadha’ (mengganti di hari lain), jika haidh atau nifasnya datang setelah matahari terbenam maka sah shaumnya. (Fatawa Al Lajnah Ad Daaimah No. 10343)
2. Wanita yang suci dari haidh atau nifas di siang Ramadhan harus segera mandi dan shalat, serta wajib baginya untuk mengqadha’.
3. Keguguran di Bulan Ramadhan
Jika keguguran terjadi setelah terbentuknya janin manusia maka darah yang keluar itu adalah darah nifas, tidak boleh baginya bershaum dan shalat. Dan apabila keguguran di saat bershaum maka batal shaumnya. Akan tetapi jika terjadi sebelum terbentuknya janin manusia maka darah yang keluar bukan darah nifas sehingga wajib baginya untuk bershaum dan shalat. (Al Lajnah Ad Daimah no. 10653 Fatawa Ramadhan hal. 358)

Hukum Berjima’ Di Siang Hari Bulan Ramadhan
Hukum berjima’ dengan sengaja di siang Ramadhan adalah:
1. Batal shaumnya,
2. Wajib baginya mengqadha’
3. Wajib baginya kaffarah (tebusan),
4. Wajib baginya untuk bertaubat kepada Allah ?

Adapun kafarahnya adalah;
1. Membebaskan budak
2. Kalau tidak mampu bershaum 2 bulan berturut-turut,
3. Kalau tidak mampu memberi makan enam puluh orang miskin.
Sebagaimana hadits Abu Hurairah : “Datang seorang laki-laki kepada Rasulullah dan berkata: “Celakalah aku wahai Rasulullah!, Berkata Rasulullah : “Apa yang menyebabkankamu celaka ? Dia berkata: ‘Aku telah menggauli istriku di siang Ramadhan. Berkata : ‘Apakah engkau mampu untuk memerdekakan budak ? Tidak. Apakah engkau mampu untuk bershaum dua bulan berturut-turut ? Tidak. Apakah engkau mampu untuk memberi makan enam puluh orang miskin ? Tidak. Kemudian orang tersebut duduk dan Rasulullah memberikan sekeranjang kurma kepadanya. (Muttafaq ‘alaihi)

Bahwa kaffarah itu hanya berlaku bagi yang berjima’ di siang Ramadhan dan dalam keadaan muqim (tidak bersafar), maka tidak berlaku bagi orang yang berjima’ disaat safar walaupun dia shaum dan juga tidak berlaku pula bagi orang berjima’ disaat menjalankan shaum wajib tetapi diluar bulan Ramadhan. (Asy Syarhul Mumti’ 6/412-418. Fatawa Ibnu Baaz 3/202-203)

PERKARA-PERKARA YANG TIDAK MEMBATALKAN SHAUM, Namun DIKIRA OLEH SEBAGIAN KAUM MUSLIMIN SEBAGAI PEMBATAL SHAUM

1. Bersiwak (Menggosok Gigi)
Anggapan bersiwak oleh sebagian muslimin termasuk membatalkan shaum adalah tidak benar. Berdasarkan hadits Abu Hurairah :
“Kalaulah sekiranya aku tidak khawatir membebani umatku niscaya aku perintahkan mereka untuk bersiwak setiap hendak shalat. (Muttafaq ‘Alaih)
Keumuman makna hadits tersebut menunjukkan bolehnya bersiwak di setiap waktu baik bershaum ataupun tidak. Tidaklah benar meninggalkan keumuman makna hadits tersebut kecuali dengan dalil yang shorih (jelas) dan shahih. Sedangkan hadits Ali bin Abi Thalib :

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] إِذَا صُمْـتُمْ فَاسْتَاكُوا بِالْغَدَاةِ وَلاَ تَسْتَاكُوا بِالْعَشِيِّ [/sc_typo_arabic]

“Jika kalian bershaum maka bersiwaklah di pagi hari dan janganlah kalian bersiwak di waktu sore.” (Hadits ini lemah sehingga tidak bisa dijadikan hujjah, Al Irwa’ no. 67)

2. Mencicipi Masakan atau Semisalnya
Ini merupakan rukhshah (keringanan), seperti ibu rumah tangga atau pembeli makanan yang mengaharuskan untuk mencicipinya. Berdasarkan atsar Ibnu Abbas : “Boleh bagi seseorang mencicipi atau merasakan cuka atau sesuatu yang lainnya yang ingin dibelinya.” (Al Irwa’ no. 937)

3. Mandi Untuk Mendinginkan Badan
Al Imam Al Bukhari menyebutkan atsar Ibnu Umar bahwasanya beliau membasahi bajunya kemudian memakainya dalam keadaan bershaum dan juga Al Imam Abu Daud meriwayatkan dari Abu Bakar bin Abdurrahman bahwasanya Rasulullah menuangkan air dari atas kepalanya dalam keadaan beliau bershaum dikarenakan rasa haus atau udara yang panas. (Shohih Sunan Abu Daud no. 2365, Fatawa Ramadhan hal. 544)

