Manhaj

Apakah dipersyaratkan adanya Ijma’ dalam Jarh terhadap Ahlul Bid’ah?

Apakah dipersyaratkan adanya Ijma’ dalam Jarh terhadap Ahlul Bid’ah?

(penjelasan al-‘Allamah Rabi’ al-Madkhali terhadap syubhat “Tidak ada Ijma’ dalam memvonis bid’ah terhadapnya.”)

Pertanyaan : Dalam men-jarh (memvonis) seseorang sebagai ahlul bid’ah apakah dipersyaratkan adanya ijma’ ulama pada masa tersebut, ataukah cukup seorang ‘ulama saja?

Jawab :

Ini termasuk di antara kaidah-kaidah rusak para mumayyi’ (orang-orang yang lembek/tidak tegas manhajnya) – barakallah fikum – sejak kapan adanya persyaratan harus ada ijma’? dan persyaratan tersebut, apa dalilnya? Setiap syarat yang tidak ada dalam Kitabullah (atau bertentangan dengannya) maka itu batil, meskipun ada seratus (100) syarat.

Apabila Ahmad bin Hanbal, atau Yahya bin Ma’in, menjarh (mencerca) seseorang mubtadi’, (apakah) aku katakan ‘harus ada ijma’ para ‘ulama sunnah di seluruh alam ini bahwa orang tersebut adalah ahlul bid’ah’??!

Apabila Ahmad bin Hanbal sudah mengatakan, “orang ini mubtadi'”, maka selesailah semuanya. Oleh karena itu, apabila Ahmad (bin Hanbal) sudah mengatakan, “Si fulan mubtadi'” maka umat semuanya menerima vonis tersebut dari beliau, berjalan di belakang fatwa tersebut. demikian pula, apabila Ibnu Ma’in mengatakan, “orang ini mubtadi'” tidak ada yang membantahnya. Apakah ada mereka mempersyaratkan ijma’??

Ini adalah perkara yang mustahil dalam semua hukum-hukum syar’i. Apabila ada dua orang saksi bahwa si fulan telah membunuh. Kenapa dalam permasalahan ini kita tidak mempersyaratkan ijma’ (kesepakatan) umat bahwa si fulan tersebut telah membunuh?! Artinya, persaksian dua orang saksi di hadapan seorang qadhi/hakim syar’i, dua orang bersaksi bahwa si fulan telah membunuh, maka sudah wajib atas sang hakim untuk memutuskan hukum berdasarkan syari’at Allah, apakah diputuskan diyat ataukah qishash. Wajib atas sang hakim untuk memberlakukan syari’at Allah ‘Azza wa Jalla. Apakah dipersyaratkan harus ada ijma’ terlebih dahulu dalam permasalahan ini? padahal permasalahan ini lebih bahaya daripada vonis bid’ah.

Mereka itu adalah para mumayyi’ (orang-orang yang tidak tegas (lemah) dalam berprinsip), para ahlul batil, para da’i kejelekan, dan orang-orang yang ahli memancing di air keruh. Maka janganlah kalian mendengar kedustaan-kedustaan tersebut.

Apabila ada seorang ‘ulama yang berpandangan tajam men-jarh (mencerca) seseorang maka wajib untuk menerima jarh (cercaan tersebut). Apabila ‘ulama tersebut tidak disetujui oleh ‘ulama lainnya yang adil dan kokoh ilmunya, maka ketika itu dipelajari penilaian masing-masing dari kedua ‘ulama tersebut, dan dilihat jarh (yang disampaikan oleh ‘ulama pertama) dan ta’dil/pujian (yang disampaikan oleh ‘ulama kedua). apabila ternyata jarh tersebut bersifat terperinci dan disertai bukti-bukti, maka berarti jarh tersebut didahulukan dibandingkan ta’dil meskipun jumlah ‘ulama yang memberikan ta’dil berjumlah banyak.

Ada satu orang ‘ulama yang men­jarh dengan rinci. Namun ada dua puluh ‘ulama lainnya – atau lima puluh – yang berbeda dengan ‘ulama tersebut (yang sejumlah ‘ulama tersebut memberikan ta’dil), yang mereka itu tidak memiliki bukti-bukti kecuali semata-mata berbaik sangka dan menilai berdasarkan sesuatu yang tampak. Sementara satu ‘ulama tadi memiliki bukti-bukti dalam jarh-nya. Maka dalam kondisi seperti ini jarh dikedepankan. Karena ‘ulama yang menjarh memiliki hujjah. Hujjah itulah yang menjadikannya dikedepankan. Terkadang hujjah dikedepankan walaupun yang menentangnya sepenuh bumi. Sepenuh bumi menentangnya, namun hujjah bersama satu ‘ulama tersebut, maka berarti al-Haq bersama dia. Karena al-Jama’ah itu adalah sesuatu yang di atas al-Haq meskipun seorang diri.

Kalau seandainya, satu orang di atas as-Sunnah. Namun orang-orang di dua kota menentangnya, atau tiga kota semuanya ahlul bid’ah, al-Haq tetap bersama orang pertama tadi. Hujjah dan al-Haq yang ada pada orang tersebut akan tetap lebih dikedepankan di banding kebatilan yang ada pada orang banyak tersebut.

Maka wajib kita menghormati al-Haq, menghormati hujjah dan bukti-bukti. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,

قـل هاتـوا برهانكم إن كنتم صادقين 

Katakan, “Datangkanlah bukti-bukti kalian jika memang kalian adalah orang-orang yang jujur.”

وإن تطع أكثر من في الأرض يضلوك عن سبيل الله

“Apabila kamu mentaati semua yang ada di muka bumi, niscaya mereka akan menyesatkanmu dari jalan Allah.”

Jumlah yang banyak tidak akan memiliki nilai apa-apa apabila tidak memiliki hujjah. Walaupun bersatu semua yang ada di muka bumi – kecuali beberapa gelintir saja – di atas kebatilan, namun mereka tidak di atas hujjah maka mereka tidak bernilai, demikian pula sikap-sikap mereka tidak ada nilainya. Walaupun mereka berhadap dengan satu orang saja, jumlah yang sedikit.

Maka wajib atas kalian, untuk mengenal al-haq, berpegang dengannya, dan menerima al-Haq apabila disertai dengan hujjah. Semoga Allah memberikan taufiq kepada kita semua.

Manhaj Tamyi’ dan Kaidah-Kaidahnya al-‘Allamah Rabi bin Hadi al-Madkhali hafizhahullah 

sumber http://www.sahab.net/forums/?showtopic=125686

Terbaru

Satu komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button