Lain-lain

JAZAKALLAHU KHAIRAN ATAS KRITIKNYA WAHAI SAUDARAKU

JAZAKALLAHU KHAIRAN ATAS KRITIKNYA WAHAI SAUDARAKU
(Klarifikasi Audio Manasik Haji bagian ke-2)

Luqman bin Muhammad Ba’abduh

Berikut ini bagian kedua dari tulisan terkait klarifikasi seputar permasalahan wukuf, yang saya tetap berharap ini bermanfaat untuk kita semua terkhusus saya pribadi.

Dalam salah satu poin kritikan terhadap kajian yang saya sampaikan, saudara pengkritik mengatakan :

3. Sunnah Rasul : wukuf memperbanyak doa

Ngawur LB : wukuf memperbanyak talbiyah. Yakni menurut saudara pengkritik, saya mengatakan “wukuf memperbanyak talbiyah.”

Sementara kata pengkritik sunnah Rasul ketika wukuf adalah memperbanyak doa. Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih Jazakallahu khairan kepada saudara pengkritik, semoga Allah memberikan keikhlasan dan pahala kepada anda.

Semoga Allah mengampuni saya dan saudara pengkritik.

Sebelumnya perlu saya nukilkan di sini ucapan saya yang sebenarnya, yaitu sebagai berikut :

“Apa yang dilakukan oleh jama’ah haji di Padang Arafah? *Bertalbiyah:* Labbaikallahumma labbaik … . Kadang-kadang bosan kan.

Bayangkan dari waktu zhuhur sampai malam kita hanya Labbak Allahumma Labbaik… .”

Lalu saya juga mengatakan, Apa ucapan yang paling afdhal kata Rasulullah di saat Arafah? “Laailaaha illallahu wahdahu laa syarikalah lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ala kulli syain qadiir” ini diperbanyak, kemudian Talbiyah: Labbaikallahumma labbaik… jangan lupa terus diucapkan.

Apa yang saya sampaikan di atas merujuk pada hadits Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam,

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] أفضل ما قلت أنا والنبيون عشية عرفة : « لا إله الله وحده لا شريك له، له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير »[/sc_typo_arabic]

“Ucapan (dzikir) terbaik yang aku ucapkan dan diucapkan oleh para nabi pada ‘asyiyyah (waktu sejak tergelincir matahari ketika zhuhur sampai terbenamnya) tatkala wuquf di Arafah adalah :

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] « لا إله الله وحده لا شريك له، له الملك وله الحمد وهو على كل شيء قدير »[/sc_typo_arabic]

Hadits ini dari shahabat Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu, diriwayatkan oleh ath-Thabarani, dan disebutkan oleh Asy-Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah no. 1503, dan Manasik al-Hajj wa al-‘Umrah, lalu beliau berkata, “Hadits ini hasan atau shahih, memiliki banyak jalan periwayatan.”

Dari ucapan saudara pengkritik di atas, ada dua kemungkinan :

Kemungkinan Pertama : Dia mengkritisi ucapan “memperbanyak”, yakni menurutnya ketika wuquf tidak disyariatkan memperbanyak talbiyah.

Maka perlu saya tegaskan, sebatas dari cuplikan audio yang diedarkan, setelah saya mencoba mendengarkan ulang sebatas yang saya mampu, tidak ada kata-kata, “memperbanyak” dalam ucapan saya.

Saya hanya mengatakan, “Apa yang dilakukan oleh jama’ah haji di Padang Arafah? Bertalbiyah: Labbaikallahumma labbaik … . “ dan saya mengatakan, Apa ucapan yang paling afdhal kata Rasulullah di saat Arafah? “Laailaaha illallahu wahdahu laa syarikalah lahul mulku wa lahul hamdu wa huwa ala kulli syain qadiir” ini diperbanyak, kemudian Talbiyah: Labbaikallahumma labbaik… jangan lupa terus diucapkan.

Tidak ada saya mengatakan “memperbanyak Talbiyah”

Kemungkinan Kedua : bahwa dia mengkritisi masalah disyari’atkannya membaca talbiyah ketika wuquf di Arafah.

Yakni menurut saudara pengkritik, ketika di Wuquf di Arafah tidak disyariatkan membaca talbiyah, melainkan disyariatkan memperbanyak do’a, bukan talbiyah.

