Nasehat

Al-Halabi Tempo Dulu Membantah Perbuatan Situsnya Sendiri (selesai)

Takfir Sayyid Quthb terhadap Masyarakat Muslimin

Al-Halabi Tempo Dulu Membantah Perbuatan Situsnya Sendiri

Oleh : Raa’id Alu Thahir

(padanya terdapat bantahan atas tuduhan bahwa asy-Syaikh Rabi’ Mutasyaddid)

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن سار على نهجه إلى يوم الدِّين؛ أما بعد:

Para Halabiyyun bergembira [1] ketika mereka berhasil mendapatkan kalimat yang keluar dari asy-Syaikh al-Albani rahimahullah, yaitu dalam dialog yang terjadi antara asy-Syaikh al-Albani rahimahullah dengan seorang penanya, yang dalam dialog tersebut asy-Syaikh al-Albani terkesan “mendukung” Sayyid Quthb dan membantah (tidak sependapat) dengan asy-Syaikh Rabi’ hafizhahullah. [2]

Dalam dialog tersebut asy-Syaikh al-Albani mengatakan, “Kitab-kitabnya (Sayyid Quthb) sebagaimana telah dijelaskan oleh Doktor (Rabi’) – jazahullah khairan – sarat dengan kesalahan-kesalahan ilmiah, di antaranya ada kesalahan i’tiqadiyyah, ada pula kesalahan fiqhiyyah.”

Asy-Syaikh al-Albani rahimahullah juga berkata, “Oleh karena itu sebenarnya kami senang senang dengan semangat ilmiah saudara kita DR. Rabi’. Namun kami menasehatinya untuk menggunakan cara ar-Rifq (kelembutan) terhadap orang-orang tersebut yang menyimpang/berpaling dari dakwah al-Haq kepada dakwah orang yang tidak ada ilmu padanya. Kami katakan kepada sang Doktor, ‘Sayyid Quthb bukanlah seorang yang berilmu. Bahkan bisa jadi  juga tidak bisa digabung dalam deretan penuntut ilmu, sebagaimana kondisi kebanyakan para penulis, terutama pada masa ini, yakni mereka menulis dalam keadaan mereka mengira bahwa mereka memiliki keahlian di situ. Ini pandanganku.”

Ketika sang penanya meminta kepada asy-Syaikh al-Albani rahimahullah dalil (bukti) yang menunjukkan sifat keras (syiddah) pada bantahan-bantahan asy-Syaikh Rabi’ hafizhahullah, maka asy-Syaikh al-Albani menyebutkan sejumlah (bukti) dari kitab Adhwa’ Islamiyyah ‘ala ‘Aqidati Sayyid Quthb wa Fikrihi karya asy-Syaikh Rabi’, yaitu pernyataan asy-Syaikh Rabi’ dalam kitab tersebut, “Sayyid Quthb terus menerus menuduh masyarakat Islam semuanya sebagai masyarakat jahiliyyah, yakni masyarakat kafir.” [3]

Asy-Syaikh al-Albani menyanggah tafsir asy-Syaikh Rabi’ terhadap kata “Jahiliyyah” dengan makna “kafir”, dan beliau (asy-Syaikh) menganggapnya sebagai salah satu dalil atas sikap keras tersebut,[4] beliau (asy-Syaikh al-Albani) berkata, “Apabila Sayyid Quthb menyifati masyarakatnya dengan “jahiliyyah” maka dari mana kita bisa menafsirkannya dan menisbahkan kepadanya bahwa dia mengkafirkan masyarakat?”

Di antara yang disampaikan oleh si Penanya, “Anda mengatakan,“Padanya ada syiddah (keras). Thoyyib dari mana syiddah tersebut? Dari kata ini misalnya?! Aku katakan, “Berdasarkan apa yang aku baca sebelumnya, bahwa itu adalah masyarakat jahiliyyah. Dia (Sayyid Quthb) tidak menghukuminya dengan Islam. Maka beliau menafsirkannya dengan apa yang telah lalu (penyebutannya).”

