Fawaid

Keistimewaan-Keistimewaan Penting Dakwah Asy-Syaikh Muqbil (3)

KEISTIMEWAAN-KEISTIMEWAAN PENTING

DAKWAH AL-IMAM MUQBIL BIN HADI AL-WADI’I RAHIMAHULLAH

(tulisan ke-3)

Istimewa Dakwah sy.Muqbil-3

Di Antara Keistimewaan Manhaj yang berjalan di atasnya Asy-Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i dalam Dakwahnya Al-Mubarakah yang bersumber dari Al-Kitab dan As-Sunnah di atas paham Salaful Ummah, sebagai berikut :

KEISTIMEWAAN KETUJUH :

TIDAK ADA BALAS DENDAM KARENA KEPENTINGAN PRIBADI

Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah bukanlah seorang yang terbiasa balas dendam karena kepentingan pribadi dengan mengatasnamakan dakwah.

Di antara sikap agung dan terpuji yang berhias dengannya Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah adalah beliau tidak pernah marah karena kepentingan pribadi. Hanyalah beliau marah karena sunnah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam, sebagai bentuk mencontoh beliau Shallahu ‘alaihi wa Sallam yang tidak pernah marah karena pribadinya sama sekali, namun beliau marah tatkala larangan-larangan Allah dilanggar sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih dari ‘Aisyah Radhiyallah ‘anhu [1]

Sungguh betapa banyak koran, majalah, maupun berbagai komentar, baik mingguan, harian, tengah bulanan yang mencela Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dan dakwah beliau yang mubarakah ini yang telah membuat mereka tidak bisa tenang, namun demikian engkau tidak mendapati beliau menggubris mereka dan memperhatikannya. Hanyalah beliau marah karena Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Terkadang seorang ahlul bid’ah menulis tentang beliau tulisan yang cukup panjang pada salah satu koran, atau dalam satu kaset khusus, namun demikian Asy-Syaikh Muqbil sama sekali tidak menggubrisnya. Terkadang beliau mewakilkan pada salah seorang muridnya untuk membaca tulisan tersebut dan menyimpulkannya, karena sudah tidak ada waktu bagi beliau untuk sekadar membela dirinya, dan bahwa itu lebih hina untuk beliau menghabiskan waktunya yang mahal untuk sekadar membela pribadi beliau.

Di antara pernyataan beliau dalam masalah ini, “Kita sudah tidak waktu untuk membela pribadi kita. Namun terhadap As-Sunnah kita gigit dengan gigi geraham. Maka kita tidak membiarkan seorang pun mencela Sunnah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam, baik dia itu seorang syi’i, shufi, atau dari kalangan Ikhwanul Muslimin. Kita ini adalah tebusan untuk As-Sunnah, kehormatan kita sebagai tebusan untuk As-Sunnah.” (Fadha`ih wa Nasha`ih 154-155).

Beliau juga berkata, “Kita tidak mempedulikan untuk kita membela pribadi kita. Penduduk Sha’dah telah menyebarkan tujuh halaman yang dipenuhi dengan celaan dan cercaan terhadap Muqbil, saya katakan, ‘Demi Allah saya tidak akan menjawab mereka.’ Apakah aku membantah penduduk Sha’dah dengan sebab mereka mencela aku? Tidak, aku lebih hina untuk aku membela pribadiku. Adapun sunnah Rasulullah Shallahu ‘alaihi wa Sallam maka kita menggigitnya dengan gigi geraham, walaupun tidak tersisa pada kita kecuali gigi-gigi depan kita.” (Al-Fawakih Al-Janbiyyah, 168).

Inilah sifat agung ini merupakan di antara sifat-sifat terpenting yang Al-Imam Al-Wadi’i berhias dengannya. Yang menunjukkan pembelaan beliau yang murni terhadap al-haq dan jauhnya beliau dari hawa nafsu dan kecenderungan pribadi. Demikian yang kami yakini terhadap beliau, Allah yang menghisab beliau, dan kami tidak mentazkiyah seorang pun di hadapan Allah. Bahkan engkau dapati beliau rahimahullah justru sering membalas celaan dengan ma’af dan kelapangan, sama sekali tidak mempedulikannya. Bahkan beliau mengatakan, “Dosa-dosaku sangat banyak. Semoga mereka bisa memperingan dosa-dosaku.”