Ini yang tampak dari redaksi ucapan saudara pengkritik. Jika ini yang dimaksud oleh saudara pengkritik, maka berikut ini saya akan menukilkan beberapa penjelasan dan fatwa-fatwa ulama kita.

Semoga bermanfaat.

1. Fatwa Asy-Syaikh al-Albani rahimahullah.

Dalam kitabnya Hajjatun Nabi, hal. 72, pada bagian catatan kaki, beliau mengatakan :

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] (64) وجاء في غير حديث أنه صلى الله عليه وسلم وقف يدعو رافعا يديه. ومن السنة أيضا التلبية في موقفه على عرفة خلافا لما ذكره شيخ الإسلام في منسكه (ص 383) [/sc_typo_arabic]

Telah datang keterangan tidak hanya dalam satu hadits, bahwa Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam berdiri dalam keadaan berdo’a mengangkat kedua tangannya, dan juga di antara Sunnah adalah bertalbiyah di tempat wuqufnya saat di Arafah.

Berbeda dengan pendapat yang disebutkan oleh Syaikhul Islam dalam kitab manasik-nya (hal. 383).” Kemudian asy-Syaikh al-Albani melanjutkan :

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] فقد قال سعيد بن جبير: كنا مع ابن عباس بعرفة فقال لي: يا سعيد ما لي لا أسمع الناس يلبون؟ فقلت: يخافون من معاوية قال فخرج ابن عباس من فسطاطه فقال: لبيك اللهم لبيك. فإنهم قد تركوا السنة … أخرجه الحاكم (1 / 464 – 465) والبيهقي (5 / 113) من طريق ميسرة بن حبيب عن المنهال بن عمرو عنه. قال الحاكم: ” صحيح على شرط الشيخين ” ووافقه الذهبي[/sc_typo_arabic]

Sa’id bin Jubair telah mengatakan, “Kami dulu bersama Ibnu ‘Abbas di Arafah, maka beliau (Ibnu ‘Abbas) mengatakan kepadaku, “Wahai Sa’id mengapa aku tidak mendengar manusia (para jamaah haji) bertalbiyah?” … Maka Ibnu ‘Abbas pun keluar dari tendanya seraya mengucapkan (bertalbiyah), “Labbaikallahumma labbaik” (Ibnu Abbas kemudian mengatakan), “Sungguh mereka telah meninggalkan Sunnah! … .”

Diriwayatkan oleh al-Hakim (1/464-465), al-Baihaqi (5/113) dari jalan periwayatan Maisarah bin Habib dari al-Minhal bin ‘Amr dari beliau (Sa’id bin Jubair). Al-Hakim berkata, “hadits shahih sesuai dengan persyaratan asy-Syaikhain (al-Bukhari dan Muslim)” dan disepakati oleh adz-Dzahabi.” sekian asy-Syaikh al-Albani

Perhatikan, bagaimana shahabat Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu mengingkari para jama’ah haji yang tidak bertalbiyah ketika wuquf di Arafah, sehingga dengan tegas beliau mengatakan, “Sungguh mereka telah meninggalkan Sunnah! … .”

asy-Syaikh al-Albani kembali melanjutkan,

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] ثم روى الطبراني في ” الأوسط ” (1 / 115 / 2) والحاكم من طريق أخرى عن ابن عباس أن رسول الله صلى الله عليه وسلم وقف بعرفات فلما قال: لبيك اللهم لبيك قال: إنما الخير خير الآخرة. وسنده حسن وصححه الحاكم ووافقه الذهبي وفي الباب عن ميمونة زوج النبي صلى الله عليه وسلم من فعلها. أخرجه البيهقي[/sc_typo_arabic]

Kemudian diriwayatkan oleh ath-Thabarani dalam al-Ausath (1/115/2) dan al-Hakim melalui jalur periwayatan lainnya, dari shahabat Ibnu ‘Abbas bahwasanya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam wuquf di Arafah, dan ketika beliau mengucapkan (bertalbiyah) : “Labbaikallahumma labbaik” beliau mengatakan, “Innamal khairu khairul akhirah.” Sanad hadits ini hasan, dishahihkan oleh al-Hakim dan disepakati oleh adz-Dzahabi.” sekian asy-Syaikh al-Albani

Terkait dua hadits di atas, asy-Syaikh Muqbil al-Wadi’i rahimahullah dalam kitabnya Tatabbu’ Auhami al-Hakim allati sakata ‘alahiha adz-Dzahabi (yaitu kitab yang berisi penelitian beliau terhadap kesalahan-kesalahan al-Hakim dalam karyanya al-Mustadrak), beliau tidak memberikan komentar/keterangan apapun tentangnya.

