Fawaid

Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Shalfiq : Perjalananku ke Indonesia (5)

KETIGA :

Beberapa Risalah yang Selesai Dibaca Selama Perjalan

Beserta Faidah-Faidah Ilmiah

atau Penambahan Catatan Kaki yang Penting

Karena perjalanan antara Jakarta dan Abu Dhabi yang sangat jauh, yaitu membutuh waktu perjalanan selama tujuh jam (pesawat), maka aku menghabiskannya untuk membaca dan menulis. Di antara risalah yang tertuang adalah risalah yang berjudul Al-Maqalat Asy-Syar’iyyah (Makalah-makalah Ilmiah) karya rekan kami Asy-Syaikh ‘Abdullah Al-Bukhari dengan pendahuluan dari dua orang syaikh yang mulia, yaitu Asy-Syaikh Ahmad An-Najmi rahimahullah dan Asy-Syaikh Zaid bin Hadi Al-Madkhali hafizhahullah.

Risalah tersebut terkumpul dalam tiga jilid, beliau memberikannya kepadaku sebagai hadiah pada daurah kali ini. Beliau menulis dalam risalah tersebut sejumlah pembahasan yang bagus. Asy-Syaikh An-Najmi menyatakan tentang pembahasan tersebut : “Pembahasan-pembahasan ini dalam pandanganku adalah untaian permata dan cahaya putih. Penulis telah mendapatkan taufik dalam memilih dan dalam menyampaikannya.” Beliau  juga berkata : “Penulis (Asy-Syaikh ‘Abdullah Al-Bukhari) telah mengumpulkan perbahasan-pembahasan yang membangunkan akal-akal yang tidur dan hati-hati yang lalai.”

Di antara apa yang telah aku baca dari pembahasan dan makalah ini adalah tulisan tentang pembelaan yang benar tentang seorang tokoh pembawa dan pembela bendera as-sunnah, yaitu Asy-Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali. Pada awal pembahasan membicarakan masalah keutamaan para ‘ulama dan penjelasan tentang sebagian hak mereka yang harus ditunaikan oleh umat ini terhadap para ‘ulama. Kemudian beliau (Asy-Syaikh Al-Bukhari) membahas tentang Asy-Syaikh A-Mujahid Al-‘Allamah Al-Muhaddits Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali dan pembelaannya terhadap as-sunnah, serta pujian-pujian para ulama atasnya. Di antaranya beliau menyebutkan pujian dari dua orang ‘ulama besar, yaitu Asy-Syaikh Al-Muhaddits Al-‘Allamah Muhammad Nashiruddin Al-Albani dan Asy-Syaikh Al-Faqih Al-Ushuli Al-Mufassir Al-‘Allamah Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin – semoga Allah merahmati keduanya-.

Ketika telah selesai membaca risalah yang indah  dan pembahasan yang bagus ini, aku memberikan tambahan terhadap pembahasan tersebut dalam bentuk catatan kaki. Aku katakan padanya :

Segala puji bagi Allah, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasulullah. Wa ba’d : Ini adalah makalah yang baik, ditulis oleh saudara kami Asy-Syaikh ‘Abdullah Al-Bukhari tentang pembelaan terhadap Asy-Syaikh Al-Allamah Al-Mujahid Rabi’ Al-Madkhali. Risalah ini mencapai puncak keindahan. Hanya saja penulis tidak menampilkan sikap-sikap syaikh kami (Asy-Syakh Rabi’) yang bisa dirasakan dalam memberikan nasehat kepada pihak lain dan kesabaran beliau menghadapi mereka, hingga tampak dari mereka sikap rujuk. Apabila ternyata tetap tidak mau rujuk, maka beliau pun membantahnya. Hal ini sebagaimana terjadi terhadap ‘Abdurrahman ‘Abdul Khaliq, Salman Al-‘Audah, Abul Hasan Al-Ma’ribi, dan selain mereka.

Demikian pula dengan sikap beliau terhadap para salafiyyin di seluruh tempat. Musyawarah-musyawarah dan nasehat yang beliau berikan. Berapa banyak didapatkan dari musyawarah, nasehat, dan arahan penghancuran kebatilan dan bid’ah-bid’ah, tampaknya As-Sunnah dan orang-orang yang berpegang dengannya, serta kemenangan kaum muslimin dalam menghadapi orang-orang kafir.