* * *

KEISTIMEWAAN KEDELAPAN :

ADIL MESKIPUN TERHADAP MUSUH

Syaikhuna Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah adalah seorang yang sangat adil, meskipun terhadap musuhnya.

Sifat adil merupakan sifat yang tampak, dan hal itu juga sangat tampak pada Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah. Sifat tersebut sangat dikenal oleh siapapun yang bergaul dan duduk bersama beliau rahimahullah. Engkau lihat beliau marah terhadap seseorang hingga memerah wajah beliau, tampak urat leher beliau, terkadang beliau sampai memukul karena saking marahnya, sehingga orang lain akan mengira bahwa beliau akan mencerca orang tersebut dengan sejelek-jelek cercaan. Namun ternyata, meskipun demikian, beliau rahimahullah tidaklah menyifati musuhnya tersebut melebihi dari sifat yang memang pantas untuknya.

Syaikhuna Al-Jalil ‘Abdul ‘Aziz Al-Bura’i berkata tentang Asy-Syaikh Muqbil, “Sungguh aku sangat kagum dengan sikap adil beliau dalam memberikan hukum terhadap para penentangnya, semenjak aku masuk ke madrasah beliau yang mubarakah. Aku khawatir aku akan mati sebelum aku bisa memahami sikap adil dan seimbang tersebut. dan alhamdulillah, kami telah mengenyam sebagian apa yang kami inginkan.” (Al-Imam Al-Alma’i, 218)

Aku katakan : Dengan sebab sifat yang terpuji ini Allah menangkan Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah atas musuh-musuh sunnah, … , Allah jadikan hati-hati para hamba mau menerima Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah. Tersebarlah dakwah beliau ke segenap penjuru timur dan barat bumi.

Di antara pernyataan beliau dalam memberikan dorongan untuk senantiasa di atas keadilan meskipun terhadap lawan/musuh, adalah ucapan beliau rahimahullah -setelah memuji dan menyanjung Allah-,

“Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Kitab-Nya yang mulia :

﴿ إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ

“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk bersikap adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepada kalian agar kalian dapat mengambil pelajaran.” [An-Nahl : 90]

Pada ayat mubarakah ini terdapat penjelasan bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan untuk bersikap adil. Adil adalah : meletakkan segala sesuatu tepat pada tempatnya. Sebagaimana kezhaliman adalah meletakkan sesuatu tidak pada tempatnya. Dan Allah juga berfirman dalam Kitab-Nya yang mulia,

﴿وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا ﴾ (الأنعام: من الآية152)

“Apabila kalian berkata, maka berlaku adillah.”

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman :

﴿ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا كُونُوا قَوَّامِينَ بِالْقِسْطِ شُهَدَاءَ لِلَّهِ وَلَوْ عَلَى أَنْفُسِكُمْ أَوِ الْوَالِدَيْنِ وَالْأَقْرَبِينَ إِنْ يَكُنْ غَنِيّاً أَوْ فَقِيراً فَاللَّهُ أَوْلَى بِهِمَا فَلا تَتَّبِعُوا الْهَوَى أَنْ تَعْدِلُوا ﴾ (النساء: من الآية135)

“Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kalian orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap diri kalian sendiri, atau terhadap ibu bapak, dan kaum kerabat kalian. Jika dia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kalian mengikuti hawa nafsu dari pada berbuat adil.” [An-Nisa` : 135]

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman :

﴿ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى ﴾ (المائدة: 8)

“Janganlah kebencian kalian terhadap suatu kaum menyebabkan kalian tidak bersikap adil. Bersikap adillah, karena itu lebih dekat kepada ketaqwaan.” [Al-Ma`idah : 8]

Ahlus sunnah adalah orang yang paling bergembira dengan ayat tersebut yang telah kalian dengar. Mereka senantiasa bersikap adil, baik terhadap karib kerabat maupun orang yang jauh, baik terhadap kawan maupun lawan. Ahlus Sunnah dalam tulisan-tulisan mereka, dalam khuthbah-khutbah mereka, dan dalam taklim-taklim mereka senantiasa konsisten di atas sikap adil.” (Al-Fawakih Al-Janbiyyah, 173-174).

