Aqidah

Kerusakan-Kerusakan Pemilu

al-Ustadz Abul ‘Abbas Muhammad Ihsan hafizhahullah

Sunnatullah yang pasti terjadi adalah bahwa segala sesuatu yang dibangun di atas fondasi yang benar akan membuahkan kebenaran pula.

Sebaliknya, segala sesuatu yang dibangun di atas fondasi yang salah akan membuahkan berbagai kesalahan. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

[sc_typo_arabic type=”quran” textalign=”right”] أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ اللَّهُ مَثَلًا كَلِمَةً طَيِّبَةً كَشَجَرَةٍ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌ وَفَرْعُهَا فِي السَّمَاءِ تُؤْتِي أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍ بِإِذْنِ رَبِّهَا وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ (25) وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ اجْتُثَّتْ مِنْ فَوْقِ الْأَرْضِ مَا لَهَا مِنْ قَرَارٍ (26) إبراهيم: 25، 26 [/sc_typo_arabic]

 “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Rabbnya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikit pun.” (Ibrahim: 24—26)

Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,

[sc_typo_arabic type=”quran” textalign=”right”] أَلَا وَإِنَّ فِي الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ كُلُّهُ وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ أَلَا وَهِيَ الْقَلْبُ[/sc_typo_arabic]

“Ketahuilah bahwa di dalam setiap jasad itu ada segumpal daging. Apabila segumpal daging itu baik, akan menjadi baiklah seluruh tubuhnya. Apabila rusak, akan rusaklah seluruh tubuhnya.” (HR. al-Bukhari dan Muslim dari an-Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhu)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah menjelaskan makna ayat di atas dalam tafsirnya, “Demikianlah pohon iman. Pangkalnya kuat di dalam hati seorang mukmin, baik secara ilmu, keyakinan, maupun cabang-cabangnya; berupa ucapan-ucapan yang baik, amalan yang saleh, akhlak yang diridhai, dan adab yang baik; naik terus ke langit kepada Allah l. Muncul darinya amalan-amalan dan ucapan-ucapan yang bersumber daro iman (dalam hatinya). Dengannya, seorang mukmin akan mendapatkan manfaat sekaligus bisa memberi manfaat kepada orang lain.”

Sampai ucapan beliau, “Demikian pula kalimat kekafiran dan kemaksiatan. Ia tidak kokoh dan tidak bermanfaat di dalam hati. Ia tidak menumbuhkan selain seluruh ucapan kotor dan amalan jelek yang akan merugikan pemiliknya, sehingga tidak akan naik kepada Allah l. Amalan saleh yang bersumber darinya tidak akan memberi manfaat kepada dirinya dan orang lain. Orangnya pun tidak akan bermanfaat.”

Demikianlah permisalan iman berikut cabang-cabangnya dan permisalan demokrasi berikut cabang-cabangnya pula. Pemilu (pemungutan suara) untuk memilih kepala daerah, presiden dan wakil presiden, atau anggota legislatif (baik tingkat daerah maupun tingkat pusat). Semua itu adalah konsekuensi dari demokrasi sehingga membuahkan berbagai hal yang batil.

 

Kerusakan yang Ditimbulkan Demokrasi

Asy-Syaikh Muhammad al-Imam hafizhahullah dalam kitabnya, Tanwir azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat al-Intikhabat menyebutkan bahwa ada 34 kerusakan yang ditimbulkan oleh pemilihan anggota legislatif dan 11 kerusakan yang ditimbulkan oleh pemilihan presiden. Jadi, ada 45 (empat puluh lima) kerusakan yang ditimbulkan oleh pemungutan suara/pemilu.

Tentu saja, kerusakan yang ditimbulkan oleh pemungutan suara/pemilu di Indonesia akan lebih banyak lagi, karena jumlah partai anggota pemilu lebih banyak, demikian pula jumlah calon presiden dan anggota legislatif.

Kerusakan yang timbul akibat demokrasi dan pemungutan suara ini bukan hanya dalam urusan dunia. Agama pun menjadi taruhan demi mendapatkan kedudukan dan jabatan.

