Manhaj

Mengenal Lebih Dekat Salafy-Wahhabi (2)

Bagian 2

Dakwah Tauhid dan Sunnah yang ditegakkan oleh al-Mujaddid Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah merupakan dakwah yang membawa pencerahan bagi dunia Islam. Namun sayang, tak sedikit dari musuh-musuhnya yang memberikan stigma negatif dan mencemarkan nama baik dakwah ini, tanpa disertai bukti dan fakta.

Di antaranya, tuduhan bahwa dakwah ini adalah madzhab atau agama baru; dakwah Wahhabi mengajarkan radikalisme dan terorisme; atau dakwah Wahhabi merupakan pintu masuk terorisme, dll. Benarkah demikian? 

Kita perlu mengenal lebih dekat Dakwah Salafy-Wahabi. Ikuti pembahasan dalam tulisan bagian ke-2 ini

Penjelasan asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad rahimahullah

asy-Syaikh ‘Abdullah putra asy-Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah (1165 – 1242 H) menjelaskan sebagai berikut :

“Kami sampaikan bahwa madzhab kami dalam perkara Ushuluddin adalah madzhab Ahlus Sunnah wal Jama’ah. Metodologi kami adalah metodologi Salaf, yang merupakan metodologi yang aslam (lebih selamat), a’lam (lebih berilmu), dan ahkam (lebih bijak).

… Adapun dalam permasalah furu’ (hukum-hukum fiqh) maka kami mengikuti madzhab al-Imam Ahmad bin Hanbal (madzhab Hanbali, pen). Namun kami tidak mengingkari orang yang mengikuti madzhab salah satu dari imam yang empat, bukan yang selain madzhab yang empat tersebut. Karena madzhab-madzhab lain itu tidak benar, seperti madzhab Rafidhah, Zaidiyyah, Imamiyyah, dan semisalnya. Kami tidak menyetujui madzhab-madzhab yang rusak tersebut, bahkan kami mengharuskan mereka untuk mengikuti salah satu dari imam yang empat.

… Untuk memahami Kitabullah (Al-Qur’an) kami menggunakan tafsir-tafsir terkenal dan mu’tabar, di antara yang terpenting adalah :

  • Tafsir Ibnu Jarir,
  • Ringkasannya, yaitu tafsir Ibnu Katsir asy-Syafi’i,
  • Tafsir al-Baghawi,
  • Tafsir al-Baidhawi,
  • Tafsir al-Khazin,
  • Tafsir al-Haddad,
  • Tafsir al-Jalalain,
  • dll

Untuk memahami hadits, kami menggunakan syarh (penjelasan) para imam yang menonjol di bidangnya, seperti :

  • Syarh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani terhadap Shahih al-Bukhari,
  • Syarh al-Qasthalani terhadap Shahih al-Bukhari,
  • Syarh an-Nawawi terhadap Shahih Muslim,
  • Syarh al-Munawi terhadap al-Jami’ ash-Shaghir

Kami sangat mementingkan kitab-kitab hadits, terutama enam kitab-kitab induk (al-Kutub as-Sittah) beserta kitab-kitab syarh-nya. Kami juga memperhatikan kitab-kitab lainnya dalam berbagai bidang : ushul, furu’, qawa’id, siyar, nahwu, sharf, dan berbagai ilmu lainnya.

… Adapun kabar-kabar dusta terhadap kami – yang sengaja disebarkan dalam rangka menutupi kebenaran dan menebar kerancuan kepada umat – yaitu berita bahwa :

  • Kami menafsirkan al-Qur’an dengan ra’yu (logika/pendapat),
  • Kami mengambil hadits yang sesuai dengan pemahanam kelompok kami, tanpa merujuk kepada kitab-kitab syarh dan tanpa bersandar kepada seorang syaikh yang berilmu,
  • Bahwa kami merendahkan martabat Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, dengan mengatakan bahwa Nabi sudah menjadi bangkai di kuburannya, tongkat milik salah satu dari kami masih lebih bermanfaat baginya dari pada beliau. Bahwa Nabi tidak memberikan syafa’at, menziarahi kubur beliau tidak dianjurkan, dan Nabi tidak memahami makna Lailaaha illallah kecuali setelah turunnya ayat (artinya) : “Ketahuilah bahwa Lailaaha illallah” (QS. Muhammad : 19) padahal ayat tersebut Madaniyyah.
  • Bahwa kami tidak mau bersandar kepada pendapat-pendapat para ulama,
  • Kami menghancurkan karya-karya tulis para ulama madzhab, dengan alasan di dalamnya tercampur antara kebenaran dan kebatilan,
  • Bahwa kami adalah mujassim (meyakini Allah memiliki jasad/jism/fisik),
  • Bahwa kami mengkafirkan umat manusia secara mutlak, baik orang-orang pada masa kami dan orang-orang yang hidup setelah tahun 600 H, kecuali orang-orang yang mau bergabung bersama/mengikuti kami. …

semua tuduhan-tuduhan dusta tersebut dan yang semisalnya, maka jawaban kami pada setiap tuduhan adalah : Maha Suci Engkau ya Allah, sungguh ini merupakan kebohongan yang sangat besar. Barangsiapa yang menyebutkan satu saja darinya atau menisbatkannya kepada kami, sungguh dia telah membuat kedustaan dan kebohongan terhadap kami.