Kemudian asy-Syaikh al-Albani berbicara tentang pendapat beliau bahwa tidak ada hajr pada masa ini, kecuali orang yang mengkhawatir atas dirinya bakal terkenai kotoran orang-orang yang menyimpang, baik secara aqidah maupun akhlak. Kemudian beliau berkata di penutup pembicaraannya, “Maka aku menginginkan, demi Allah dengan ikhlash aku katakan untuk temanku – tidak aku katakan muridku seperti dulu – ‘hendaknya dia (asy-Syaikh Rabi’) melanjutkan jihad dan ilmunya. Namun hendaknya ia melunakkan ucapannya terhadap rivalnya.”

Kesimpulan dialog di atas ada tiga hal,

Pertama, masalah syiddah (keras) dalam membantah. Dan ini telah dijawab oleh asy-Syaikh al-Albani sendiri, setelah beliau disifati dengan sifat seperti itu (yaitu syiddah) oleh sebagain para ahlul ilmi yang mulia di zamannya disebabkan sebagian bantahan-bantahan beliau. Bisa dilihat selengkapnya dalam artikelku yang berjudul Jawaban asy-Syaikh al-Albani rahimahullah terhada orang yang menyifati sebagian bantahan-bantahan beliau dengan sifat ‘syiddah’ (keras).

* Asy-Syaikh al-Albani sendiri mengataka, “Aku tidak mengingkari bahwa padaku ada ‘syiddah’, namun aku yakin bahwa ‘syiddah’ tersebut aku letakkan pada tempatnya, yaitu pada letakkanya yang sesuai.” [Kaset Silsilah al-Huda wa an-Nur no. 277]
“… inilah dakwah mereka, mereka mengingkari penggunaan syiddah secara mutlak, dan ini bukanlah Islam. Pengingkaran terhadap syiddah secara mutlak bukanlah Islam.” المصدر
Asy-Syaikh Bin Baz mengatakan, “Bahwa Syari’at yang sempurna ini datang dengan sikap lembut pada tempatnya, dan dengan syiddah (sikap keras) pada tempatnya. Maka tidak boleh seorang muslim pura-pura bodoh dalam masalah ini.”
Perlu diketahui, bahwa sikap syiddah (keras) terhadap ahlul bid’ah adalah manqabah (kemuliaan) menurut ‘ulama salaf. Contohnya, dalam kitab Siyar A’lam an-Nubala’ (VII/110), al-Imam Ahmad bin Hanbal berkata, “Apabila engkau melihat seseorang mencelanya, maka tuduhlah dia (orang yang mencela tersebut). Karena sesungguhnya ia sangat keras terhadap ahlul bid’ah.” [5]

Kedua, masalah hukum hajr (memboikot/meninggalkan ahlul bid’ah) pada masa ini. aku telah menjelaskan secara rinci permasalahan ini, dan aku tegaskan madzhab 3 imam, dalam artikelku berjudul Bukti-bukti menggugurkan klaim yang mengatakan bahwa para imam yang tiga tidak memandang adanya Hajr pada masa ini.

 

Ketiga, penisbahkan ‘pengkafiran masyarakat (muslimin)’ kepada Sayyid Quthb. Ini yang akan kita bahas dalam tulisan ini.

Aku katakan,

Sungguh di antara sikap-sikap aneh orang-orang mumayyi’in (lembek dalam manhajnya) menganggap hukum para ‘ulama terhadap pribadi-pribadi tertentu termasuk dalam masalah ijtihadiyyah, tidak harus diterima!! Dan – kata mereka – berbeda antara (“hukum dari seorang yang tsiqah”) dengan (“kabar dari seorang yang tsiqah”); yang pertama tidak harus diterima, sedangkan yang kedua harus diterima, namun perlu ada tatsabbut (kroscek)!! Dan – kata mereka pula – jarh (cercaan) mufassar (rinci) yang mu’tabar dan memuaskan semua pihak – yang dimaksud semua pihak di sini tentunya tidak termasuk orang yang dijarh itu sendiri, para pembelanya, dan orang-orang yang merekomendasinya – tidak harus diterima oleh semua pihak, walau jarh tersebut telah pasti berdasarkan hujjah-hujjah (argumentasi) yang meyakinkan dan bukti-bukti yang sangat jelas.   