Lebih buruk lagi, kerusakan dan kerugian itu tidak hanya ditanggung oleh partai dan calonnya, tetapi jug aoleh bangsa dan negara ini.

Asy-Syaikh Muqbil berkata, “Dalam pemungutan suara, tidak ada urusan dunia yang didapatkan, lebih-lebih lagi urusan akhirat.” (Tuhfatul Mujib, hlm. 306)

Dengan memohon pertolongan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala akan kita sebutkan beberapa di antaranya karena keterbatasan tempat di majalah ini.

Kita niatkan hal ini sebagai nasihat karena Allah l kepada kaum muslimin pada umumnya dan kepada pemerintah pada khususnya.

1. Mempersekutukan Allah ‘Azza wa Jalla

Pemungutan suara (pemilu) termasuk mempersekutukan Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam hal ketaatan. Pemungutan suara akan memberi peluang bagi musuh Islam untuk memalingkan kaum muslimin dari agamanya.

Barang siapa menerimanya dalam keadaan rela dan mempromosikannya karena meyakini kebenaran sistem demokrasi—yakni meyakini itu dibenarkan dalam Islam, bahkan sama atau lebih baik dari Islam—sungguh dia telah menaati musuh Islam dalam hal menghalalkan apa yang  Allah Subhanahu wa Ta’ala  haramkan.[1]

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

{أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ} الشورى: 21

“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?” (asy-Syura: 21)

{ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا لِلَّذِينَ كَرِهُوا مَا نَزَّلَ اللَّهُ سَنُطِيعُكُمْ فِي بَعْضِ الْأَمْرِ وَاللَّهُ يَعْلَمُ إِسْرَارَهُمْ (26)} [محمد: 26]

Hal itu karena sesungguhnya mereka (orang-orang munafik) berkata kepada orang-orang yang benci kepada apa yang diturunkan oleh Allah (yakni orang-orang Yahudi), “Kami akan mematuhi kamu dalam beberapa urusan,” sedangkan Allah mengetahui rahasia mereka. (Muhammad: 26)

{وَإِنْ أَطَعْتُمُوهُمْ إِنَّكُمْ لَمُشْرِكُون} [الأنعام: 121]

“Dan jika kamu menuruti mereka, sesungguhnya kamu tentulah menjadi orang-orang yang musyrik.” (al-An’am: 121)

Sebagaimana telah dimaklumi bahwa yang menjadi hakim dalam rapat-rapat di parlemen adalah manusia yang terkadang menolak dan menghujat hukum Allah l. Dalam keadaan seperti ini, tidak diragukan lagi, ini adalah syirik besar. Adakah dosa yang lebih besar daripada syirik akbar atau kafir akbar? Dosa yang Allah Subhanahu wa Ta’ala firmankan dalam kitab-Nya,

{إِنَّ اللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَنْ يُشْرَكَ بِهِ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَلِكَ لِمَنْ يَشَاءُ وَمَنْ يُشْرِكْ بِاللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا بَعِيدًا (116)} [النساء: 116]

 “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa mempersekutukan Allah, sungguh ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (an-Nisa’: 116)

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ditanya dosa apa yang paling besar? Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Engkau menjadikan tandingan bagi Allah padahal Dialah yang menciptakanmu.” (Muttafaqun ‘alaih)

2. Menuduh syariat Islam masih kurang dan lemah

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman tentang kesempurnaan syariat Islam yang dibawa oleh Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam ,

{الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا} [المائدة: 3]

“Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (al-Maidah: 3)

Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah  menjelaskan dalam tafsirnya, “Ini adalah nikmat Allah ‘Azza wa Jalla yang paling besar terhadap umat ini.  Sebab, Allah Subhanahu wa Ta’ala telah menyempurnakan agama mereka sehingga tidak membutuhkan agama dan nabi yang lain. Oleh karena itulah, Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan beliau sebagai penutup para nabi dan mengutusnya kepada jin dan manusia. Maka dari itu, bagi kita, tidak ada suatu pun perkara yang halal selain apa yang beliau halalkan, dan tidak ada suatu perkara yang haram pun selain apa yang beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam haramkan. Tidak ada agama selain yang telah beliau n syariatkan. Segala sesuatu yang beliau kabarkan adalah benar dan jujur, yang tidak ada kedustaan dan kekeliruan, sebagaimana firman-Nya,

{ وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا لَا مُبَدِّلَ لِكَلِمَاتِهِ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (115)} [الأنعام: 115]

 “Telah sempurnalah kalimat Rabbmu sebagai kalimat yang benar dan adil.” (al-An’am: 115)

Maknanya, yang benar/jujur beritanya dan adil perintah serta larangannya.

Setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala menyempurnakan agama mereka, berarti nikmat telah sempurna atas mereka. Oleh karena itu, ridhailah Islam sebagai agama kalian karena agama Islam adalah agama yang dicintai oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala  Dia mengutus Rasul Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang paling mulia untuk membawanya. Dia pun menurunkan kitab yang paling mulia (al-Qur’an) karenanya.

Asy-Syaikh Muhammad al-Imam berkata, “Kaum muslimin yang menghalalkan pemungutan suara (pemilu) dan hal-hal yang terkait dengannya, berarti berbuat lancang terhadap Islam. Mereka telah memberikan celah kepada musuh-musuh Islam untuk menuduh bahwa syariat Islam tidak sempurna dan tidak mampu memperbaiki kehidupan umat manusia. Kalau saja kaum muslimin meyakini kesempurnaan syariat Islam dari seluruh sisi, niscaya mereka tidak menyetujui pemungutan suara, hal ini adalah kepastian.” (Tanwir azh-Zhulumat, hlm. 44)

3. Hilangnya prinsip al-wala’ (loyalitas) dan al-bara’ (kebencian dan permusuhan) yang haq

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

لَا تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ

“Kamu tidak akan mendapati suatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, atau keluarga mereka.” (al-Mujadilah: 22)

Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa’di rahimahullah  menjelaskan, “Tidak ada seorang hamba yang benar-benar beriman kepada Allah Ta’ala dan hari akhir, kecuali akan beramal sesuai dengan konsekuensi imannya; di antaranya mencintai siapa saja yang beriman dan loyal terhadap keimanannya, serta membenci siapa saja yang tidak beriman dan memusuhinya, walaupun orang tersebut paling dekat kekerabatannya dengannya.”

Inilah iman yang hakiki, yaitu iman yang buah dan tujuannya akan betul-betul didapatkan.

Apabila demokrasi dan pemungutan suara diterima, prinsip yang agung ini harus ditanggalkan.

Asy-Syaikh Muhammad al-Imam berkata, “Pemungutan suara (pemilu) berdiri di atas fondasi hilangnya prinsip al-wala’ wal-bara’. Tidak samar lagi bagi setiap muslim yang telah merasakan nikmatnya iman bahwa kecintaan itu untuk Allah ‘Azza wa Jalla, Rasul-Nya, dan para wali-Nya. Adapun permusuhan itu terhadap siapa saja yang memusuhi Allah Subhanahu wa Ta’ala, Rasul-Nya, dan para wali-Nya. Hal ini sebagaimana firman-Nya,

{إِنَّمَا وَلِيُّكُمُ اللَّهُ وَرَسُولُهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا الَّذِينَ يُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَهُمْ رَاكِعُونَ (55) وَمَنْ يَتَوَلَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَالَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْغَالِبُونَ (56)} [المائدة: 55، 56]

“Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman, yang mendirikan shalat dan menunaikan zakat, seraya mereka tunduk (kepada Allah). Dan barang siapa mengambil Allah, Rasul-Nya, dan orang-orang yang beriman menjadi penolongnya, sesungguhnya pengikut (agama) Allah itulah yang pasti menang.” (al-Maidah: 55—56)

Demokrasi telah membuka kesempatan bagi minoritas dan agama yang lain di negeri-negeri kaum muslimin untuk menjadi penguasa/presiden. Tidak ada kepentingan minoritas ini selain usaha menumpuk dan membeli perjanjian (yang melindungi mereka).