Sebagaimana terjadi pada kaum muslimin di salah satu kepulauan Indonesia, ketika kaum Nashrani dengan tiba-tiba menyerang kaum muslimin di kepulauan tersebut, yaitu pada hari raya ‘Idul fitri. Kaum nashrani menyerang kaum muslimin dengan serentak. Mereka berhasil membunuh sejumlah besar kaum muslimin. Sehingga tidak ada yang bisa dilakukan oleh kaum muslimin di Indonesia kecuali berkumpul dan bersepakat untuk memerangi mereka. Mereka menyeberangi lautan dengan kapal untuk menuju kepulauan tersebut dengan jumlah mencapai 5000 orang. Mayoritas mereka adalah salafiyyin. Kemudian mereka menyerang kaum nashara dan berhasil membunuh dari mereka sejumlah ribuan orang di medan tempur yang berlangsung selama berbulan-bulan. Hasil dari upaya ini (jihad melawan orang-orang nashara-pen) memberikan hasil berupa pelajaran bagi kalangan nashrani, yang dengannya mulialah kaum muslimin dan menjadi hinalah orang-orang kafir. Semua usaha ini (melawan kaum nashara-pen) mayoritasnya adalah karena mengikuti dan arahan dari Asy-Syaikh Al-Mujahid Rabi’ Al-Madkhali dan Asy-Syaikh Al-Muhaddits Muqbil Al-Wadi’i, ketika pemerintah dalam keadaan tidak merespon untuk melakukan perbaikan keadaan.

Yang seperti ini, demi Allah, adalah jihad yang hakiki, yaitu untuk menegakkan kalimat Allah dan membela kaum muslimin. Adapun perang yang dilakukan oleh ahlul bid’ah dan kalangan takfiri, Al-Qaeda (Usamah) bin Laden dan (Aiman) Azh-Zhawahiri, yang mereka menamakannya sebagau jihad, pada hakekatnya adalah kejahatan terhadap Islam dan kaum muslimin serta memberikan peluang kepada kaum kafir untuk mencekik leher kaum muslimin dan merampas wilayah mereka. Mayoritas perang mereka – yaitu kalangan takfiri dan Al-Qaeda – semenjak awalnya dan masih terus berlanjut, adalah untuk menyerang kaum muslimin, sebagaimana telah terjadi di Afghanistan, penyerangan mereka terhadap Ahlus Sunnah dan pembunuhan yang mereka lancarkan terhadap Asy-Syaikh Jamilurrahman As-Salafi –rahimahullah-.

Sebagaimana pula yang terjadi di Aljazair. Mereka membunuhi kaum muslimin, mengeluarkannya dari masyarakat muslimin, dan mengkafirkannya. Itu semua dengan arahan dari orang-orang yang disebutkan sebagai dai-dai kebangkitan.

Sebagaimana pula terjadi di Iraq, mereka menumpahkan darah, berbuat lancang terhadap orang-orang yang tidak berdosa, masuk ke dalam masjid-masjid dan membunuh orang-orang yang shalat. Itu semua mereka lakukan atas nama jihad!! Inilah klaim mereka!!

Bahkan sebagaimana terjadi pada negeri kami, yaitu Kerajaan Saudi Arabia, negeri tahuid dan sunnah. Terjadi berbagai pengeboman dan pembunuhan orang-orang yang tidak bersalah, dilakukan oleh Al-Qaeda dan para pengekornya dari kalangan takfiri dan Quthbiyyin, atau dari kalangan orang-orang yang mendapatkan tarbiyah dari pendidikan Jama’ah Tabligh.

Aku katakan : betapa banyak Allah telah menghancurkan melalui beliau – yaitu Asy-Syaikh Rabi’ – upaya pembunuhan terhadap kaum muslimin dan orang-orang yang mendapatkan jaminan keamanan. Juga tindakan menumpahkan darah. Sebagaimana terjadi di Aljazair, ketika pembunuhan telah merajalela di antara mereka. Asy-Syaikh Rabi’ hafizahullah dan Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah memberikan nasehat kepada mereka.

Demikian pula dengan sikap beliau terhadap penduduk Iraq, serta arahan yang beliau sampaikan, yang kemudian berhasil menjaga dakwah dan keamanan mereka, serta kehormatan dan agamanya. Beliau juga memberikan dorongan untuk mencari ilmu, penuh hikmah, dan kesabaran. Serta sikap/peran beliau yang lain.”