Syubhat-syubhat ini semua telah aku kumpulkan dilengkapi dengan bukti-bukti otentik dalam sekian artikel bantahan terhadap mereka. silakan baca kembali kitab :

البراهين العتيدة في كشف أحوال وتأصيلات علي الحلبي الجديدة

Atau ringkasannya yang berjudul:

إجابة السائل في تلخيص مخالفات علي الحلبي والرد عليه في الأصول والمسائل

Namun pertanyaan yang perlu disampaikan di sini,

Mana penerapan “prinsip-prinsip” di atas oleh mereka dalam hal penilaian asy-Syaikh al-Albani rahimahullah terhadap rudud (bantahan-bantahan) asy-Syaikh Rabi’ hafizhahullah sebagai bantahan yang terdapat syiddah padanya?

Maka hukum tersebut (syiddah) menjadi sesuatu yang mulzam (harus diterima) wajib diterima oleh seluruh salafiyyin, dan tidak lagi termasuk masalah ijtihadi? Padahal asy-Syaikh al-Albani sendiri menganggap penilaian yang beliau sampaikan tersebut semata-mata pendapat dan cara pandang (beliau sendiri)?

Apakah tafsir tersebut – yaitu terlepasnya Sayyid Quthb dari (tuduhan) mengkafirkan masyarakat – merupakan tafsir yang mu’tabar dan memuaskan semua pihak, sehingga wajib diterima oleh semua pihak?

Atau ringkasnya, kenapa kita melihat al-Halabi dan kelompoknya menghilangkan (tidak memberlakukan) prinsip-prinsip mereka ketika menyikapi asy-Syaikh Rabi’, namun mereka menerapkan prinsip-prinsip tersebut demi membela ahlul bid’ah yang jelas-jelas sebagai ahlul bid’ah??

Pertanyaan berikutnya, apabila asy-Syaikh al-Albani rahimahullah memuji semangat keilmuan asy-Syaikh Rabi’ dan jihadnya dalam membantah orang-orang yang menyimpang, maka bagaimana bisa dikatakan bahwa asy-Syaikh Rabi’ tidak memiliki landasan/dasar ilmu?

Ataukah, wajib menerima penilaian asy-Syaikh al-Albani terhadap uslub asy-Syaikh Rabi (yaitu sebagai uslub yang syiddah/keras), namun tidak wajib menerima penilaian beliau terhadap ilmu dan jihad asy-Syaikh Rabi’? yaitu mirip dengan cara, “Apakah kalian beriman dengan sebagian (isi) al-Kitab dan mengingkari sebagian lainnya”?

Adapun Masalah

“Pengkafiran (Takfir) Sayyid Quthb terhadap Masyarakat (Muslimin)”

 

Maka kami akan bertanya kepada mereka para mumayyi’in, sebuah pertanyaan yang jelas – semoga bukan mencela mereka – :

“Apakah Sayyid Quthb mengkafirkan masyarakat yang ia sifati sebagai masyarakat Jahiliyyah tersebut, ataukah tidak?”

Apabila jawaban mereka, “Sayyid Quthb tidak mengkafirkan masyarakat (muslimin).”

Maka tahulah kita rahasia hubungan baru mereka dengan Muhammad Ibrahim Syaqrah, dan pengaruh hubungan ini terhadap mereka. Sungguh tokoh yang tersebut terakhir ini telah membela Sayyid Quthb di banyak tempat dalam bukunya “Sayyid Quthb antara orang-orang yang keterlaluan  dalam memujinya dan yang tidak bersikap baik terhadapnya.”

Kalau jawaban mereka, “Sayyid Quthb mengkafirkan masyarakat (muslimin).” [1]

Maka di manakah syarat “harus ada kepuasan/ridha” menurut kalian pada penilaian asy-Syaikh al-Albani terhadap asy-Syaikh Rabi’ dengan sifat syiddah, (yang penilaian tersebut disampaikan) di tengah-tengah peniadaan penisbahan tersebut (kepada Sayyid Quthb), yang kalian tidak sepakat dengan asy-Syaikh al-Albani dalam masalah ini. [2]  

Bahkan mana komentar kalian terhadap ucapan asy-Syaikh al-Albani rahimahullah di forum kalian yang menyebarkan ucapan tersebut??! Yang kemudian dimanfaatkan oleh Quthbiyyun untuk membela Sayyid Quthb dalam masalah “Takfir (pengkafiran) masyarakat”.