Sungguh, hal ini telah terjadi di mayoritas negara-negara Islam. Sebagai contoh, Nigeria, Uganda, Eritria, Lebanon, dan yang lainnya. Di Nigeria yang jumlah penduduk yang beragama Islam lebih dari 80%, yang menjadi presiden justru seorang Nasrani, dengan dalih demokrasi.

Adapun di negara-negara yang mereka tidak mampu mendapatkan kursi kepresidenan sampai sekarang, minimal menjadi anggota parlemen sehingga orang-orang Yahudi, Nasrani, atau yang beragama lain bisa menyampaikan aspirasi mereka. Bahkan, mereka sudah berani mengajak kepada agama mereka dengan bebas merdeka, dan kaum muslimin yang mayoritas wajib melindunginya dengan dasar setiap warga negara memiliki hak yang sama. Tidak ada perbedaan warna kulit, jenis kelamin, atau keyakinan di antara mereka.

Tidak kita ragukan lagi, makna yang terdapat dalam ketentuan di atas adalah bahaya besar yang akan menimpa kaum muslimin di masa yang akan datang. Bahkan, hal itu nyata bertentangan dengan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala,

{أَفَنَجْعَلُ الْمُسْلِمِينَ كَالْمُجْرِمِينَ (35) مَا لَكُمْ كَيْفَ تَحْكُمُونَ (36)} [القلم: 35، 36]

“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir)? Mengapa kamu (berbuat demikian), bagaimanakah kamu mengambil keputusan?” (al-Qalam: 35—36)

Allah Subhanahu wa Ta’ala  juga berfirman,

{أَمْ حَسِبَ الَّذِينَ اجْتَرَحُوا السَّيِّئَاتِ أَنْ نَجْعَلَهُمْ كَالَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ سَوَاءً مَحْيَاهُمْ وَمَمَاتُهُمْ سَاءَ مَا يَحْكُمُونَ (21)} [الجاثية: 21]

 “Apakah orang-orang yang berbuat kejahatan itu menyangka bahwa Kami akan menjadikan mereka seperti orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh, yaitu sama antara kehidupan dan kematian mereka? Amat buruklah apa yang mereka sangka itu.” (al-Jatsiyah: 21)

Oleh karena itu, Islam mengharamkan orang kafir dijadikan pemimpin bagi orang muslim dengan pengharaman yang pasti. Hal ini adalah perkara yang maklum di dalam agama. Selain itu, para ulama pun telah bersepakat tentang hal itu. (Tanwir azh-Zhulumat, hlm. 176—177)

4. Fanatisme buta terhadap partai atau calon tertentu

Fanatisme terhadap pendapat, mazhab, tokoh, pimpinan, organisasi, thariqah, atau partai diharamkan dan dilarang oleh agama Islam yang mulia. Sebab, fanatisme akan menyebabkan perselisihan dan perpecahan.

Allah Subhanahu wa Ta’ala  berfirman,

{وَاعْتَصِمُوا بِحَبْلِ اللَّهِ جَمِيعًا وَلَا تَفَرَّقُوا} [آل عمران: 103]

 “Dan berpegangteguhlah kalian dengan tali Allah dan jangan berpecah-belah.” (Ali ‘Imran: 103)

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

{وَلَا تَكُونُوا مِنَ الْمُشْرِكِينَ (31) مِنَ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا كُلُّ حِزْبٍ بِمَا لَدَيْهِمْ فَرِحُونَ (32) } [الروم: 31، 32]

“… Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan. Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (ar-Rum: 31—32)

Allah Subhanahu wa Ta’ala menyucikan Nabi-Nya dari perbuatan yang hina ini dalam firman-Nya,

{نَّ الَّذِينَ فَرَّقُوا دِينَهُمْ وَكَانُوا شِيَعًا لَسْتَ مِنْهُمْ فِي شَيْءٍ إِنَّمَا أَمْرُهُمْ إِلَى اللَّهِ ثُمَّ يُنَبِّئُهُمْ بِمَا كَانُوا يَفْعَلُونَ (159)} [الأنعام: 159]

“Sesungguhnya orang-orang yang memecah-belah agamanya dan mereka (terpecah) menjadi beberapa golongan, tidak ada sedikit pun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya urusan mereka hanyalah (terserah) kepada Allah, kemudian Allah akan memberitahu mereka apa yang telah mereka perbuat.” (al-An’am: 159)

Mengapa Allah Subhanahu wa Ta’ala  dan Rasul-Nya mengharamkan hizbiyah dan ta’ashub? Sebab, keduanya akan menghancurkan prinsip-prinsip agama yang mulia dan menimbulkan berbagai kerusakan.