Beliau rahimahullah terus menerus mengingatkan bahwa senantiasa bersikap adil merskipun terhadap lawan merupakan kemenangan dan kekuatan beliau. Di antaranya adalah ucapan beliau, “Saya berlepas diri dari mengatakan bahwa Syi’ah lebih jahat dan lebih terlaknat daripada Yahudi dan Nashara. Rabbul ‘Izzah berfirman dalam Kitab-Nya yang mulia,

﴿وَإِذَا قُلْتُمْ فَاعْدِلُوا ﴾ (الأنعام: 152)

“Apabila kalian berucap, maka berkata adillah.” [Al-An’am : 152]

Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman :

﴿ وَلا يَجْرِمَنَّكُمْ شَنَآنُ قَوْمٍ عَلَى أَلَّا تَعْدِلُوا اعْدِلُوا هُوَ أَقْرَبُ لِلتَّقْوَى ﴾ (المائدة: 8)

“Janganlah kebencian kalian terhadap suatu kaum menyebabkan kalian tidak bersikap adil. Bersikap adillah, karena itu lebih dekat kepada ketaqwaan.” [Al-Ma`idah : 8]

Allah juga berfirman :

﴿ إِنَّ اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْأِحْسَانِ ﴾ (النحل: 90)

“Sesungguhnya Allah memerintahkan kalian untuk bersikap adil dan berbuat kebajikan,” [An-Nahl : 90]

Mereka tidaklah menjadi terkalahkan kecuali disebabkan keadilan yang terdapat dalam tulisan-tulisan kita, kaset-kaset kita, dan dalam dakwah kita. Mereka melihatnya haq, dalam keadaan mereka tetap terhinakan. Maka saya nasehatkan kepada saudara-saudaraku fillah, apabila kalian berbicara, atau berucap maka jangan sampai melewati batas (yang semestinya).” (Gharatul Asyrithah , I/263).

Beliau juga berkata, “Dalam rangka itu, kitab-kitab ahlus sunnah senantiasa konsisten di atas keadilan, demikian juga kaset-kaset mereka. Sementara musuh-musuh mereka tetap dalam kesesatannya. Bila mereka membantah, maka akan jelas terhadap umat (siapa yang benar dan siapa yang salah). Kalau mereka diam (tidak membantah), maka mereka diam karena terpaksa. Karena ucapan Ahlus Sunnah konsisten di atas keadilan. Sementara umat memahami, mendengar, dan mengerti, serta mengetahui kondisi pihak yang membantah dan pihak yang dibantah atasnya.” (Gharatul Asyrithah II/15). Semakna dengan ini lihat pula dalam (Qam’ul Mu’anid 104).

Demikianlah sekilas tentang manhaj Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah dalam memberikan dorongan untuk konsisten di atas sikap adil meskipun terhadap lawan.

* * *

KEISTIMEWAAN KESEMBILAN :

MENJAGA LISAN, UCAPAN YANG JUJUR, DAN TATSABBUT DALAM MENUKIL BERITA

Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah sangat berhati-hati dalam menyampaikan berita dan dalam melakukan pengechekan (tatsabbut) terhadap berita tersebut.