Dengan kata lain, beliau tidak menggolongkannya dalam kesalahan-kesalahan al-Hakim saat menshahihkan hadits ini.

Yang menunjukkan ada isyarat bahwa asy-Syaikh Muqbil sepakat dengan keabsahan kedua hadits di atas.

Karena kalau tidak sepakat dengan penshahihan al-Hakim biasanya beliau memberikan keterangan di catatan kaki. Wallahu a’lam.

Kesimpulan : asy-Syaikh al-Albani sangat menekankan kepada jamaah haji untuk bertalbiyah saat wuquf di ‘Arafah.

2. Berikut ini mari kita ikuti bimbingan/fatwa al-‘Allamah al-‘Utsaimin, sebagaimana dimuat dalam Majmu Fatawa wa Rasail al-‘Utsaimin (22/98) sebagaimana dalam program al-Maktabah asy-Syamilah :

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] مجموع فتاوى ورسائل العثيمين (22/ 98) وعن ابن عباس- رضي الله عنهما- أن أسامة رضي الله عنه كان رديف النبي – صلى الله عليه وسلم – من عرفة إلى مزدلفة، ثم أردف الفضل – رضي الله عنه- من مزدلفة إلى منى فكلاهما قال: (لم يزل يلبي حتى رمى جمرة العقبة) أخرجاه في الصحيحين (4) (4) أخرجه البخاري، كتاب الحج، باب النزول بين عرفة وجمع (رقم 1675) ومسلم، كتاب الحج، باب استحباب إدامة الحاج التلبية حتي يشرع في رمي جمرة العقبة يوم النحر (رقم 1281) .[/sc_typo_arabic]

Dan (telah datang) dari Ibnu ‘Abbas radhiyyallahu ‘anhuma bahwa shahabat Usamah radhiyallahu ‘anhu pernah berbonceng di belakang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari ‘Arafah menuju Muzdalifah. Kemudian beliau membonceng al-Fadhl radhiyallahu ‘anhu dari Mudzlifah ke Mina. Mereka berdua (Usamah dan al-Fadhl) mengatakan, “Nabi terus bertalbiyah hingga beliau melempar Jumratul Aqabah.” Diriwayatkan dalam ash-Shahihain (al-Bukhari dan Muslim).

Diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Kitab al-Hajj, Bab an-Nuzul baina Arafah wa Jam’in (Singgah di antara Arafah dan Muzdalifah), dan diriwayatkan oleh Muslim dalam Kitab al-Hajj, Bab Istihbab Idamati al-Haajj at-Talbiyata hatta yasyra’ fi Ramyi Jumrah al-‘Aqabah Yauma an-Nahr (Disukai bagi seorang jamaah haji berkesinambungan dalam bertalbiyah hingga memulai lempar Jumratul Aqabah pada hari an-Nahr (hari ke-10 Dzulhijjah)

3. Melengkapi pentingnya Sunnah bertalbiyah di Padang Arafah, mari kita ikuti bersama fatwa dan arahan al-‘Allamah asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah, disebutkan dalam kitab Fatawa Nuurun ‘ala ad-Darb 17/333 :

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] فهذا هو المشروع للحجيج أن يمكثوا في عرفات ذاكرين ملبين داعين مخلصين لله خاشعين لله عز وجل، حتى تغيب الشمس،[/sc_typo_arabic]

“Inilah yang disyari’atkan bagi para jama’ah haji saat mereka berdiam (wuquf) di Arafah, yaitu dalam keadaan mereka berdzikir, bertalbiyyah, berdo’a dengan mengikhlashkan niat karena Allah, dan khusyu’ kepada Allah ‘Azza wa Jalla sampai Matahari terbenam.”

Demikian tulisan bagian kedua ini.

Bersambung, Insyaallah

Terbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button