Di antara kerusakan yang terjadi karena fenomena ini ialah sebagai berikut.

a. Menghancurkan prinsip ukhuwah islamiyah

Allah l berfirman,

 “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” (al-Hujurat: 10)

Rasulullah Subhanahu wa Ta’ala bersabda,

الْمُؤْمِنُ لِلْمُؤْمِنِ كَالْبُنْيَانِ يَشُدُّ بَعْضُهُ بَعْضًا

“Seorang mukmin bagi mukmin yang lain ibarat bangunan, sebagiannya menguatkan sebagian yang lain.” (HR. al-Bukhari)

Sebagai bukti ukhuwah yang mulia ini adalah tegaknya ta’awun/saling membantu dalam kebaikan dan ketakwaan, amar ma’ruf nahi munkar, dan berbagai urusan mulia lainnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

{وَالْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُقِيمُونَ الصَّلَاةَ وَيُؤْتُونَ الزَّكَاةَ وَيُطِيعُونَ اللَّهَ وَرَسُولَهُ أُولَئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ (71)} [التوبة: 71]

 “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang makruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat, serta mereka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.” (at-Taubah: 71)

Kita tidak berhak mendapat kasih sayang Allah Subhanahu wa Ta’ala kecuali dengan menjaga ukhuwah ini sebagaimana yang diperintahkan oleh Rabb kita.

Asy-Syaikh Muhammad al-Imam berkata, “Tidak diragukan lagi bahwa barang siapa memusuhi saudaranya yang muslim karena dia istiqamah di atas agamanya, mengikuti kitabullah dan sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta menjauhi bid’ah, maksiat, dan fanatisme golongan yang tercela; dia berhak mendapat permusuhan dari Allah ‘Azza wa Jalla.

Dalam hadits qudsi yang diriwayatkan oleh al-Imam al-Bukhari rahimahullah dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu Allah berfirman,

مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ

“Barang siapa memusuhi wali-Ku, sungguh Aku akan mengobarkan peperangan dengannya.”

Sungguh, telah terjadi intimidasi yang keras pada masa pemilu terhadap siapa saja yang berpegang teguh terhadap kebenaran dan tidak mau memilih satu calon atau partai pun.

Sungguh, kita saksikan para pembela demokrasi berseru dengan lantang bahwa setiap warga negara yang telah memiliki hak pilih harus menggunakan hak pilihnya, walaupun yang dipilih adalah partai-partai sekuler. Muslim yang tidak menggunakan hak pilihnya dan berkeyakinan tidak boleh turut andil dalam pemilu, niscaya akan mendapatkan berbagai celaan, perendahan, dan disebut sebagai orang bodoh/tidak peduli. Bahkan, sebagian orang mengusirnya dari masjid, memecat dari pekerjaannya, atau menuduhnya macam-macam. Kalau saja mampu melakukan kekerasan, niscaya mereka akan melakukannya. Semua ini terjadi karena mereka mementingkan hizbiyahnya.

Tidak ada keraguan lagi bahwa pemilu akan mencabik-cabik ukhuwah kaum muslimin secara umum. Sungguh, akan Anda dapati perselisihan yang aneh antara seorang anak dan bapaknya di dalam satu rumah (karena semata pilihan yang berbeda), sampai pun kaum wanita tidak luput dari perkara itu. Terjadi pula antara dua orang yang bertetangga, sesama jamaah shalat (dalam satu masjid), dua orang yang berilmu, bahkan di antara dua orang da’i.

