Fiqih

PUASA (Shaum) ‘ASYURA …Kapan?

tanggal 10 Muharram saja, atau 9 dan 10 Muharram, atau 9,10,11 Muharram??

Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz rahimahullah berkata :

“Rasulullah shalallahu’alaihi wa sallam mensyari’atkan kepada kita untuk bershaum sehari sebelumnya atau sehari setelahnya. bershaum pada hari ke-9 dan ke-10, ini yang PALING UTAMA. kalau bershaum pada hari ke-10 dan 11 maka itu sudah MENCUKUPI, karena (dengan cara itu sudah) menyelisihi Yahudi. kalau bershaum semuanya bersama hari ke-10 (yaitu 9, 10, dan 11) maka TIDAK MENGAPA. Berdasarkan sebagian riwayat:

“Bershaumlah sehari sebelumnya dan sehari setelahnya.”

Adapun bershaum pada hari ke-10 saja maka MAKRUH.”

[Majmu Fatawa wa Maqalat Mutanawwi’ah XV/403, fatwa no. 158]

Jadi, yang paling utama adalah shaum hari ke-9 dan ke-10. Namun, para ‘ulama lainnya ada yang berpendapat bahwa yang paling utama adalah bershaum tiga hari, yaitu 9, 10, dan 11 Muharram. Ini merupakan pendapat: Ibnul Qayyim (dalam Zadul Ma’ad II/76), dan Al-Hafizh (dalam Fathul Bari).

Pendapat ini dikuatkan pula oleh Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih Al-’Utsaimin rahimahullah. Beliau berkata: “Shaum ‘Asyura memiliki empat tingkatan :

1. Tingkat Pertama : bershaum pada tanggal 9, 10, dan 11. Ini merupakan tingkatan tertinggi. Berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Musnad :

“Bershaumlah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya. Selisihilah kaum Yahudi.”

Dan karena seorang jika ia bershaum (pada) 3 hari (tersebut), maka ia sekaligus memperoleh keutamaan shaum 3 hari setiap bulan.

2. Tingkat Kedua : bershaum pada tanggal 9 dan 10. Berdasarkan sabda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam :

“Kalau saya hidup sampai tahun depan, niscaya aku bershaum pada hari ke-9.”

Ini beliau ucapkan ketika disampaikan kepada beliau bahwa kaum Yahudi juga bershaum pada hari ke-10, dan beliau suka untuk berbeda dengan kaum Yahudi, bahkan dengan semua orang kafir.

3. Tingkat Ketiga : bershaum pada tanggal 10 dan 11.

4. Tingkat Keempat : bershaum pada tanggal 10 saja. Di antara ‘ulama ada yang berpendapat hukumnya mubah, namun ada juga yang berpendapat hukumnya makruh.

Yang berpendapat hukumnya MUBAH berdalil dengan keumuman sabda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam ketika beliau ditanya tentang shaum ‘Asyura, maka beliau menjawab

“Saya berharap kepada Allah bahwa shaum tersebut menghapuskan dosa setahun sebelumnya.”

Beliau tidak menyebutkan hari ke-9.

Sementara yang berpendapat hukumnya MAKRUH berdalil dengan sabda Nabi shalallahu’alaihi wa sallam:

“Selisihilah kaum Yahudi. Bershaumlah sehari sebelumnya atau sehari setelahnya.”

Dalam lafazh lain,

“Bershaumlah sehari sebelumnya dan sehari setelahnya.”

Sabda beliau ini berkonsekuensi wajibnya menambahkan satu hari dalam rangka menyelisihi (kaum Yahudi), atau minimalnya menunjukkan makruh menyendirikan shaum pada hari itu (hari ke-10) saja. Pendapat yang menyatakan makruh menyendirikan shaum pada hari itu saja merupakan pendapat yang kuat.”

[Liqaat Babil Maftuh]

Sementara itu, ketika Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Iftaditanya apakah boleh melaksanakan shaum ‘Asyura satu hari saja? Maka lembaga tersebut menjawab :

BOLEH melaksanakan shaum hari ‘Asyura satu hari saja. Namun yang AFDHAL (lebih utama) adalah bershaum sehari sebelumnya atau sehari setelahnya. Ini merupakan sunnah yang pasti dari Nabi shalallahu’alaihi wa sallam berdasarkan sabda beliau

“Kalau saya masih hidup hingga tahun depan, niscaya aku akan bershaum pada hari ke-9.”

Ibnu ‘Abbas radhiyallahu’anhuma berkata : “Yakni bersama hari ke-10.”

Wabillahit Taufiq. Washallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammadin wa Shahbihi wa Sallam.

Ketua : ‘Abdul ‘Aziz bin ‘Abdillah bin Baz

[dari Fatwa Al-Lajnah Ad-Daimah lil Buhutsil ‘Ilmiyyah wal Ifta` X/401, fatwa no. 13.700]

Terbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca juga
Close
Back to top button