4. Istinsyaaq dan Madhmadhah (Berkumur)
Rasulullah bersabda:
“Hiruplah air ke hidung sekukat-kuatnya (ketika berwudhu’) kecuali jika engkau dalam keadaan bershaum.” (H.R. Abu Dawud)

5. Menelan Ludah
Mengeluarkan setiap ludah merupakan perbuatan yang sangat memberatkan, karena air ludah merupakan proses alamiah, sehingga tidak mengapa bagi orang yang bershaum untuk menelan ludahnya bahkan tidak ada khilaf (perbedaan) diantara ulama tentang bolehnya hal yang demikian. (Asy Syaikh Ibnu Baaz dalam Fatawa 3/81, Fatawa Ramadhan hal. 526)

6. Mencabut Gigi dan Keluarnya Darah Dari Badan
Mencabut gigi tidaklah membatalkan shaum karena tidak bermaksud untuk mengeluarkan darah dengan sengaja. Begitu juga menggaruk kulit hingga keluar darah atau keluarnya darah dari hidung (mimisan) juga tidak membatalkan shaum kecuali mengeluarkan darah dari hidung dengan sengaja, maka hal ini membatalkan shaum. (Asy Syarhul Mumti’ 6/397)

7. Memasuki Waktu Subuh Dalam Keadaan Junub (Hadats Besar)
Jumhur ulama berpendapat boleh dan sah shaumnya tersebut, berdasarkan hadits Aisyah dan Ummu Salamah: “Bahwa Rasulullah memasuki waktu fajar dalam keadaan junub dikarenakan menggauli istrinya kemudian beliau mandi dan bershaum.” (Muttafaqun ‘alaihi)

8. Mencium atau Memcumbu Istri di Siang Hari
Pada asalnya mubah (boleh) dan tidak membatalkan shaum. Sebagaimana Hadits Aisyah :
“Dahulu Rasulullah mencium dan mencumbu istrinya dalam kondisi beliau bershaum tetapi beliau adalah orang yang paling mampu menahan syahwatnya diantara kalian.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Namun jika dikhawatirkan menyebabkan al inzal (keluarnya air mani) maka hukumnya makruh, bahkan bisa sampai haram.

9. Al Inzal (keluarnya air mani).
Jika al inzal (keluarnya air mani) terjadi secara sengaja karena mencium istri atau perbuatan yang semisalnya, maka dia berdosa akan tetapi apakah membatalkan shaum atukah tidak. Hal ini terdapat dua pendapat diantara ulama, yaitu:
a. Membatalkan shaum dan wajib mengqodho’nya. Hal ini merupakan pendapat jumhur ulama’ dan tarjih dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiah, Asy Syaikh Bin Baaz, dan Ibnu ‘Ustaimin
b. Tidak membatalkan shaum dan tidak diwajibkan qadha’ ataupun kaffarah. Ini merupakan pendapat Ibnu Hazm, Asy Saukani, Ash Shan’ani, Asy Syaikh Al Albani dan Asy Syaikh Muqbil. Asy Syaikh Al Albani di dalam Tamamul Minnah hal. 418-421 berkata: ”Tidak ada dalil atas pernyataan bahwa hal itu adalah membatalkan shaum. Tidaklah benar inzal (keluranya mani) dikarenakan mencium atau mencumbu dan semisalnya disamakan dengan inzal dikarenakan jima’.”
Adapun bila yang keluar itu adalah madzi maka pendapat yang ditarjih oleh Abu Hanifah, Asy Syafi’, IbnuTaimiyah dan Ibnu Utsaimin adalah tidak membatalkan shaum. (Asy-Syarhul Mumti’ 6/390)

10. Berihtilam (mimpi basah) di siang Ramadhan
Ihtilaam (mimpi basah) tidaklah membatalkan shaum, karena terjadi di luar iradah (keinginan). Inilah yang ditarjih oleh Asy Syaikh Ibnu Baaz, Ibnu Utsaimin, Shalih Al Fauzan dan yang lainnya .(Fatawa Ramadhan hal.440-443)

Hadits-Hadits Lemah Atau Palsu Yang Tersebar Di Kalangan Umat

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] نَوْمُ الصَّائِمِ عِبادَةٌ وَ سُكُوْتُهُ تَسْبِيحٌ وَ دُعَاؤُهُ مُسْتَجَابَةٌ وَ عَمَلُهُ مُتَقَبَّلٌ[/sc_typo_arabic]
“Tidurnya orang yang bershaum adalah ibadah, diamnya tasbih, doanya mustajab, dan amalannya diterima.”

Keterangan:
Hadits ini palsu disebabkan adanya seorang periwayat yang pendusta yaitu Abu Dawud Sulaiman bin Amr An-Nakha’i. (Lihat Silsilah Adh Dha’ifah hadits no. 4696)

sumber http://buletin-alilmu.net/2006/09/17/perkara-perkara-yang-harus-diperhatikan-oleh-orang-yang-bershaum/

Terbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button