(disarikan dari Risalah fi Hikayah al-Mubahatsah Ma’a Ulama Makkah fi Haqiqati Da’wati asy-Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab – rahimahullah – halaman : 300 – 308)

 

Pernyataan Raja Abdul ‘Aziz Aalu Su’ud rahimahullah

Menepis berbagai tuduhan negatif, maka dalam salah satu kesempatan di Makkah, Raja ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdurrahman Aalu Su’ud rahimahullah (Raja Pertama Kerajaan Arab Saudi/Daulah Saudi ke-3) menegaskan dalam pidatonya,

“Mereka menamakan kami sebagai “Wahhabiyyun” dan madzhab kami sebagai “Wahhabiyyah” yang dinyatakan sebagai madzhab tersendiri. Ini adalah kesalahan fatal. Timbul dari pernyataan-pernyataan dusta yang sengaja dihembuskan oleh orang-orang yang inginnya berpaling (dari kebenaran). Kami bukan pembawa madzhab baru, atau aqidah baru. Muhammad bin ‘Abdul Wahhab tidak membawa agama baru. Aqidah kami adalah aqidah Salafush Shalih yang terdapat dalam Kitabullah dan Sunnah Rasul-Nya, dan apa yang berada di atasnya para Salafush Shalih. Kami menghormati para imam yang empat. Tidak ada perbedaan bagi kami tentang para imam tersebut, baik itu al-Imam Malik, al-Imam asy-Syafi’i, al-Imam Ahmad, dan al-Imam Abu Hanifah. Mereka semua terhormat dalam pandangan kami.”

Sumber : Al-Wajiz fi Sirati al-Malik ‘Abdul ‘Aziz, hal. 217.

 

Benarkah Dakwah Salafi-Wahhabi Tidak Memperhatikan Aspek Akhlaqul Karimah?

Untuk menjawab tuduhan ini, mari kita baca kutipan kitab al-Aqidah al-Wasithiyyah karya Ibnu Taimiyyah yang merupakan salah satu kitab rujukan utama Dakwah Salafy-Wahhabi.

“Kemudian Ahlus Sunnah wal Jama’ah bersama prinsip-prinsip ini (yang telah disebutkan sebelumnya, pen) menegakkan amar ma’ruf nahi mungkar sesuai kewajiban dalam syari’at.

Ahlus Sunnah memandang ibadah haji, jihad, shalat Jum’at, dan shalat Id ditegakkan bersama pemerintah yang baik maupun yang jahat. Ahlus Sunnah senantiasa menjaga pelaksanaan shalat berjama’ah.

Meyakini kewajiban nasehat terhadap ummat, meyakini makna sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Seorang mukmin terhadap mukmin yang lain adalah seperti bangunan yang kokoh, satu sama lain saling menguatkan.” Lalu Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam menyilangkan jari jemarinya. (Muttafaqun ‘alaihi). Dan sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Perumpamaan kaum mukminin dalam sikap saling mencintai, saling menyayangi, dan saling menguatkan antar mereka adalah seperti satu badan Apabila ada satu anggota badan yang mengeluh sakit, maka anggota badan lainnya juga ikut merasakan, yaitu dengan muncul demam dan tidak bisa tidur.” (Muttafaqun ‘alahi).

Ahlus Sunnah memerintahkan untuk bersabar ketika tertimpa bencana, bersyukur ketika kondisi lapang, dan ridho dengan pahitnya taqdir.

Ahlus Sunnah mengajak kepada akhlaq-akhlaq yang mulia, amal-amal yang baik, dan meyakini makna sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Kaum mukminin yang paling sempurna imannya adalah yang terbaik akhlaqnya.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan at-Tirmidzi).

Ahlus Sunnah menyerukan menyambung hubungan dengan orang yang memutuskan hubungan denganmu, tetap memberi kepada orang yang tak mau memberimu, memaafkan orang yang menzhalimimu. Ahlus Sunnah memerintahkan untuk selalu berbuat baik kepada kedua orang tua, menyambung tali silaturrahmi, bertetangga dengan baik, memberikan kebaikan kepada anak-anak yatim, orang miskin, dan ibnu sabil, serta bersikap lembut kepada budak.

Ahlus Sunnah melarang dari sikap berbangga diri, sombong, permusuhan, merasa tinggi terhadap orang lain baik dengan alasan yang benar maupun tidak.

Ahlus Sunnah memerintahkan akhlaq yang luhur dan melarang akhlaq rendahan.

Semua yang dilakukan oleh Ahlus Sunnah dalam hal ini maupun yang lain, tidak lain mereka senantiasa mengikuti al-Kitab dan as-Sunnah. Metodologi mereka dalam hal ini adalah dienul Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam.” – sekian kutipan –

Salah satu karya Syaikhul Islam Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullah adalah kitab berjudul al-Kabair (Dosa-dosa Besar). Di dalamnya beliau memasukkan pembahasan-pembahasan penting terkait dengan akhlaq, antara lain larangan sombong, ujub, dusta, melanggar janji, namimah (adu domba), buhtan (kebohongan yang nyata), mengganggu tetangga, melanggar amanah dan khianat, larangn berbuat zhalim, dan masih banyak lagi.

Kitab tersebut beliau tutup dengan pembahasan tentang Ukhuwwah Islamiyyah dan hak seorang muslim atas saudaranya sesama muslim.  Di antara yang  beliau bawakan dalam pembahasan tersebut adalah hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, “Setiap muslim atas muslim lainnya haram darahnya, hartanya, dan kehormatannya,” (HR. Muslim)

Bersambung, insyaallah

Ditulis oleh: Ahmad Alfian

Jember, 19 Sya’ban 1442 H / 2 April 2021 M

 

Terbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button