Atau apakah memang tujuan untuk (mencela asy-Syaikh Rabi’) menghalalkan segala cara?

Ataukah itu merupakan tahapan dalam sikap tamyi’ untuk sampai pada tingkatan pembelaan terhadap Sayyid Quthb kali ini??!

Adapun Salafiyyun yang benar-benar berpegang kepada hujjah dan dalil – dan sama sekali tidak berta’ashub kepada seorang pun dari kalangan ‘ulama seberapun tinggi kedudukannya – maka mereka (Salafiyyun) tidak ragu bahwa Sayyid Quthb mengkafirkan masyarakat Islamiyyah dan menghukuminya dengan riddah (murtad). Hal ini telah dipersaksikan oleh kitab-kitab Sayyid Quthb sendiri dengan ucapan yang sangat jelas sekali. Dan dipersaksikan juga oleh orang-orang yang sejenisnya dari kalangan pembesar Ikhwanul Muslimin! Bahkan di antara orang yang mempersaksikan hal ini adalah syaikh kalian sendiri, al-Halabi!! Berikut rinciannya,

Persaksian Sayyid Quthb atas dirinya sendiri

Sayyid Quthb dalam kitabnya Ma’alim fi ath-Thariq, berkata : “dan terakhir masuk dalam bingkai masyarakat jahili, adalah masyarakat tersebut yang menganggap dirinya sebagai masyarakat muslim. … kalau telah pasti dalam hal hal ini; sesungguhnya sikap Islam terhadap masyarakat-masyarakat jahiliyyah ini semuanya tersimpulkan pada satu ungkapan: yaitu ditolak pengakuan akan keislaman semua masyarakat ini.

Kalimat-kalimat pengkafiran juga bisa dilihat di beberapa tempat lainnya dari kitab Ma’alim fi ath-Thariq.

Demikian pula bisa dilihat di beberapa tempat dalam kitabnya Hadhirul Islam wa Mustaqbaluhu.

Di antaranya juga Sayyid Quthb mengataka, “Sesungguhnya masyarakat Jahili yang kita hidup di dalamnya, bukanlah masyarakat muslim.”

 

Pertanyaannya : setelah penukilan-penukilan yang sangat jelas ini, yang menunjukkan pada takfir (pengkafiran) terhadap masyarakat muslim, masihkan perlu ada tafsir terhadap kata “jahiliyah” dari ucapan Sayyid Quthb??! [3]

Aku tidak mengira akan ada seorang salafy yang munshif (adil) yang meragukan penisbahan ini kepada Sayyid Quthb, setelah dia membaca penukilan-penukilan yang sangat jelas dari ucapan Sayyid Quthb sendiri.

Persaksian Tokoh Besar Ikhwanul Muslimin

Bahwa Sayyid Quthb Mengkafirkan Masyarakat Muslimin

Di antaranya dipersaksikan oleh Yusuf al-Qaradhawi dalam “Aulawiyyat al-Harakah al-Islamiyyah” , al-Qaradhawi berkata, “Pada tahapan ini, muncul kitab-kitabnya asy-Syahid (!) Sayyid Quthb, yang memperwujudkan tahapan terakhir dari pengkafirannya, yang penuh dengan pengkafiran terhadap masyarakat. … “

Demikian pula artikel di situs pribadinya, dengan judul Kalimah akhirah haula Sayyid Quthb. ” … pada kenyataannya menurut dia (Sayyid Quthb) mereka (masyarakat) tidak masuk dalam Islam sama sekali … .”

Demikian pula dipersaksikan oleh Farid Abdul Khaliq dalam kitabnya “al-Ikhwanul Muslimun fi Mizanil Haq”.  Juga oleh ‘Ali ‘Asymawi dalam kitabnya “at-Tarikh as-Sirri lil Ikhawanil Muslimin”.

