Fiqih

Apakah Khutbah ‘Id di Mushalla Menggunakan Mimbar?

Yakni, apabila Shalat ‘Id dilaksanakan di Mushalla (Tanah Lapang/Terbuka), apakah Khutbahnya dilakukan di atas mimbar?

Ada dua pendapat di kalangan para ‘ulama.

Pendapat Pertama : Mustahab (Disukai) untuk mengeluarkan mimbar ke Mushalla ‘Id. Landasan pendapat ini adalah hadits dari shahabat Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu yang menjelaskan pelaksanaan shalat ‘Id pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] «قَامَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَوْمَ الفِطْرِ فَصَلَّى، فَبَدَأَ بِالصَّلاَةِ، ثُمَّ خَطَبَ، فَلَمَّا فَرَغَ نَزَلَ، فَأَتَى النِّسَاءَ، فَذَكَّرَهُنَّ … » [/sc_typo_arabic]

“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiri para Hari ‘Idul Fitri, dan shalat. Beliau memulainya dengan shalat (‘Id) kemudian berkhutbah. Setelah selesai beliau pun turun, lalu menuju ke tempat kaum wanita untuk menyampaikan peringatan kepada mereka … .” (HR. al-Bukhari 978)

Dalam riwayat Abu Dawud dan at-Tirmidzi dengan lafazh :

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] … نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ …[/sc_typo_arabic]

Beliau turun dari mimbarnya

Al-Mubarakfuri rahimahullah mengatakan, “Pada hadits ini terdapat keterangan adanya mimbar di mushalla dan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dulu berkhutbah di atasnya.” (4/174)

Di samping yang menjadi landasan pendapat ini juga adalah : Qiyas dengan pelaksanaan Khutbah Jum’at.

Ini adalah pendapat para ‘ulama dari kalangan asy-Syafi’iyyah. Dikuatkan oleh an-Nawawi dalam al-Majmu’. Termasuk pada zaman ini yang mentarjih (menguatkan) pendapat ini adalah asy-Syaikh al-‘Allamah Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin rahimahullah.

♦ ♦ ♦

Pendapat Kedua : Tidak perlu mengeluarkan mimbar ke Mushalla ‘Id.

Ini adalah pendapat Ibnu Rajab, Ibnul Qayyim, asy-Syaukani, ash-Shan’ani, dan ini yang tampak dari ucapan al-Bukhari dan al-Hafizh Ibnu Hajar. Pendapat ini dikuatkan oleh al-‘Allamah al-Albani rahimahullah.

Berdasarkan hadits dari shahabat Abu Sa’id al-Khudri :

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] «كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الفِطْرِ وَالأَضْحَى إِلَى المُصَلَّى، فَأَوَّلُ شَيْءٍ يَبْدَأُ بِهِ الصَّلاَةُ، ثُمَّ يَنْصَرِفُ، فَيَقُومُ مُقَابِلَ النَّاسِ، وَالنَّاسُ جُلُوسٌ عَلَى صُفُوفِهِمْ فَيَعِظُهُمْ، وَيُوصِيهِمْ، وَيَأْمُرُهُمْ، … » قَالَ أَبُو سَعِيدٍ: «فَلَمْ يَزَلِ النَّاسُ عَلَى ذَلِكَ حَتَّى خَرَجْتُ مَعَ مَرْوَانَ – وَهُوَ أَمِيرُ المَدِينَةِ – فِي أَضْحًى أَوْ فِطْرٍ، فَلَمَّا أَتَيْنَا المُصَلَّى إِذَا مِنْبَرٌ بَنَاهُ كَثِيرُ بْنُ الصَّلْتِ، فَإِذَا مَرْوَانُ يُرِيدُ أَنْ يَرْتَقِيَهُ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّيَ، فَجَبَذْتُ بِثَوْبِهِ، فَجَبَذَنِي، فَارْتَفَعَ، فَخَطَبَ قَبْلَ الصَّلاَةِ»[/sc_typo_arabic]

“Dulu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berangkat pada Hari ‘Idul Fithri dan ‘Idul ‘Adh-ha menuju Mushalla. Pertama kali yang beliau mulai adalah shalat. Kemudian beliau berpaling (selesai shalat), dan berdiri berhadapan dengan manusia (jama’ah shalat), sementara mereka duduk pada shafnya masing-masing. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menasehati, memberikan wasiat, dan perintah kepada mereka. … “