Catatan kaki ini aku tulis sebagai tambahan untuk apa yang telah ditulis oleh saudara kami Asy-Syaikh ‘Abdullah Al-Bukhari, semoga Allah memberikan balasan kebaikan kepadanya. Tidak diragukan lagi bahwa Syaikhuna (Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali) memiliki sejumlah sikap/peran besar yang seharusnya untuk kita menampilkannya, agar umat mengetahui siapa sebenarnya ‘ulama kita. Betapa banyak melalui mereka Allah menjaga agama dan as-sunnah. Betapa banyak fitnah dan kejelekan yang Allah padamkan melalui mereka. Betapa banyak musibah dan bencana yang menimpa kaum muslimin Allah redakan melalui mereka. Yang demikian karena mereka bertolak dari ilmu, hikmah, dan nasehat  yang jujur bagi kaum muslimin.

Peristiwa Perang Teluk pertama belumlah jauh dari kita. Para ‘ulama –di bawah pimpinan Al-Imam Al-‘Alim Al-‘Allamah A-Muhaddits Al-Mujahid ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baz-  memberikan fatwa bolehnya meminta bantuan kepada kekuatan asing dalam melawan pasukan komunis (pasukan Iraq, di bawah pimpinan Shaddam Husain-pen).

Fatwa agung itu telah menjaga pertahanan Islam dan pemeluknya di saat para da’i-da’i ‘pencerahan’ dan ‘penyemangat’, seperti Salman Al-‘Audah dan Safar Al-Hawali, berfatwa dengan penolakan fatwa para ‘ulama tersebut dan berlepas diri darinya – demikian yang mereka yakini!!

Aku katakan : Inilah Al-Mujahid Al-‘Alim As-Salafi yang sangat cemburu terhadap Islam, As-Sunnah dan Manhaj As-Salafi, yaitu Asy-Syaikh Rabi’ Al-Madkhali. Sangat disayangkan ada di sana di antara anak-anak dari keturunan kita dan orang-orang yang tumbuh di negeri tauhid dan sunnah, dan terkadang dari kalangan yang dianggap berilmu dan da’i, yang umat diuji dengan keberadannya. Barangsiapa yang mengenali keutamaan beliau (Asy-Syaikh Rabi’), membaca karya-karyanya, serta mengambil nasehat dan arahan-arahannya, maka dia akan menolak dan waspada dari orang-orang semacam itu.

Demikianlah keadaannya. Hal ini telah terjadi dan aku saksikan sendiri di negeri Indonesia. Salah satu pelajar Indonesia yang hadir di daurah mengabarkan kepadaku bahwasanya pada beberapa hari sebelumnya ia ditemui oleh salah satu wakil Universitas Islam (Madinah) untuk menguji para pelajar yang ingin mendaftar di universitas tersebut. “Penguji tersebut menanyaiku tentang Asy-Syaikh Rabi’ Al-Madkhali, maka aku jawab sesuai dengan pengetahuanku tentang beliau.”, kata pelajar tersebut. Kemudian ia melanjutkan, “Ternyata hasil dari wawancara ini adalah namaku tidak masuk dalam daftar orang-orang yang diterima di unversitas Islam Madinah.”

Kami, demi Allah, sangat menyayangkan munculnya orang-orang seperti ini dari pihak Universitas Islam. Padahal dengannya Allah telah memberikan manfaat kepada Islam dan kaum muslimin. Jika Allah berkehendak, maka universitas tersebut akan senantiasa menjadi sebagai menara tauhid dan sunnah. Bagaimana tidak, sebenarnya universitas ini berdiri di atas ilmu yang benar bersumber dari Al-Quran dan As-Sunnah, serta aqidah As-Salaf ash-Shalih. Berdiri di tangan para ulama rabbani dan kawakan, baik dalam urusan pengaturan maupun pengajaran, seperti  Asy-Syaikh Muhammad bin Ibrahim Alusy-Syaikh, Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdullah bin Baaz, Asy-Syaikh Muhammad Al-Amin Al-Jinki Asy-Syinqithi, Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, dan selain mereka.

Aku memohon kepada Allah agar menetapkan universitas Islam Madinah tersebut dalam kondisi mulia untuk Islam dan kaum muslimin, Sunnah dan tauhid, serta menjauhkannya dari tangan-tangan ahlul ahwa dan hizbiyyin.

sumber http://www.salafy.or.id/modules/artikel2/artikel.php?id=1480

Terbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button