Persaksian ‘Ali al-Halabi sendiri bahwa Sayyid Quthb mengkafirkan masyarakat muslimin

 

Situs Forum ‘Ali Hasan al-Halabi menyebarkan salah satu ucapan asy-Syaikh al-Albani rahimahullah (sebagaimana di atas, pen) yang padanya asy-Syaikh al-Albani menyatakan Sayyid Quthb tidak mengkafirkan masyarakat muslim. Kemudian tulisan tentang pernyataan asy-Syaikh al-Albani tersebut didukung oleh ‘Ali Hasan dalam komentarnya,

“Kalau seandainya DR. Rabi’ – dan para pengikut manhajnya yang sangat mengerikan itu – mau memikirkan ucapan yang penuh ilmu mengagumkan ini, niscaya mereka akan rujuk dari manhaj buruk yang mereka berada di atasnya. Dan niscaya mereka akan bertaubat dan kembali. Juga niscaya mereka akan memperbaiki kembali apa yang telah mereka rusak dari Dakwah Salafiyyah pada masa ini!!  Ucapan Syaikh kami sang imam yang baik (yakni asy-Syaikh al-Albani, pen) benar-benar memberantas – sampai ke akar-akarnya – manhaj penghancur yang penuh kemesuman itu.”  

Padahal ‘Ali Hasan sendiri dulunya mengatakan, sebagaimana dalam kitab Ad-Durar al-Mutala`li`ah hal. 34-36, di bawah judul “Sayyid Quthb dan Pengkafiran Masyarakat”, (cet. Pertama 1423 H/ 2002 M), “Aku katakan: Itu semua menguatkan ucapan DR. Yusuf al-Qaradhawi tokoh pergerakan yang terkenal – semoga Allah mengampuninya – dalam kitabnya “Aulawiyat al-Harakah al-Islamiyyah” (hal. 101) ketika dia (al-Qaradhawi) berkata, “”Pada tahapan ini, muncul kitab-kitabnya asy-Syahid (!) Sayyid Quthb, yang memperwujudkan tahapan terakhir dari pengkafirannya, yang penuh dengan pengkafiran terhadap masyarakat. … ” Tentunya dia (al-Qaradhawi) sangat mengenal dan mengerti tentang Sayyid Quthb. Kitab-kitab tersebut adalah kharijiyyah yang terselubung, bahkan tampak secara terang-terangan. Dan dalam karya tulis-karya tulisan dan kitab-kitab ustadz kami al-‘Allamah Rabi’ bin Hadi – semoga Allah menjadikan beliau sebagai duri di leher-leher ahlul bid’ah – terdapat penjelasan tentang hakekat ini, serta menyingkap dan menampakkannya yang tidak meninggalkan sedikitpun cela bagi orang-orang yang menimbulkan keraguan dan para pencari al-Haq (kebenaran). Adapun orang yang fanatik maka tidak ada lain kecuali, (mengatakan) : mungkin … padahal, … tidak …! Dengan hati yang dingin dan akal yang gelisah.”

Dan al-Halabi memberikan catatan kaki pada ucapannya di atas, – ketika ia mengarahkan pada kitab-kitab  asy-Syaikh Rabi’ – dengan mengatakan,

“lihat misalnya kitab beliau (asy-Syaikh Rabi’) yang berjudul Adh-wa’ Islamiyyah ‘ala ‘Aqidati Sayyid Quthb wa Fikrihi, hal. 71-107, di bawah judul Sayyid Quthb dan Pengkafiran masyarakat. Juga pada kitab beliau yang bermanfaat, al-‘Awashim mimma fi Kutub Sayyid Quthb min al-Qawashim, terdapat penjelasan sangat banyak tentang kritikan-kritikan terhadapnya (Sayyid Quthb) secara umum atau kritik masalah aqidah secara khusus. Dan aku sendiri telah menukilkan dari tulisan tangan ustadz kami al-Walid al-Imam asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani rahmatullahi ‘alaihi pada halaman terakhir naskah khususnya (asy-Syaikh Rabi’) dari kitab tersebut, (yaitu) ucapan asy-Syaikh al-Albani, “Seluruh yang kau bantahkan kepada Sayyid Quthb adalah benar dan tepat, dan darinya akan menjadi jelas bagi setiap pembaca muslim yang memiliki pengetahuan tentang Islam bahwa Sayyid Quthb tidak berada di atas pengetahuan Islam, baik pokok-pokok dasar Islam maupun cabang-cabangnya. Semoga Allah membalas anda dengan kebaikan wahai al-Akh Rabi’ atas upayamu melakukan kewajiban penjelasan dan membongkar kebodohan dia (Sayyid Quthb) serta penyimpangannya dari agama Islam.” – Nashir –