Adalah Syaikhuna Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah termasuk orang yang paling jujur ucapannya, paling kuat dalam tatsabbut ketika menerima berita dan menyebarkannya ke tengah-tengah umat. Sangat jauh dari kedustaan dalam menukil berita, dari ucapan-ucapan keji, dan dari ketajaman lisan (demikian yang kami yakini terhadap beliau, Allah yang menghisab beliau). Dan beliau dulu senantiasa memberikan semangat dan dorongan untuk jujur dalam segala ucapan dan perbuatan. Beliau memiliki khuthbah jum’at yang terkenal tentang dorongan untuk senantiasa berupaya jujur dan jauh dari kedustaan.

Adapun ketajaman lisan dan menyebutkan kalimat-kalimat kotor, maka Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah adalah orang yang paling jauh dari hal tersebut. Bahkan karena sangat besarnya upaya beliau menjaga lisan, sampai-sampai beliau tidak sanggup menukilkan kepada para muridnya beberapa ungkapan salaf yang berisi ungkapan vulgar tentang hal-hal yang kotor terhadap sebagain orang. Dulu beliau apabila menyebutkan tenang Qiyas, beliau hanya menyebutkan bahwa Al-Imam Asy-Sya’bi rahimahullah berbicara keras tentangnya, tanpa beliau sanggup untuk menyebutkan redaksi ucapan tersebut. Terkadang beberapa murid mewakili beliau untuk menyebutkan redaksi ucapan tersebut. …

Demikian juga, terkadang beliau menjelaskan tentang makna Ar-Rafts dalam firman Allah Ta’ala :

﴿ فَلا رَفَثَ وَلا فُسُوقَ وَلا جِدَالَ فِي الْحَجِّ ﴾ (البقرة: 197)

“Maka tidak boleh rafats, berbuat fasiq dan berbantah-bantahan di dalam masa mengerjakan haji.” [Al-Baqarah : 197]

Terkadang beliau hanya mengisyaratkan kepada tafsir Ibnu ‘Abbas Radhiyallah ‘anhuma tentang ayat tersebut, tanpa beliau menyebutkan redaksi ucapan Ibnu ‘Abbas. Terkadang sebagian murid menggantikan beliau membacakan teks/redaksi ucapan Ibnu ‘Abbas tersebut.

* * *

KEISTIMEWAAN KESEPULUH :

SIKAP LEMBUT TERHADAP PARA THALABATUL ‘ILMI, TERUTAMA DARI KALANGAN ORANG ASING (DARI LUAR NEGERI YAMAN)

Kelembutan Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah terhadap para thalabatul ‘ilmi dan memperhatikan urusan-urusan mereka.

Adalah Syaikhuna Al-Wadi’i rahimahullah sangat bersikap lembut dan halus kepada para thalabatul ‘ilmi, serta sangat sayang terhadap mereka. Beliau berupaya serius untuk memenuhi segala kebutuhan-kebutuhan mereka selama beliau mampu. Beliau telah memberikan harta yang paling mahal yang beliau miliki untuk mereka. Tanah yang beliau warisi dari ayahnya, beliau waqafkan untuk para thalabatul ‘ilmi yang miskin, yang sebelumnya tanah tersebut merupakan kebun yang menghasilkan harta.

Demikian juga, di awal-awal dakwah, beliau memiliki sebuah mobil. Ketika itu belum ada yang menyantuni para thalabatul ‘ilmi yang datang kepada beliau. Maka beliau pun menjual mobil tersebut, dan beliau menyantuni mereka dari hasil penjualan tersebut. Demikianlah engkau dapati, beliau berupaya serius untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan para muridnya dan memberikan kecukupan buat mereka selama beliau mampu. Syafa’at beliau terhadap para muridnya sangat banyak. Bahkan beliau, dalam beberapa kondisi, jika tidak bisa memberikan syafa’at atau memenuhi kebutuhan para muridnya, beliau menangis karena besarnya kepedihan yang beliau rasakan dan beliau merasakan penderitaan-penderitaan mereka.

