AqidahManhaj

asy-Syaikh Rabi’ tentang “Perjanjian” Jahat dan Zhalim itu

PENGANTAR DARI ASY-SYAIKH RABI’ AL MADKHALI

terhadap 

BANTAHAN ASY-SYAIKH ARAFAT

TERHADAP SYAIKH MUHAMMAD AL-IMAM

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”center”] بسم الله الرحمن الرحيم[/sc_typo_arabic]

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] :الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن اتبع هداه؛ أما بعد[/sc_typo_arabic]

Saya telah membaca apa yang telah ditulis oleh Asy-Syaikh Arafat bin Hasan Al-Muhammady tentang khutbah yang menegaskan atau menguatkan “perjanjian” bathil yang telah berlangsung antara Muhammad Al-Imam dan Rafidhah Hutsiyun yang merupakan musuh-musuh Kitab Allah, sunnah Rasul-Nya, musuh para Shahabat yang mulia, serta musuh Ahlus Sunnah. Hal itu sudah merupakan sifat Rafidhah sepanjang sejarah Islam. Ini adalah perkara yang diketahui oleh para ulama Ahlus Sunnah dan para penuntut ilmu, bahkan banyak kaum Muslimin yang awam. Sedangkan Muhammad Al-Imam sangat mengetahuinya dengan jelas. Kitab-kitab Rafidhah penuh dengan celaan mereka terhadap para Shahabat Rasulullah, mengkafirkan mereka, mengkafirkan Ahlus Sunnah, mengubah-ubah Al-Qur’an, tidak mengakui sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi was sallam yang tertulis dalam Ash-Shahihain (Shahih Al-Bukhary dan Shahih Muslim –pent) dan kitab-kitab As-Sunnah yang lainnya.

Diantara ucapan mereka adalah apa yang dikatakan oleh seorang Rafidhah zindiq yang bernama Ni’matullah Al-Jazairy tentang Rafidhah: “Kita tidak akan pernah bersatu dengan mereka –maksudnya Ahlus Sunnah– dalam hal sesembahan, nabi, dan imam. Hal itu karena mereka menyatakan bahwa Rabb mereka adalah yang mengutus Muhammad sebagai nabi, dan khalifah setelahnya adalah Abu Bakar. Sedangkan kita tidak mengakui Rabb yang seperti ini dan tidak pula mengakui nabi tersebut. Bahkan kita menyatakan bahwa Rabb yang khalifah yang menggantikan nabi-Nya adalah Abu Bakar maka Dia bukanlah Rabb kita, dan nabi tersebut bukanlah nabi kita.” (Al-Anwaar An-Nu’maniyyah, II/278)

Muhammad Al-Imam sangat mengetahui perkara ini dengan jelas, dan dia telah menulisnya di dalam kitabnya yang membantah Rafidhah Hutsiyun yang berjudul “An-Nushrah Al-Yamaaniyyah” dan dia mengetahui banyak sekali tentang kesesatan mereka. ٍSaya yakin dia mengetahui kebathilan dari kesepakatan ini yang telah menyakiti As-Sunnah dan orang-orang yang berpegang teguh dengannya, dan mereka pun sangat merasa tersakiti karenanya dan sangat mengingkarinya dengan keras. Sedangkan musuh-musuh mereka justru merasa senang dengannya sehingga mereka akan menjadikan kesepakatan tersebut sebagai pijakan untuk mencela Salafiyun secara umum dan mencela akidah dan manhaj  mereka. Jadilah mereka menuduh Ahlus Sunnah telah menjalin ukhuwwah dengan Rafidhah dan mereka pun telah memvonis kafir terhadap Muhammad Al-Imam disebabkan kesepakatan tersebut dan mengisyaratkan vonis kafir terhadap Salafiyun akibat kesepakatan tersebut.

Maka yang dituntut dari Muhammad Al-Imam adalah mengumumkan pembatalan kesepakatan yang bathil ini, yang keadaannya sesuai dengan sabda Rasulullah shallallahu alaihi was sallam:

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] مَا كَانَ مِنْ شَرْطٍ لَيْسَ فِيْ كِتَابِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ فَهُوَ بَاطِلٌ وَإِنْ كَانَ مِائَةَ شَرْطٍ[/sc_typo_arabic]

“Apa pun syarat yang tidak ada di dalam Kitab Allah Azza wa Jalla, maka syarat tersebut bathil walaupun ada 100 syarat.”

Pengumuman (taubat/rujuk) semacam ini benar-benar sedang ditunggu-tunggu oleh Salafiyun. Jadi, wajib atas Al-Imam  untuk segera mengeluarkan pengumuman tersebut, yang merupakan perkara yang diwajibkan oleh Islam atasnya, dengannya dia bisa lepas dari segala konskwensinya dan selamat dari kemurkaan Ar-Rahman.

Ditulis oleh:

Rabi’ bin Hady Umair

Terbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button