Juga lihat ucapan al-Halabi dalam risalahnya Haq Kalimati al-Imam al-Albani … yang di dalamnya ia membantah orang-orang yang mengkultuskan Sayyid Quthb dan membelanya dengan cara yang batil, di bawah judul “(Pemikiran) Takfir pada diri Sayyid Quthb wa Syahida Syahidun min Ahliha” ….

Kemudian al-Halabi juga memberikan komentar di situ, “Apakah ada ucapan takfiri yang lebih jelas dibandingkan ucapannya dalam “Fi Zhilalil Qur`an” (II/1057) : … sungguh manusia telah murtad kepada penyembahan sesama hamba … “

Aku (penulis) katakan,

Inilah al-Halabi tempo doeloe membantah perbuatan situs/forumnya sendiri yang jahat itu!! Ini merupakan contoh yang masih segar yang menunjukkan kontradiksinya al-Halabi dan kacaunya dia, antara dulu dan sekarang. Sungguh tidak akan tidur mata para pengecut dari bantahan ini, dan agar bercelak dengannya mata orang-orang yang sehat.

Wallahul Muwaffiq

Diterjemahkan dari

http://www.sahab.net/forums/index.php?showtopic=138469

(dengan singkat dan ada beberapa penyesuaian)



[1]  Termasuk yang turut bergembira adalah saudara Firanda Andirja

[2]  Dialog ini pulalah yang dinukil oleh Firanda dalam tulisannya yang menjatuhkan seorang ‘ulama sunnah abad ini, asy-Syaikh al-‘Allamah al-Mujahid Rabi’ al-Madkhali hafizhahullah.

[3] Di sini, penyataan Sayyid Quthb,”masyarakat Jahiliyyah”, ditafsirkan oleh asy-Syaikh DR. Rabi’ dengan “masyarakat Kafir”.

[4]  Yakni syiddah (sikap keras) pada diri asy-Syaikh Rabi’

[5]  Catatan: mulai dari tanda ( * ) hingga di sini merupakan tambahan dari penerjemah.

[1]  Dengan jawaban ini berarti kalian tidak sepakat dengan asy-Syaikh al-Albani yang mengkritik tafsir “masyarakat jahiliyah” dengan “masyarakat kafir” oleh asy-Syaikh Rabi’. Dengan jawaban ini berarti kalian tidak menerima ucapan asy-Syaikh al-Albani.

[2]  Yakni kalian menyatakan untuk menerima argumentasi pihak lain dalam menjarh dipersyaratkan adanya kepuasan terhadap argumentasi tersebut. Jika tidak puas, maka tidak wajib menerimanya. Sekarang kalian ternyata tidak menerima pernyataan asy-Syaikh al-Albani bahwa Sayyid Qutbh tidak mengkafirkan masyarakat muslim. Berarti kalian tidak puas dengan ucapan asy-Syaikh al-Albani ini, sehingga kalian tidak setuju dengannya. Namun kenapa kalian mau menerima penilaian asy-Syaikh al-Albani terhadap asy-Syaikh Rabi’ dengan penilaian syiddah?? Padahal kalimat itu dalam satu rangkaian??!

[3]  Yakni tafsir dari orang lain, bahwa “jahiliyah” maknanya “kafir”. Pengertian ucapan tersebut telah diterangkan dan ditegaskan oleh Sayyid Quthb sendiri. Jadi tidak perlu orang lain yang menafsirkannya.


Terbaru

Satu komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca juga
Close
Back to top button