Abu Sa’id melanjutkan, “Praktek manusia (dalam pelaksanaan ‘Id) terus demikian (shalat dulu baru khutbah, dan tanpa mimbar). Hingga suatu hari aku berangkat bersama Marwan – dia ketika itu sebagai Amir Madinah – pada ‘Idul ‘Adha atau ‘Idul Fithri. Ketika kami tiba di Mushalla, ternyata sudah ada mimbar yang dibuat oleh Katsir bin Shalt. Tiba-tiba Marwan hendak langsung naik mimbar sebelum pelaksanaan shalat. Maka aku tarik bajunya, namun dia menampikku. Dia pun tetap naik, dan berkhutbah sebelum shalat.” (HR. al-Bukhari 956)

Hadits Jabir bin ‘Abdillah :

[sc_typo_arabic type=”regular” textalign=”right”] شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ الصَّلَاةَ يَوْمَ الْعِيدِ، فَبَدَأَ بِالصَّلَاةِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ، بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلَا إِقَامَةٍ، ثُمَّ قَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى بِلَالٍ، فَأَمَرَ بِتَقْوَى اللهِ، وَحَثَّ عَلَى طَاعَتِهِ، وَوَعَظَ النَّاسَ وَذَكَّرَهُمْ، ثُمَّ مَضَى حَتَّى أَتَى النِّسَاءَ، فَوَعَظَهُنَّ وَذَكَّرَهُنَّ[/sc_typo_arabic]

“Aku menyaksikan shalat hari ‘Id bersama Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau memulai dengan shalat sebelum berkhutbah, tanpa ada adzan dan iqamat. Kemudian beliau berdiri bersandar kepada Bilal. Beliau (dalam khutbahnya, pen) memerintah taqwa kepada Allah, memberikan dorangan untuk taat kepada Allah, menasehati umat manusia dan mengingatkan mereka. Kemudian beliau berlalu menuju tempat kaum wanita. Beliau juga menasehati dan mengingatkan mereka. … ” (HR. Muslim 1575)

Al-Bukhari memberikan judul untuk hadits tersebut : Bab : Berangkat ke Mushalla yang tanpa mimbar.

… dan berdiri berhadapan dengan manusia :

Ibnu Rajab al-Hanbali rahimahullah  menjelaskan, “Penyebutan keterangan bahwa beliau menghadap kepada manusia, menunjukkan bahwa beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak naik ke mimbar. Wallahu A’lam. (Fathul Bari Ibnu Rajab 7/65)

Ash-Shan’ani mengatakan, “Ini merupakan dalil bahwa di mushalla tidak ada mimbar.” Ibnu Hibban telah meriwayatkan, “Beliau berkhutbah pada hari ‘Id di atas kedua kakinya.” (Subulus Salam 2/482)

Asy-Syaukani rahimahullah berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa di mushalla pada masa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak ada mimbar.” (Nailul Authar 5/477)

Adapun dalil yang dijadikan landasan oleh pendapat pertama,

“… kemudian berkhutbah. Setelah selesai beliau pun turun.”

Maka telah dijelaskan oleh al-Hafizh Ibnu Hajar al-‘Asqalani dalam Fathul Bari (3/406) sebagai berikut :

“Pada hadits tersebut menunjukkan bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di tempat yang tinggi, sebagai konsekuensi kata “turun”. Telah dijelaskan sebelumnya pada bab, “ Berangkat ke Mushalla yang tanpa mimbar.”Bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkhutbah di mushalla di atas tanah. Mungkin perawi (dalam hadits Jabir tersebut) memaksudkan “turun” dengan makna “berpindah”.

 

Adapun riwayat dengan lafazh : Beliau turun dari mimbarnya

Telah dinyatakan oleh al-‘Allamah al-Albani rahimahullah sebagai hadits yang dha’if. Sebabnya adalah keterputusan sanad antara al-Muthalib bin ‘Abdillah dengan Jabir, di samping juga adanya tadlis yang dilakukan oleh al-Muthalib. Kemudian asy-Syaikh al-Albani mengatakan, “Yang seperti dia (al-Muthalib) tidak bisa dijadikan landasan. Apalagi, hadits tersebut terdapat dalam ash-Shahihaian dari jalur lain dari Jabir tidak ada padanya penyebutan minbar sebagaimana penjelasan di atas. (lihat adh-Dha’ifah no. 963)

Al-Imam Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan dalam Zaadul Ma’ad (1/425)

” … tidak ada padanya mimbar yang beliau naik ke atasnya, tidak pula mimbar Madinah dikeluarkan (ke Mushalla). Namun beliau berkhutbah dengan berdiri di atas bumi.”

 

Terbaru

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.

Back to top button