Ketika permusuhan bertambah kuat dan setan berhasil menguasai mereka, setiap pihak akan menjadi lawan pihak yang lain. Akhirnya, kekuatan pendapat dan rasa ringan mengucapkan kejelekan berubah menjadi perbuatan menyakiti/menzalimi di antara dua orang yang bersaudara ini. Semua ini terjadi karena pemilu dan fanatisme. Wallahu a’lam.”

b. Tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

 “Saling menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan, jangan tolong-menolong dalam perbuatan dosa dan pelanggaran.” (al-Maidah: 2)

Berbagai kemungkaran terjadi sebelum, saat, dan setelah pemilu. Terlebih lagi bagi partai atau calon yang terpilih, berbagai kemungkaran dilakukan, di antaranya ketika merayakan pesta kemenangan dengan beragam kemaksiatan dan penghamburan harta. Apalagi kemungkaran yang mereka lakukan setelah mendapatkan kedudukan.

Apakah para pemilih sikap berlepas diri dari partai atau calon yang menjadi pilihannya tatkala berbuat kemungkaran?

Apabila para pemilih itu tidak berlepas diri dari kemungkaran yang mereka lakukan, berarti mereka terus-menerus akan mendapatkan dosa. Sebab, mereka termasuk orang yang menyebabkan partai atau wakil pilihannya berbuat zalim, jahat, dan membela demokrasi. Lebih parah lagi apabila mereka menutup-nutupi kemungkaran yang dilakukan oleh anggota parlemen atau pemimpin yang menjadi pilihannya.

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Akan ada para pemimpin atas kalian yang kalian mengetahui perbuatan baik mereka dan perbuatan jelek mereka. Barang siapa mengingkari perbuatan jelek mereka, berarti dia telah berlepas diri. Barang siapa membenci perbuatan jelek mereka, berarti dia selamat. Akan tetapi, masalahnya ialah orang yang meridhai dan mengikuti.” (HR. Muslim dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha)

Asy-Syaikh Muhammad al-Imam berkata, “Apabila kalian meridhai dan membela walaupun tidak melakukan sebagaimana perbuatan mereka, berarti kalian adalah sekutu mereka karena setuju, rela, dan mendiamkannya.”

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ رَأَى مِنْكُمْ مُنْكَرًا فَلْيُغَيِّرْهُ بِيَدِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِلِسَانِهِ فَإِنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَبِقَلْبِهِ وَذَلِكَ أَضْعَفُ الْإِيمَانِ

“Barang siapa melihat kemungkaran, ubahlah dengan tangannya. Jika tidak mampu, dengan lisannya. Jika tidak mampu pula, dengan hatinya; dan itu adalah keimanan yang terlemah.” (HR. Muslim dan lainnya dari Abu Sa’id al-Khudri radhiyallahu ‘anhu)

Apabila orang yang melihat kemungkaran dituntut untuk mengubahnya sesuai dengan kemampuannya, bagaimana halnya dengan orang yang membantu terjadinya kemungkaran ini?

Bukankah orang seperti ini lebih pantas dikatakan sebagai orang yang menyia-nyiakan perintah Rabbnya? Tentu, demi Allah, orang itu lebih menyia-nyiakannya. (Tanwir azh-Zhulumat, hlm. 145—146)

(Majalah Asy Syariah edisi 100 hlm. 18—25 )

[1] Syirik dalam hal ketaatan adalah menaati seseorang secara lahir dan batin (keyakinan) dalam hal menghalalkan apa yang Allah haramkan atau sebaliknya.

Adapun menaati secara lahiriah saja (praktik amalan), sementara secara batin (keyakinan) tetap meyakini haramnya apa yang Allah haramkan dan halalnya apa yang Allah halalkan, maka hal ini bukan kesyirikan kepada Allah, melainkan termasuk maksiat terhadap-Nya.

Contohnya, seseorang yang meyakini bahwa demokrasi halal menurut Islam, dia terjatuh dalam kesyirikan. Sementara itu, orang yang tetap meyakini haramnya demokrasi tetapi jatuh dalam praktik amalan lahiriah, dia berarti berbuat maksiat, bukan kesyirikan. (-ed.)

Terbaru

Satu komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button