Demikian juga engkau dapati Asy-Syaikh Muqbil dalam durus ‘am (pelajaran-pelajaran umum) beliau menyampaikan pembicaraan kepada anak-anak didiknya para thalabatul ‘ilmi dengan kalimat-kalimat yang penuh kasih sayang dan kelembutan. Banyak sekali beliau mengajak bicara mereka dengan ungkapa, “Wahai anak-anakku,”. Bahkan pernah suatu ketika beliau bertanya pada dars ‘am (pelajaran umum), : “Siapakah orang yang paling banyak anaknya?” maka sebagian murid menjawab, “Fulan bin fulan.” Lainnya lagi menjawab, “Fulan bin fulan,” demikian mereka menyebut sekian nama. Kemudian Asy-Syaikh Muqbil mengatakan, “Aku adalah orang yang paling banyak anaknya. Karena aku menganggap kalian semua sebagai anak-anakku.”

Demikian, engkau dapati seorang thalib melanggari sebagian perkara. Maka engkau dapati Asy-Syaikh Muqbil menasehatinya, sekali, dua kali, dan seterusnya. Beliau tidak gampang-gampang untuk kemudian mengusirnya, kecuali kalau memang sudah tidak mampu memperbaiki kondisi murid tersebut. Pengusiran pada masa Asy-Syaikh Muqbil sangat sedikit sekali.

Kelembutan Asy-Syaikh Muqbil yang sangat besar terhadap para murid dari luar Yaman

Adalah Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah sangat lembut terhadap para ghuraba` (murid-murid dari luar Yaman) yang telah menempuh jarak (yang sangat jauh) dan menanggung keletihan, yang mungkin saja sebagian mereka meninggalkan harta yang berlimpah, bangunan-bangunan megah, dan kendaraan-kendaraan mewah di negeri mereka dalam rangka rihlah menuntut ilmu kepada Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah dengan segala kondisi yang ada pada para thalabah. Maka engkau dapati Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah bersikap sabar atas mereka, memberikan semangat kepada mereka, dan mencurahkan untuk mereka apa yang beliau mampu untuk memudahkan thalabul ‘ilmi bagi mereka.

Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah telah menyinggung mereka dalam wasiat agung beliau, beliau berkata, “dan para thullab asing (yakni dari luar Yaman) lainnya, mereka adalah orang-orang yang sabar dalam menanggung perkara berat yang hanya Allah saja yang tahu, demi menuntut ilmu. maka berbuat baiklah terhadap mereka. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

﴿ فَبِمَا رَحْمَةٍ مِّنَ اللّهِ لِنتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنتَ فَظّاً غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنفَضُّواْ مِنْ حَوْلِكَ

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu bisa berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.[Ali ‘Imran : 159]

Orang asing bisa tersinggung dengan sebab kalimat apapun, apalagi sebagian mereka datang dari negerinya yang penuh kemewahan. Maka bersikap lembutlah terhadap mereka.”

Di antara ucapan beliau juga, yang beliau sampaikan pada masa-masa akhir kehidupan beliau, dalam sebuah muhadharah di kota Shan’a, “Wahai ahlus sunnah, wajib atas kalian untuk bersikap lembut. Kita telah berpengalaman dalam dakwah, tidak pernah kita dapati suatu dakwah itu sukses kecuali dengan sikap lembut.”

Seseorang memberitakan kepadaku, bahwa datang kepada Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah pada hari-hari kesempitan atas mereka (para thullab), maka dia menceritakan kepada beliau tentang kondisi beberapa orang. Maka Asy-Syaikh Muqbil pun menangis. Kemudian beliau mengeluarkan seribu real saudi, seraya beliau berkata, “Demi Allah tidak ada apa-apa lagi di rumahku kecuali ini saja.”

Inilah sekilas tentang manhaj Al-Imam Al-Wadi’i rahimahullah dan kasih sayang beliau terhadap para muridnya, terutama para murid asing (dari luar Yaman).

Selesai, Alhamdulillah.

diterjemahkan dari http://sahab.net/forums/showthread.php?t=367848 dengan sedikit perubahan.


[1] HR. Muslim 2328.

Terbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca juga
Close
Back to top button