AqidahFatawaFiqih

HUKUM MENEROBOS LAMPU MERAH KETIKA KONDISI SEPI (TIDAK ADA KENDARAAN SATU PUN)

?️ Fadhilatu asy-Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah

Pertanyaan:
Ada seseorang yang melanggar lampu merah, maka polisi lalu lintas pun memberhentikannya, seraya menanyakan kepadanya: “Mengapa Anda melanggar lampu merah ?” Maka orang yang melanggar tersebut bersumpah (secara dusta) bahwa dia tidak melanggarnya, dalam rangka agar selamat dari denda tilang.
Maka bagaimanakah hukum yang demikian ini, apakah dia terkena kewajiban membayar kaffarah (atas kedustaan sumpahnya tersebut) ataukah tidak?

Jawaban:
? Bersumpah atas sebuah kejadian yang telah berlalu, tidak berlaku di dalamnya pembayaran kaffarah. Namun orang tersebut berdosa jika dia berbohong dalam sumpahnya, adapun jika dia jujur, maka dia selamat dari dosa.

? Di sini saya ingin menyampaikan kepadamu sebuah kaedah yang bermanfaat bagimu: ‘Bahwa setiap sumpah untuk kejadian yang telah berlalu, maka tidak ada kaffarah padanya.

? Seandainya engkau mengatakan: “Wallahi (Demi Allah)! Fulan tidak datang“, padahal kenyataannya fulan tersebut datang, maka dalam sumpahmu tersebut tidak ada kaffarah.

? Maka fahamilah kaedah ini.

✅ Orang tadi, yang mengatakan: “Wallahi saya tidak melanggar lampu merah itu“. Ini adalah (pemberitauan) untuk sesuatu yang telah berlalu, maka kami katakan, tidak ada kewajiban kaffarah atasnya, namun tentu dia berdosa jika ternyata berdusta, (namun jika dia jujur) maka dia selamat.

✅ Adapun dalam pertanyaan yang engkau sampaikan tersebut, maka orang tersebut berdosa, karena dia bersumpah bahwasanya dia tidak melanggar, padahal kenyataan dia melanggar lampu merah tersebut.

?Berikutnya juga, yang berkaitan dengan hal ini, saya ingin menyampaikan nasehat kepada saudara-saudaraku para sopir dan yang lainnya, berkenaan dengan perihal melanggar lampu merah, karena perbuatan ini merupakan sebuah kemaksiatan.

? Sesungguhnya lampu merah ini dibuat berdasarkan perintah dari waliyyul amr (pemerintah). Lampu berwarna merah artinya engkau harus berhenti! Maka apabila Waliyyul Amr memerintahkanmu untuk berhenti maka wajib atasmu untuk berhenti, sehingga apabila engkau melanggarnya maka engkau telah berbuat maksiat. Bahkan walaupun seandainya di jalan tersebut tidak ada seorangpun (yang melintas), tetap yang demikian ini tidak halal bagimu untuk melakukan (pelanggaran tersebut). Seharusnya engkau tetap berhenti sampai ada isyarat lampu berwarna tanda bolehnya kendaraan berjalan menyala.”

? Liqaat al-Bab al-Maftuh, 170; asy-Syaikh Ibnu Utsaimin


السؤال:
شخص قطع إشارة المرور، وأوقفه المرور وقال له: لماذا قطعت الإشارة؟ فحلف أنه ما قطعها، يريد أن ينجو من الغرامة، فما حكمه هل عليه كفارة أم لا؟

الجواب:
اليمين على شيءٍ ماض ليس فيها كفارة، لكن إما إثم إن كان كاذباً وإلا سلامة إن كان صادقاً.
أنا أخبرك قاعدة تنتفع بها: كل يمينٍ على شيء ماض فيه ما فيها كفارة، لو قلت: والله! ما جاء فلان، وهو قادم فليس عليك كفارة، هذه القاعدة افهمها، هذا الرجل يقول: والله! ما قطعتها؛ شيءٌ مضى، فنقول: ليس عليه كفارة، لكن إما آثم إن كان كاذباً وإما سالماً، وفي هذا السؤال الذي ذكرت يكون آثماً؛ لأنه حلف أنه ما قطعها وهو قاطعها.
ثم إنه بهذه المناسبة أود أن أنصح إخواننا السائقين وغيرهم عن قطع إشارة المرور؛ لأنها معصية، فإن هذه الإشارات إنما نصبت بأمر من ولي الأمر، والعلامة الحمراء يعني قف، فإذا أمرك ولي الأمر أن تقف وجب عليك أن تقف، فإذا خالفت فأنت عاص، حتى لو فرضنا أن الخط ما فيه أحد، فإنه لا يحل لك، بل تبقى حتى تعطيك الإشارة اللون المبيح للتجاوز.

? لقاءات الباب المفتوح ١٧٠ لابن عثيمين

Terbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Baca juga
Close
Back to top button